5a

67.6K 5.3K 291
                                    

Lelaki itu melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul sepuluh lewat lima menit pagi, lalu beralih pada tempat tidur yang terlihat temaram karena tirai jendela belum dibuka.

Dia mendesah sambil menyandarkan bahunya di ambang pintu kamar. Kedua lengannya dilipat di depan dada. Pandangannya fokus menatap pria dan wanita setengah telanjang yang sedang terlelap sambil berpelukan di atas ranjang. Untung saja si wanita tidur agak menelungkup di sisi tubuh si pria dan posisinya memunggungi lelaki di ambang pintu. Kalau tidak, tubuh bagian atasnya akan terlihat jelas oleh si lelaki karena selimut tebal yang digunakan hanya menutupi pinggang ke bawah.

Kesal menunggu, lelaki itu mengetuk pintu dengan kasar menggunakan kepalan tangannya. Pria di atas ranjang menggeliat karena suara berisik yang mengganggu. Matanya yang perlahan terbuka menoleh ke sumber suara. Seketika dia melotot ke arah lelaki di ambang pintu sambil menarik selimut menutupi punggung telanjang wanitanya.

"Sialan kau, Gabe! Apa yang kau lakukan di situ?"

Gabriel menatap sinis kakaknya. "Kau berlebihan, kak. Aku tidak tertarik dengan wanitamu. Istriku jauh lebih cantik dan menarik." Gabriel berbalik lalu pergi meninggalkan Freddy sebelum lelaki itu sempat membalas.

Freddy menatap kesal kepergian Gabriel lalu beralih pada wanita yang masih meringkuk di sisi tubuhnya. Amat lembut lelaki itu membelai pipi Ratna dengan buku jari lalu mengecup keningnya. Setelah itu Freddy turun dari ranjang, meraih T-Shirt polos putih dari laci lalu berjalan keluar sambil memakai T-Shirtnya.

Freddy menemukan Gabriel sedang menyeduh kopi di dapur. Dia memilih langsung duduk di kursi sebelah meja konter dapur.

"Ada apa kau kemari?" tanya Freddy langsung.

"Jadi aku tidak boleh datang ke rumah kakakku tanpa alasan?" Gabriel balik tanya sambil menuang kopinya ke cangkir.

"Kau pasti akan membawa adik ipar dan keponakanku tersayang jika kau datang ke sini hanya untuk berkunjung. Selain itu kau tidak akan datang tanpa alasan."

"Baiklah, aku menyerah." Ucap Gabriel lalu menyesap kopinya. "Aku mampir ke sini untuk melihat kondisimu. Tapi sepertinya kau sudah baik-baik saja." Ejek Gabriel.

"Kapan aku tidak baik-baik saja? Hanya luka kecil ini tidak akan mempengaruhiku." Freddy menekan dahinya yang masih diperban untuk membuktikan ucapannya tapi lalu dia menyesal karena rasa sakit mulai berdenyut hingga membuatnya meringis.

"Astaga, kak. Apa yang kau lakukan?" Gabriel buru-buru memeriksa luka Freddy. "Kau mendapat tiga jahitan. Kalau tidak hati-hati kau bisa membuat lukanya kembali terbuka."

"Baiklah, dok." Sungut Freddy.

Gabriel mendesah lega karena luka di kening Freddy baik-baik saja. Walau sudah sering mengobati luka kakaknya, Gabriel tetap saja merasa cemas. Bagaimana pun Freddy adalah kakaknya. Dirinya pasti khawatir jika kakaknya terluka.

"Jadi, kau mulai serius dengan wanita ini?"

Freddy mengangkat sebelah alis mendengar pertanyaan sang adik. "Kapan aku bilang sedang menjalin hubungan dengannya?"

"Ayolah, kak. Sebelum ini kau tidak pernah membawa wanita ke rumahmu. Apalagi sampai menginap hingga berhari-hari." Gabriel melirik tangan Freddy. "Dan juga mengingat usahamu untuk mendapatkannya. Wanita ini pasti spesial."

Freddy mendesah lalu berjalan menuju lemari es, meminum jus jeruk instan langsung dari botol. "Awalnya aku hanya tertarik. Ketertarikan yang aneh menurutku karena aku hanya melihatnya sekilas ketika dia berhenti di lampu merah. Begitu terus setiap hari hingga membuatku penasaran. Lalu aku menggunakan kuasaku sebagai polisi untuk mendapatkan nama dan nomor ponselnya." Freddy tertawa sendiri ketika teringat hal itu. "Dari sikap ketusnya aku tahu akan sulit mendapatkannya. Jadi aku hendak menghentikannya di jalan tapi gagal. Akhirnya aku menggunakan ini." Dia menyeringai sambil mengangkat lengannya. Selebihnya Gabriel sudah tahu cerita Freddy.

Polisi Penggoda (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang