6b

59.4K 5.1K 268
                                    

Dia ingin sekali membuka mata, namun kelopaknya terasa berat untuk diangkat. Anggota tubuhnya yang lain pun tidak ada yang merespon perintah otaknya untuk bergerak. Dirinya serasa lumpuh.

"Ratna, kau bisa mendengarku?"

Suara itu begitu jelas dalam pendengarannya. Suara yang telah begitu familiar menemani harinya. Dia ingin menganggukkan kepala untuk menjawab pertanyaan itu, namun sekali lagi tubuhnya tidak bisa bergerak.

Rasa hangat yang semula melingkupi jemarinya mendadak hilang digantikan rasa dingin yang membuatnya gelisah.

Secepat kehangatan itu menghilang, secepat itu pula kehangatan itu kembali. Rasanya sangat nikmat ketika tangan kokoh itu menggenggam jemarinya.

"Ratna, bertahanlah. Sebentar lagi dokter datang."

Perlahan tapi pasti, kelopak mata Ratna mulai terangkat. Hal pertama yang ditangkap indera penglihatannya adalah manik mata abu-abu yang tampak khawatir. Ada perasaan bahagia yang membuncah ketika menatap mata itu.

"Darling, bagaimana perasaanmu?"

Ratna membuka mulut untuk menjawab namun tidak ada suara yang keluar. Orang-orang berpakaian putih berkelebat di kanan kiri Ratna, namun fokusnya hanya pada si pemilik mata abu-abu.

"Tuan, sebaiknya Anda menunggu di luar."

Freddy menatap garang perawat wanita yang lancang mengusirnya. Nyaris saja dia menjambak rambut si perawat, namun perhatiannya teralih kembali pada Ratna yang meremas tangannya dengan lembut.

"Iya, Darl. Aku di sini."

Freddy mendekatkan telinga di bibir Ratna ketika bibir wanita itu bergerak-gerak.

"Pergilah. Aku baik-baik saja." Suara Ratna begitu pelan.

Freddy menatap lembut mata hitam Ratna yang terlihat sayu. Dengan berat hati akhirnya dia mengangguk. Kondisi Ratna sedang buruk. Dokter perlu memeriksanya dan keberadaan Freddy di sana hanya mengganggu pekerjaan dokter.

"Baiklah. Aku tunggu di luar."

Freddy membungkuk lalu mengecup kening Ratna. Setelah menatap wanitanya selama beberapa detik, dia segera berbalik keluar kamar rawat Ratna.

Freddy mondar-mandir dengan gelisah di koridor rumah sakit. Melihat Ratna sudah membuka mata setelah tidak sadarkan diri selama lebih dari lima belas jam, seharusnya merupakan kabar baik. Tapi Freddy tidak bisa tenang sebelum kondisi Ratna benar-benar pulih.

Freddy menoleh ketika merasakan seseorang meremas bahunya. Tapi lalu matanya menyipit mengancam saat melihat Gabriel menahan senyum geli.

"Kekasihku sekarat dan kau merasa itu lucu?" desis Freddy di antara giginya yang terkatup rapat. Dia mengepalkan tangan dengan kuat agar tidak lepas kendali karena ingin sekali dia menghajar Gabriel saat itu juga.

"Ayolah, kak. Lukanya tidak separah itu. Dia tidak kehabisan darah karena segera mendapat pertolongan, dan tikaman pisau itu tidak mengenai urat syarafnya. Ratna hanya mendapat jahitan karena lukanya terlalu dalam."

"Tapi dia pingsan sangat lama."

"Berapa kali harus kujelaskan padamu. Itu efek obat bius dan syok yang dialaminya."

Freddy masih menatap Gabriel selama beberapa saat lalu mendesah keras.

"Ngomong-ngomong, kau mulai mengakui Ratna sebagai kekasihmu, ya?"

Freddy bersandar di dinding samping pintu kamar rawat Ratna. Kedua lengannya dilipat di depan dada. Kekhawatiran dalam dirinya belum sepenuhnya hilang walalu sudah mendengar penjelasan Gabriel.

Polisi Penggoda (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang