"Kalau begitu, ada kemungkinan pelaku memiliki hubungan dengan Ratna dan Papa tapi mereka sama-sama tidak menyadarinya."
Dia bergerak gelisah dalam tidurnya.
"Entah kenapa perasaan ini selalu muncul ketika aku bertemu dengan lelaki yang kau panggil uncle Max itu. Aku seperti dipenuhi teror."
Dia mengubah posisi tidur untuk menghentikan suara-suara yang mengganggu mimpi indahnya.
"Bagaimana Uncle Max bisa tahu kendaraan Ratna dan dimana ruangannya?"
"Kau sudah kuanggap seperti putraku, dan Ratna adalah kekasihmu. Kurasa wajar kalau aku memperhatikannya."
Mendadak mata Freddy terbuka. Nafasnya terengah-engah karena suara-suara yang mengganggu tidurnya. Dia tercekat. Matanya tertuju pada langit-langit kamar.
Perlahan Freddy mengubah posisi tidurnya menjadi duduk. Dia menoleh pada jam digital di atas nakas. Baru jam satu dinihari. Namun matanya tidak lagi bisa terpejam.
Lelaki itu membuka selimut lalu turun dari ranjang. Dia menuju kamar mandi untuk menggosok gigi dan mencuci muka. Tidak ada gunanya memaksa diri untuk kembali tidur. Setelahnya dia menuju dapur. Secangkir kopi kental sangat pas untuk menemani sisa waktunya hingga matahari terbit nanti. Ini mengingatkan Freddy pada malam-malam panjangnya ketika sedang menangani kasus pelik. Dia pasti tidak sanggup tertidur lebih dari tiga jam.
Dengan cangkir kopi panas di tangannya, Freddy menuju sofa di depan balkon. Dia membuka tirai dan pintu kaca untuk membiarkan angin dingin masuk. Udara pagi yang segar serasa mendinginkan otaknya.
Freddy menghempaskan tubuh di sofa panjang yang menghadap balkon. Pemandangan langit malam menjernihkan pikirannya. Sesekali jemarinya memijit belakang lehernya yang terasa pegal. Pikirannya melayang pada kejadian bertahun-tahun yang lalu.
"Kita mau kemana, Pa?" tanya Freddy yang masih berusia tujuh belas tahun. Disampingnya, Gabriel yang lebih muda tiga tahun darinya tampak cuek, sibuk dengan game di gadgetnya
"Pergi sejauh mungkin dari kota ini." Jelas Jeremy dari balik kemudi mobil yang keluarga itu kendarai menembus gelapnya malam. Walaupun suaranya pelan, tapi semua orang dalam mobil itu menyadari kemarahan dalam suara Jeremy.
Setelah itu tidak ada lagi yang berani berbicara, hingga suara ponsel Jeremy memecah keheningan. Dengan tangan kanan yang masih sibuk di atas kemudi, Jeremy merogoh saku celananya untuk mengeluarkan ponsel.
Begitu melihat caller id, Jeremy langsung membanting ponselnya ke dashboard. Untung tidak cukup kuat hingga tidak terjadi kerusakan. Tapi suara keras ponsel yang menghantam dashboard, membuat semua orang dalam mobil itu terlonjak, termasuk Gabriel.
Fransisca yang duduk di kursi depan samping Jeremy melirik ke ponsel yang terus berdering dengan layar menghadap ke atas.
"Apa ini ada hubungannya dengan Max?" tanya Fransisca lembut.
Uncle Max? Pikir Freddy. Dia tahu betapa dekat papanya dengan uncle Max. Dia bahkan tidak pernah melihat mereka bersilang pendapat. Papanya sudah menganggap uncle Max seperti adiknya sendiri. Begitupun uncle Max yang sudah menganggap papanya seperti seorang kakak. Freddy sangat menyukainya karena sering sekali uncle Max membelanya jika kenakalannya masih bisa dimaklumi. Kalau sudah di luar batas toleransi, bahkan uncle Max bisa lebih galak dari papanya. Tapi sekarang, apa mereka bertengkar?
"Bajingan itu! Kupikir aku mengenalnya. Tapi ternyata—"
Fransisca membelai lengan suaminya berusaha menenangkan. "Tolong jangan mengumpat di depan anak-anak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Polisi Penggoda (TAMAT)
Romance[CERITA MASIH LENGKAP SAMPAI END] Bertemu polisi berwajah tampan di pagi yang cerah, merupakan sebuah anugerah bagi semua wanita. Tapi tidak bagi Ratna. Pertemuan itu membuat harinya kacau hingga ia merasa seperti di neraka. Bahkan belum cukup denga...