Don't Be A Fool(Part V)

180 5 0
                                    

"Nona Bersya silakan masuk ke ruangan rapat," tutur Titan dengan wajah datarnya.

"Harus sekarang? Kenapa?" elakku pelan.

"Tuan Jack selalu tepat waktu, Nona. Dia adalah orang yang sudah mengontrak Nona menjadi bintang iklan produk milik perusahaannya," jawab Titan masih dingin.

"Bagaimana kau bisa tau kepribadiannya?" tanyaku penasaran.

"Semua orang berkata demikian," sahut Titan menarik lenganku.

Semua orang terlihat serius, mengamatiku dari ujung rambut hingga ujung kaki. Ada yang salah? Pekikku dalam hati. Sebuah kursi besar di ujung meja berbalik, menampakkan sosok pria maskulin yang mengagumkan. Benarkah dia orangnya? Si Tuan tepat waktu itu?

"Duduk!" ucapnya berat.

Refleks aku melakukan perintahnya.

"Perusahaan kita tidak akan kalah bersaing pada dunia internasional. Kita harus berusaha sekuat tenaga menjadi yang terbaik, juga signifikan," katanya pada seluruh dewan direksi, termasuk diriku.

"Dan Anda, Nona Bersya Neils, saya harap Anda bisa bersikap profesional dalam kerja sama ini," sambung pria itu.

Aku mengangguk, mengerti sepenuhnya yang Tuan Jack katakan.

***

Second day in Brasilia

Ini hari yang benar-benar gila. Titan berada di hotel dengan sekujur badan dipenuhi bintik merah. Aku lupa jika wanita datar itu alergi dengan kerang. Dan ya, kebodohanku adalah memesan olahan kerang untuk Titan malam tadi. Bersya si bodoh!

Aku berlari menembus keramaian karyawan yang mondar-mandir di lobi kantor. Aku harus segera sampai di lantai 5 untuk pemotretan. Sialnya, aku sudah telat 30 menit dari perjanjian dengan Tuan Jack. Secepat kilat aku menuju lift di ujung lorong, napasku tersengal, rasanya seperti lari marathon, ah sudahlah.

"Brakk"

"Auwwww," seruku tak tertahankan.

"Bangun!" sebuah uluran tangan mengarah padaku.

Aku mengamatinya, pria dengan tubuh jenjang pemilik mata hijau yang menenangkan berdiri tepat di hadapanku.

"Hey! Apa anda ingin terus melamun sepanjang hari? Bahkan, Anda sudah terlambat 35 menit, Nona."

Aku terpaku menatapnya.

"Apakah Anda benar-benar Nona Bersya Neils si model terkenal itu? Saya tak yakin," cerutunya.

"Hey! Oh Maaf, Tuan. Saya memang Bersya Neils. Maaf jika saya bersikap kurang profesional. Tapi, masalahnya ialah pada asisten saya. Dia terkena alergi dan saya harus mengurus segalanya sendirian. Ya, sendirian," ucapku penuh aksentuasi.

"Ok. Bangunlah!" timpalnya masih mengulurkan tangan.

Aku meraih genggamannya, menarik tubuhku untuk bangkit.

"Brakk"

"Uh, lagi," tuturku kesal.

Sekarang, dia tepat di hadapanku, memandangku dengan saksama.

"Kau membuatku terjatuh juga!!" dengusnya.

Aku beranjak dari tempatku terjatuh, berlari menghindarinya, "Maaf,Tuan. Saya harus bekerja, kan? Oh ya, lantainya memang licin karena baru dipel. Jadi, berhati-hatilah."

***

Satu-dua-tiga, klik

Hampir tiga jam, sepuluh stelan baju, dengan tubuh sangat lelah, aku masih berada di ruangan ini. Mendengar suara-suara yang sama selama enam tahun belakangan. Yang berbeda hanyalah, aku mulai tak menyukai semua kelip lampu ini. Lelah untuk mengingat keadaan ibuku yang tak pernah menganggapku ada. Seumur hidupnya hanya untuk pekerjaan. Dan ditambah kematian ayah yang misterius itu.

L D R(Lupa dengan Rindu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang