Don't Be A Fool(Part VII)

139 6 0
                                    

Pov ketiga

"Apa kau melupakannya? Mengapa tidak menungguku dulu?" seloroh pemuda itu dengan napas tersengal.

Gadis di hadapannya terkesiap, "Aku takut ketinggalan pesawat."

Kini lawan bicaranya yang membelalak, "Bahkan hanya karena ini? Harusnya kamu tidak menolak menggunakan pesawat pribadiku."

Bersya menggeleng, "Untuk apa? Aku lebih senang berbaur dengan orang-orang. Hidupku sudah cukup sunyi untuk menambah hal-hal yang menjadikan semuanya makin sepi."

Jack menghela napas, "Baiklah, Tuan Putri. Bagaimana jawaban untukku?"

Bersya melangkah maju, lebih dekat dengan Jack, "Jawabanku untukmu adalah iya!"

Gadis itu berlari sekencang mungkin meninggalkan Jack yang terpaku dengan tatapan masih tak percaya. Titan berjalan santai membuntuti Bersya yang sudah hilang di balik lorong pemeriksaan. Senyum pemuda itu merekah, sungguh tak bisa tertahan raut kebahagian di wajahnya. Semua terasa seperti mimpi di siang bolong yang membingungkan juga mengesankan. Dia hanya memandang Berysa di sampul-sampul majalah beberapa tahun lalu. Namun, sekarang gadis itu telah masuk dalam dekapannya, menjadi bagian paling indah dalam hidupnya.

***

"Perjalananmu menyenangkan?" datar wanita yang tengah duduk menghadap jendela.

Bersya berdeham, "Iya."

"Sudah makan?" tanya wanita paruh baya itu lagi.

"Ya," singkat Bersya.

Ponsel gadis itu berdering memecah ketegangan di antara ibu dan anak yang tengah berbincang dengan perasaan dingin satu sama lain. Bersya segera menyambungkan panggilan, tentu saja karena kekasih yang bisa dibilang cinta pertamanya itu menelepon. Seketika, kekosongan hatinya yang selama ini benar-benar hampa tanpa kasih sayang seorang pun terisi. Jack hadir menjadi air kehidupan untuk hatinya. Bersya baru kali ini merasakan getaran yang teramat aneh. Jutaan kupu-kupu terasa berterbangan di perutnya. Bersya lagi-lagi memancarkan semburat kebahagian pada kerling matanya. Ibunda Bersya, Nyonya Reya tahu benar kalau putrinya jatuh hati.

"Kamu hanya ingin diam, Bersya?" tutur Jack di balik panggilan.

Bersya tersipu, gagu sesaat, "Oh-em-tidak,ya, Apa?"

Jack terbahak cukup lama mendapati wanitanya seperti itu, "Santai saja. Apakah kamu segugup ini berbicara denganku setelah menjawab pertanyaan itu?"

"Gugup? Padamu? Apa kamu tengah bercanda?" sinis Bersya.

"Oke, Tuan Putri. Langsung istirahat ya," jawabnya santai.

"Bye..." sahut Bersya.

"Hey! Aku akan menjemputmu dan Ibumu besok lusa. Kita makan malam bersama keluargaku. Aku harus memperkenalakan dirimu segera," sela Jack.

Bersya mendengus kesal, "Aku baru saja sampai dan kamu mengajaku untuk pergi lagi?"

"Apakah aku tidak punya hak untuk mengajak wanitaku?" balas Jack dingin.

Bersya terkekeh, "Biklah, Jack. Anggap saja ini sebagai balasan untuk menungguku selama bertahun-tahun."

Kali ini muka Jack bersemu merah. Tidak pernah sebelumnya dia seperti ini. Apalagi, hanya karena wanita.

Bersya melangkahkan kaki meninggalkan ibunya. Suara heels gadis itu bersahutan, terdengar sangat berirama. Dia membuka pintu kamar, berjalan mendekati tempat tidurnya. Namun, suatu hal menghentikan gadis itu sesaat. Bersya menatap lurus pada dinding sebelah kanan tempatnya berdiri. Sebuah kalender dengan beberapa coretan yang terhenti. Dia mengambil spidol merah pekat, kemudian mulai menyilang hingga hari ini. Tatapannya berubah membeku.

L D R(Lupa dengan Rindu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang