Don't Be A Fool(End)

103 3 0
                                    

"Apa yang Ibu lakukan di tempat ini?" ucap suara itu penuh ketegangan.

Dia masih berdiri di sana dengan mengangkat sebagian payung miliknya. Suasana yang sudah hening bertambah senyap. Wanita di hadapanya mematung seketika. Apakah ini waktu yang tepat?

Wanita itu bangkit, menoleh ke belakang, tersenyum tipis. Tubuhnya sudah basah kuyub, giginya saling menggeretak. Jari-jemarinya sudah keriput, kedinginan. Tatapan penuh teka-teki itu tak pernah nampak. Kali ini, hujan menjadi saksi bisu sebuah hal yang akan terkuak ke permukaan.

"Mengapa Ibu diam? Siapa Vem Eduarda?" ketus anaknya tak tenang.

Wanita itu menarik napas perlahan dengan emosi terguncang, "Dia anakku. Anak kandungku. Dan dirimu hanya anak yang kutemukan ketika musim dingin pertama datang. Aku sudah memperlakukanmu dengan sangat baik, kan? Kujadikan seorang anak yang tak berhubungan sama sekali dengan keturunan Eduarda menjadi pewaris tunggal. Bahkan, adikmu yang notabennya anakku sendiri kuabaikan. Tapi, apa seperti ini yang aku dapatkan? Kau memilih gadis itu? Anak dari wanita yang telah menghancurkanku?"

Emosi Jack membuncah, matanya membelalak mendapati fakta yang mengesankan. Dia mengamati sekitar, membuang payung yang sedari tadi melindungi tubuh ibunya jauh-jauh.

Jack menyeringai, "Jadi selama ini aku hanyalah anak pungut yang tiba-tiba menjadi seorang pangeran dalam semalam? Wah, Bu, seumur hidupmu pasti hanya tertanam rasa belas kasihan padaku. Bu, terimakasih sudah mengijinku menjalankan perusahaan. Aku tau itu bukan hakku. Namun, aku mengangkatnya dari krisis kebangkrutan dengan seluruh tenaga dan kemampuanku hingga titik darah penghabisan. Bu? Maafkan aku yang tidak bisa menjadi seperti apa yang engkau inginkan. Sekali lagi terimakasih untuk segala yang sudah engkau berikan. Sekarang, aku tak bisa menerima semuanya lagi. Bahkan, aku tak sanggup muncul kembali sebagai putramu atau sebagai laki-lakinya. Jadi, biarkan aku pergi dan jangan pernah mengharapkanku kembali. Oh ya, tolong urus Bersyaku. Dia tak bersalah sama sekali. Kumohon bilang padanya jika aku telah mencampakannya. Bilang padanya jika semua cintaku untuknya kebohongan belaka. Katakan padanya aku pindah keluar negeri dan takkan kembali. Atau, katakan saja pernikahanku akan segera berlangsung. Bilang padanya selama ini ku hanya main-main saja. Kumohon!"

Suasana jadi lebih tegang dari sebelumnya. Ibunda Jack tak bermaksud demikian. Pikirannya kacau, hatinya terluka. Dia tak pernah menginginkan Jack untuk pergi. Apalagi meninggalkannya seperti ini.

Mereka bertatap tanpa kata, hingga akhirnya wanita itu angkat bicara.

"Jangan pergi, Jack. Kau tetaplah anakku. Tidak ada yang berubah sama sekali. Aku takkan membiarkanmu meninggalkanku. Tidak akan pernah!" pekik wanita itu sembari memeluk putra kesayangannya.

"Aku akan bahagia jika kehidupan ini membiarkan diriku tenang sekejap saja. Biarkan aku melakukan apa yang harus kulakukan, Bu. Jangan pernah mencariku. Berjanjilah," tutur Jack tanpa keraguan.

"Aku hampir lupa jika Bersya dan diriku sama sekali tak memiliki hubungan darah kan? Menarik memang semua kekacauan terjadi karena hubungan kakak adik yang terungkap.  Tapi, semuanya palsu belaka. Lucu sekali," sambung Jack mengedikan bahu.

***

Pasir putih menenggelamkan kakinya. Angin menerpa rambut panjangnya tak karuan. Sekilas senyuman membekas dalam bibir manisnya. Genap tiga tahun dia menyaksikan sang fajar menyingsing di pantai itu setiap akhir pekan. Ombak bersahutan memecah karang yang selalu terdengar merdu. Seberkas cahaya samar-sama membuka tirai kegelapan. Gadis itu masih duduk terdiam tanpa sepatah kata pun terucap. Dalam benaknya hanya ada kerinduan. Rindu yang tak pernah berpenghujung. Rindu yang menghendaki dirinya selalu sekalut ini.

"Bersya, bisakah kita menghentikan ini?" kata laki-laki di sampingnya.

"Pergilah, Roy! Untuk apa kamu masih di sini? Bukankah Titan sudah menemaniku? Lagipula, melihatmu membuatku makin sesak," kata Bersya angkuh.

Lawan bicaranya angkat bicara, "Sudah berapa kali aku mengatakkan padamu tentang dirinya yang telah hilang? Apakah kamu tidak bisa menyudahinya saja? Dia mencampakan kita semua, kan? Terlebih, aku baru tau apabila pecundang itu bukan kakak kandungku. Betapa bodohnya aku telah ditindasnya selama ini."

-Plak-

Sebuah tamparan mendarat pasti di pipi kanan laki-laki itu. Dia terbelalak hebat. Amarah telah mencapai ubun-ubunnya.

"Kamu selalu mengacuhkanku hanya karena laki-laki tak berguna itu, Bersya? Ayolah, hidup harus tetap berjalan," katanya penuh kedengkian.

"Bersikaplah sopan kepada seniormu. Aku dan dirinya lebih tua darimu kan? Hormatilah kami," Bersya mulai tak menyukai percakapan ini.

"Baiklah. Tapi, hentikan sikap bodohmu yang selalu memujanya. Aku bahkan lebih baik seribu kali lipat dari orang itu," jawab Roy menyeringai.

"Keberadaanmu di sini hanya akan membuat perasaan adikku tak karuan. Pergilah sebelum aku menyeretmu dari tempat ini!" ketus Titan memulai.

"Oke aku akan menuruti kalian kali ini. Tapi, ingat satu hal Bersya. Roy Eduarda tidak akan menyerah untuk mendapatkan hatimu!" tawanya picik kemudia berlalu pergi.

Bersya kembali dalam lamunanya, merebahkan tubuhnya yang serasa sangat berat. Langit lebih indah dari biasanya. Aroma pagi yang menyejukkan. Dia mengepalkan tangan di dada, merasakan detak jantungnya membuncah. Jack, hanya dengan memikirkan dirinya saja Bersya sudah tak berdaya. Andai saja dia megetahui cara agar dirinya bisa bertemu dengan Jack untuk yang terakhir kali, pasti dia akan melakukan apa pun agar hal itu terjadi. Sungguh sesak yang teramat sangat.

Kembali pada kenyataan, imajinasi memang terlalu mengasikkan untuk dipikirkan. Namun, Bersya tak bisa hidup dalam ekspektasinya. Dia selalu berusaha sekuat tenaga untuk berkata dirinya baik-baik saja. Lagi-lagi hal ini hanya omong kosong belaka. Hatinya begitu sakit, seperti tersayat berkali-kali. Semua yang sudah terjadi dirasa sama sekali tak adil.

Titan menghampiri Bersya, membelai rambut adiknya perlahan, "Kamu boleh menangisi luka di hatimu. Namun, kurasa semuanya cukup sudah, Bersya. Ini pun sudah lama sekali semenjak kepergiannya. Tidak seharusnya kamu bersikap seperti ini. Ayolah bangkit."

Bersya menghela napas, "Jika aku bisa, aku sudah melakukannya semenjak dulu, Kak. Ini sulit sekali. Aku tidak bisa mengendalikan hati dan pikiranku. Dia selalu terbayang tak mau pergi. Parahnya, kehadiran Roy membuatnya makin miris. Walaupun dia bukan adik Jack sesungguhnya, penampilan serta cara bicaranya sama persis dengan pria yang kucintai itu."

Titan tak kuasa menahan gelak tawanya, "Sudahlah Bersya. Jangan ada lagi kesedihan. Lihatlah kenyataan. Jack sudah meninggalkanmu, membuangmu, juga tak peduli lagi padamu. Lalu, apa yang kau harapkan? Bersimpuh? Bertekuk lutu padanya yang angkuh? Apakah hanya dia yang terluka? Mengapa dia tak memikirkan sedikitpun yang dirasakan adikku dan keluarganya? Dia pecundang!"

Berysa termenung, menatap langit. Logikanya terbuka, untuk apa terus mengharapkan seseorang yang bahkan tak pernah bersama dengannya? Gadis itu mengakhirinya. Menyudahi pertentangan hatinya selama ini. Segurat senyuman mulai menghiasi.

"Jack, lakukan apa yang kau inginkan. Sampai jumpa!" teriak Bersya kuat-kuat.

***

Nahhh, akhirnyaaa Bersya bisa move on juga yaaaaa. Turut bahagia untuk Bersya. Yeee🙌

Yukk, seeyou on next story. Kira-kira luka apa lagi yang bakal terkuak ya?

L D R(Lupa dengan Rindu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang