BDP-3

7.3K 666 8
                                    

Prilly mendongak menatap langit gelap berhiaskan bintang yang sedaritadi menemani kesendiriannya. Menutup mata indahnya sejenak untuk menikmati angin malam yang menerpa wajah cantiknya. Seketika bayangan bersama Ricko berkelibat begitu saja di fikirannya.

"Jangan terlalu sedih yang berlebihan, semua udah di atur. Kesedihan lo ini cuma membuat orang yang ngga merasakan akan menganggap berlebihan. Ikhlaskan, bukan melupakan..."

"Setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Jangan bilang susah, kalau di tekatkan pasti bisa. Bukan di lupain tapi di simpan rapi dalam hati..."

"Bangkit dan Percaya akan ada banyak hal indah yang lo temuin setelah ini...!"

Kata-kata Ali yang sangat memohok karena di anggap sedih berlebihan beberapa waktu lalu itu membuat Prilly segera membuka matanya. Tanpa terasa air matanya menetes saat ia berkedip. Benarkan ia berlebihan?

Sudah hampir setahun Ricko pergi namun Prilly belum bisa bangkit dari keterpurukannya. Ia benar-benar merasa sendiri sekarang. Genta yang biasanya menemani kini ke luar kota karena harus mengurus bisnis keluarganya yang sedang berkembang pesat. Sedangkan Ali, sudah 7 bulan ini ia dekat dengan pria itu. Namun seminggu terakhir Ali tak pernah menghubunginya lagi. Terakhir kali ia mengirim pesan singkat mengabarkan bahwa sedang ada urusan penting. Entah urusan apa Prilly tak mau tau, ia merasa tak mau terlalu mencampuri urusan pria itu.

"Ngga! Gue ngga boleh gini terus. Gue harus Bangkit dan Percaya." Prilly menghapus air matanya, ia tekatkan dalam diri dan hatinya bahwa ia harus bangkit dari keterpurukan dan percaya akan ada yang lebih indah seperti yang Ali katakan waktu itu.

Prilly mengambil sebatang rokok lalu menyalakan dengan pematik yang berada di saku jacket levisnya. Ia mulai menghisapnya kemudian mengeluarkan asapnya melalui hidung. Mengambil ponselnya, memandangi foto candid Ricko yang masih menjadi wallpapernya.

"Kamu ganteng, tapi bego!" Prilly berkata sambil terus memandangi foto pria yang di cintai itu, sesekali ia menghisap rokoknya yang kini tinggal setengah.

"Prilly..."

Suara pria yang memanggilnya barusan membuat Prilly menoleh. Seketika mata nya berbinar melihat pria itu. Dengan cepat ia membuang rokok dan menginjaknya sampai mati setelah sebelumnya ia sempat menghisap nya lagi.

"Aaaaa Gentaaaaaa..."

Prilly memekik, ia berlari kemudian memeluk Genta yang sudah merentangkan tangannya. Genta terkekeh geli saat Prilly memeluknya begitu erat.

"Lo lama banget sih ke luar kotanya!" Prilly memanyunkan bibirnya dengan kepala mendongak menatap Genta yang lebih tinggi. Genta terkekeh, gemas bercampur senang karena wanita yang ada di dekapannya ini terlihat lebih ceria setelah adanya Ali. Entah apa yang di lakukan Ali hingga membuat Prilly tak terlalu sedih seperti lima bulan pertama ia kehilangan Ricko.

Genta sedikit melonggarkan pelukannya kemudian menunduk menatap Prilly. Ia mencubit pipi chubby Prilly dengan gemas hingga membuat wanita cantik itu memekik kesakitan.

"Biasa... nadangin hujan di bogor," canda Genta yang langsung mendapat pukulan di lengannya.

"Seriuuuss..." rengek Prilly.

"Udah deh jangan serius-serius, ntar cepet tua!" Genta kembali membawa Prilly ke dalam dekapannya. Jangan di tanya bagaimana perasaannya terhadap Prilly. Genta mencintai Prilly. Bahkan sebelum wanita itu menjalin hubungan dengan abangnya. Sampai saat ini pun ia masih sangat mencintai gadis itu. Namun cintanya masih terpendam dalam hati karena tak ingin di anggap memanfaatkan keadaan. Juga karena hadirnya Ali yang sedikit mengganggu fikirannya. Sebagai pria, ia sangat tau jika Ali juga tertarik pada Prilly. Dilihat dari tatapan dan perlakuannya yang dengan mudah membuat Prilly tersenyum. Bukan tak mungkin lambat laun Prilly juga akan tertarik pada pria itu.

Bangkit Dan Percaya (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang