BDP-24

6.4K 619 29
                                        

Langit gelap seakan ikut merasakan kesedihan. Beberapa orang menggotong tubuh yang sudah terbungkus kain putih di atas sana. Banyak langkah kaki mengikuti di iringi tangis yang begitu memilukan. Isakan, sholawatan bahkan tubuh yang terjatuh lunglai saat menyaksikan tubuh orang terkasih di masukkan ke dalam tanah itu tak juga meredakan kepiluan karena kehilangan.

"Ya Allah..." Isak Prilly seiring dengan tubuhnya yang siap terjatuh kalau saja Ali tak sigap menangkap. Berulang kali Prilly hampir saja melorot ke tanah, tak kuat menyaksikan tubuh sahabatnya tertimbun di lubang yang sama dengan dia.

Ali terus mendekap erat tubuh gadisnya itu. Sementara bu Risma yang ikut hadir dalam proses pemakaman tersebut, tak hentinya memeluk tubuh bu Rahma yang terlihat sangat hancur hingga berulang kali ia jatuh pingsan. Kehilangan putra untuk ke dua kalinya membuat dunianya serasa tak lagi berputar. Sementara papanya Genta hanya menunduk dengan air mata yang terus mengalir membasahi pipi.

Tubuh Prilly melorot di samping nisan bertuliskan nama sahabatnya saat para pelayat pergi meninggalkan pemakaman satu persatu. Kini tinggal keluarga dan sahabat Genta yang mengitari gundukan tanah itu. Semua terlihat begitu kehilangan. Terutama Prilly dan Bu Rahma. Dua wanita yang paling di cintai Genta.

"Lo pergi juga Gen..." Lirih Prilly sambil mengusap papan nisan itu. Mata hazel yang tertutup kaca mata hitam itu tak hentinya mengeluarkan air mata. Isakannya semakin terdengar begitu memilukan. Tangan kekar di samping terus mengusap kepala Prilly, sesekali menyeka air matanya yang mengalir tak berhenti.

"Prilly..." Suara lirih itu membuat Prilly lansung mendongak.

"Ibu..." Prilly berdiri dan langsung memeluk tubuh bu Rahma. Isakan terdengar bersautan dari dua wanita yang di cintai Genta itu. Para keluarga dan sahabat yang melihatnya pun tak kuasa menahan haru.

"Sekarang ngga ada lagi yang nemanin Ibu kalau Ibu lagi kesepian." Pelukan bu Rahma semakin kencang seiring dengan isakan yang memilukan itu.

"Ibu yang sabar ya Bu, Ibu masih punya aku, ada Ali juga, calon suami aku." Prilly melepaskan pelukannya lalu menyeka air mata bu Rahma. Ali? Mendengar nama Ali, bu Rahma langsung menatap Ali yang berdiri di samping Prilly. Tangannya yang gemetar terangkat untuk mengusap wajah yang Prilly sebut calon suaminya itu.

"Ali..."

Ali membalas genggaman tangan bu Rahma.

"Sehari sebelum Genta ngga ada, dia bilang sama ibu..."

Semua yang ada di sana memperhatikan Ali dan bu Rahma, terutama Reno yang sedaritadi menatap Ali dengan tatapan tak suka. Terdengar helaan nafas sebelum bu Rahma melanjutkan kata-katanya.

"Kalau ibu kangen sama dia, tatap saja Ali, karena mata Ali bisa membuat ibu tenang, sama seperti Prilly yang selalu terlihat tenang saat menatap kamu..." Bu Rahma semakin terisak ketika Ali menyeka air matanya. Berulang kali menarik nafasnya dalam-dalam, namun sesak di dadanya tak juga berkurang.

"Kalau ibu gelisah, peluk saja Ali, karena pelukan Ali bisa membuat ibu nyaman, sama seperti Prilly yang selalu terlihat nyaman saat dalam pelukan Ali..."

Prilly mengusap punggung bu Rahma saat ucapan bu Rahma semakin tersendat. Terlihat menyakitkan.

"Genta bilang, kamu pria baik, dia menitip Prilly sama kamu dan meminta kamu untuk selalu menjaganya..."

"Dia juga berterimakasih sudah selalu membuat Prilly tersenyum." Bu Rahma mengakhiri ucapannya dengan dada semakin sesak.

"Ibu..." Setelah cukup lama terdiam dan hanya mendengarkan, akhirnya Ali mengeluarkan suara dengan nada serak.

"Ali bukan orang baik seperti yang Genta bilang, Ali cuma manusia biasa yang pernah berbuat salah bahkan pernah menyakiti Prilly..." Ali menyeka air mata bu Rahma setelah sempat menoleh pada Prilly yang berada dalam dekapan mama-nya.

Bangkit Dan Percaya (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang