BDP-26

6.8K 598 88
                                    

Lelah.
Setiap hari ada saja perdebatan. Cobaan menjelang pernikahan. Mungkin banyak orang bilang begitu. Semakin dekat hari H, emosi kadang semakin tak terkendali. Apa-apa ribut. Seperti saat ini. Gaun pengantin sudah hampir sempurna, tapi Ali meminta untuk di perbaiki karena terlalu terbuka. Padahal di awal sudah setuju, tapi sudah jadi malah menggerutu.

"Kan udah saya bilang, jangan terlalu terbuka Mbak!"

Pemilik butik pun jadi kena sasaran karena tak mendengarkan dirinya yang meminta agar bagian dadanya jangan terlalu rendah. Awalnya memang sudah sepakat agar bagian dadanya jangan terlalu terbuka, sudah di turuti tapi menurut Ali masih terlalu terbuka.

"Waktu di awal, saya bilang begini, Mas Ali menyetujui."

Ali mendelik membuat mbak pemilik butik itu langsung menciut.

"Jadi saya yang salah? Kamu dengar ngga waktu saya bilang jangan terlalu TERBUKA!" Ali semakin menekan kata terakhirnya. Sementara Prilly hanya diam sambil memijat pelipisnya yang terasa sangat pening.

"Kamu sih, kan udah aku bilang ke butik Tante Nay aja, kamu malah tetap kekeh maunya di sini!" Akhirnya Prilly dapat amukan juga. Prilly memang memilih butik langganan keluarganya karena hasilnya tak pernah mengecewakan. Sebenarnya memang bagus, tapi Alinya saja yang banyak maunya. Begini salah, begitu salah.

"Bahannya kasih dia aja Mbak, biar dia sendiri yang jahit!" Prilly menyeletuk asal. Pusing menuruti maunya Ali. Kemarin ribut masalah undangan. Sebelumnya masalah siapa saja yang mau di undang.

Mendengar celetukan Prilly, si Pemilik butik hampir melepaskan tawanya kalau saja Ali tak melotot padanya.

"Kamu kan bilang jangan terlalu terbuka, ini ngga terlalu terbuka loh sayang."

"Ngga terlalu terbuka gimana? Kalau kamu pakai ini, bisa-bisa tumpah aset kamu, aku ngga rela!"

Prilly tertawa mendengar Ali mengatakan asetnya akan tumpah kalau tetap memakai gaun itu. Dasar lebay.

"Rugi aku kalau orang-orang pada lihat!" Lanjutnya kesal.

"Terus kamu maunya gimana?" Prilly bertanya pasrah daripada ia memutuskan dan ujung-ujungnya salah lagi.

"Di rombak ulang, bagian dadanya di naikin sedikit, jangan terlalu rendah begitu!"

"Mbak Bel, gimana? Bisa ngga?" Prilly bertanya pada Bella, si pemilik butik itu.

"Bisa kok Prill,"

"Tuh, terus apalagi yang mau di perbaiki, di omongin sekarang, waktunya udah ngga banyak loh!" Prilly kembali bertanya pada Ali. Lagi malas ribut jadi biar saja Ali yang menentukan maunya bagaimana.

"Udah, itu aja. Awas ya kalau ngga sesuai, saya minta ganti rugi tiga kali lipat!" Ali mengancam tanpa menatap Bella sedikitpun.

"Maaf ya Mbak Bel, dia memang begitu kalau belum minum obat." Prilly sedikit berbisik lalu cekikikan di ikuti tawa Bella yang pecah.

Ali memang seperti itu. Jika belum mengenal, maka yang di perlihatkan wajah dingin dan tatapan datarnya. Tapi kalau sudah dekat, aura petakilan dan jailnya pasti akan terlihat.

"Oh ya Mbak, seragam untuk keluarga udah jadi?" Prilly bertanya sambil mengiringi langkah Bella yang ingin mengantarnya keluar.

"Udah, nanti sore langsung di antar ke rumah kamu." Bella membalas sambil sesekali melirik ke pinggang Prilly yang di rengkuh posessif oleh calon suaminya. Sangat posessif.

"Kemarin Mama kamu telfon katanya tambah satu buat cowok, yang tambahan itu menyusul yaaa!" Lanjutnya yang langsung di jawab anggukan oleh Prilly.

"Makasih ya Mbak Bel, maaf sekali lagi." Prilly berkata tak enak karena perlakuan Ali tadi.

Bangkit Dan Percaya (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang