Setelah kepergian Emily, Ruby membatalkan acara menjelajahnya mood-nya sudah hancur dengan kedatangan Emily. Akhirnya ia kembali ke dalam rumah yang masih sepi karena tadi Robert mengusulkan membawa tamu-tamu untuk melihat-lihat perkebunan dan system untuk menjalankan perkebunan itu serta nanti Robert juga akan membawa para tamu untuk berkuda.
Ruby sedang berjalan melewati bagian dapur rumah itu ketika mendengar suara panik Susan “aduh bagimana ini!”
Sedikit ragu-ragu di bingkai pintu Ruby melihat keadaan dapur yang berantakan, sangat berantakan kalau boleh jujur “ada apa?” tanyanya pada Susan yang panik, hampir menangis.
“eh…umm…”
Melihat keraguan wanita itu untuk bicara Ruby menenangkan “tidak apa-apa, ceritakan saja siapa tahu aku bisa membantu”
“koki kami sedang sakit dan aku barusaha untuk menggantikannya membuat kue tetapi seperti yang bisa kau lihat sendiri” Susan melihat ke sekeliling dapurnya yang bertaburan tepung dan telur “usahaku gagal” ratapnya.
“aku bisa membantu kalau hanya membuat kue” Ruby menawarkan
“benarkah” kata Susan dengan mata membulat, terdapat harapan di matanya.
“benar, tinggal kau bilang saja berapa banyak kue yang harus kubuat. Bahan-bahannya masih ada?”
“aku akan membantu.” Kata Susan dan ia pun menunjukkan bahan-bahan yang tersisa “untuk kue-nya bisa kau buat sekitar 100 kue? Itu untuk para pekerja, biasanya aku selalu memberikan mereka dan keluarga mereka kue sebulan sekali sebagai rasa terima kasih atas kerja keras mereka.
“hmm…ini sepertinya cukup untuk membuat sekitar 100” gumam Ruby. “bagaimana kalau kita membuat cup cake?” tanyanya. karena cup cake merupakan kue yang mudah untuk dibuat dalam jumlah banyak.
Susan mengangguk menyetujui dengan bersemangat seperti anak-anak.
Setelah membersihkan dapur dibantu oleh pengurus rumah, Ruby menakar bahan-bahan yang ada agar cukup untuk membuat 100 cup cake. Dibantu Susan mereka mencampur bahan-bahan disertai canda tawa dan mereka menjadi lebih mengenal satu sama lain.
Susan menceritakan kisah cintanya dengan Robert dimana ia langsung jatuh cinta pada pandangan pertama dengan pria itu dan bertekad untuk membuat Robert menjadi suaminya yang sudah dibuktikannya.
“Wow!” hanya itu yang bisa keluar dari mulut Ruby mendengar cerita Susan. Bener-bener wanita penuh tekad, batin Ruby kagum dengan keberanian wanita itu.
“dan untungnya sampai sekarang kami tetap harmonis.” Kata Susan, wajahnya memerah ketika mengatakan itu.
“benar-benar romantic. Coba nanti aku sama Evan bisa langgeng.” Kata Ruby menghayal
“Evan?”
“eh…maksudnya Aidan. Iya semoga aku sama Aidan bisa langgeng kaya tante.” Ruby cepat-cepat memperbaiki kata-katanya yang keceplosan. Uweeekkkk…. Najis ijis cuih deh kalo langgeng sama si Mr.AROGAN itu, bisa kaya di neraka nanti gara-gara selalu perang.
“kalian pasti langgeng kok, tante perhatikan kalian itu cocok satu sama lain.” Kata Susan
“ah tante bisa aja. mana mungkin sih tante…”
“bener loh Aidan selalu memperhatikanmu saat kau tidak melihat dan tatapannya itu loh…bikin para wanita iri.” Kata Susan
Hanya senyum yang dapat Ruby tampilkan, dalam hati ia mengakui akting pria itu sampai-sampai semua orang percaya mereka benar-benar kekasih lalu ia kembali melanjutkan mengocok adonan dan memanggang.