21+. Seorang wanita berparas cantik, bertubuh indah, berkulit putih bak pualam, mata biru gelap segelap laut dalam, berotak cerdas, sukses dan kaya. Apa yang kurang dari seorang Araxi Amora Hernandes? Hanya satu. Bibir ranum itu tak pernah tersenyum...
Kali ini untuk Maxi dan Anna dulu di part ini. Terima kasih untuk yang sudah vote dan follow. Semoga kalian suka. Maunya cerita Maxi dan Anna aku buat seri sendirinya. Ini bocoran aja ya.. Enjoy it..
**************************
Hari ini adalah hari kepulangan Maxi kembali ke Indonesia setelah menjalankan tugasnya di Jerman sana membantu sang adik, Rixi, dalam menjalankan proyek barunya. Maxi sangat bersemangat melangkah ke gedung perkantoran elit miliknya. Ia berencana ingin menemui Anna yang belum tahu tentang kepulangannya. Ia bahkan tak pernah menghubungi Anna setelah penyatuan mereka beberapa hari lalu yang lalu.
Maxi melangkah menuju lantai dimana ruangannya dan ruangan Ara, adiknya, berada. Maxi entah kenapa merasa tak sabar untuk menemui wanita yang ia paksa untuk menjadi miliknya. Jantung Maxi berdebar amat kencang setiap membayangkan wajah takut dan gugup Anna saat melihatnya. Itu menggemaskan baginya, selalu membuatnya ingin melihat wajah memucat itu tercetak diwajah wanitanya. Tapi sayang, Maxi belum menyadari perasaannya pada Anna.
Maxi melangkah cepat karena rasa tidak sabarnya dan mendekati meja Anna. Namun Maxi menghentikan langkahnya seketika saat berada beberapa meter dari meja wanitanya. Maxi mengepalkan tangannya geram dan menatap tajam pada sepasang manusia yang sedang mengobrol dan tertawa bersama.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Anna tidak menyadari kehadiran Maxi didekatnya. Saat ini Anna sedang mengobrol dengan sahabatnya yang bekerja diperusahaan yang sama dengannya. Anna bercanda gurau tanpa sadar bahwa dirinya dalam bahaya. Hingga suara orang yang sangat ingin dihindarinya, menyentaknya.
"Apa kalian dibayar untuk tertawa dan bermesraan diperusahaan ini?" Ucap Maxi dingin.
"Ssselamat ssiang, Tuan." Sapa Anna dan sahabatnya bersamaan.
"Permisi, Tuan. Gue pergi dulu ya An." Ucap sahabat Anna meninggalkannya.
Maxi mendekati meja Anna dan menatapnya tajam. Anna merasakan aura intimidasi dari lelaki yang beberapa hari ini menjadi pusat fikirannya. Ia hanya bisa menunduk, padahal ia sangat ingin menatap wajah tampan dingin itu.
"Dimana Ara?" Tanya Maxi dingin.
"Nona Araxi diruangannya, Tuan. Bersama suaminya. Mereka makan siang bersama didalam." Ucap Anna berusaha tenang sambil menunduk.
"Angkat wajahmu dan tatap aku." Perintan Maxi dingin. Anna mengangkat wajahnya takut.
Saat mata mereka bertemu Anna merasakan sebuah kerinduan didalam hatinya. Jantungnya berdetak amat cepat, membuat tubuhnya otomatis bergetar dan lemas. Matanya tiba-tiba berkaca-kaca karena luapan perasaan dihatinya. Anna mengerjapkan matanya untuk mengusir air mata nakalnya itu. Maxi tertegun melihat wajah Anna yang sedang menahan tangisnya.
'Kenapa dia ingin menangis? Apa dia sebegitu takutnya padaku?' Batin Maxi.
"Kenapa kamu menangis? Apa kekasihmu itu menyakitimu?" Tanya Maxi sarkas. Anna hanya menggeleng. Maxi mengernyit salah paham dan menatap tajam Anna.