Enam : Heart Beat

254 20 2
                                    

"Ohiya Cait, tadi bang Afi ke uks ga?" tanya Laras sambil berjalan disamping Caitlin.

"Iya, terus tadi kak Afi sempet ngamuk sama kak Adi, tapi untungnya ada kak Adrian terus kak Adrian ngejelasin kalo ini emang challenge dari kak Adrian. ngeri sih pas liat kak Afi yang kalem adem ngamuk gegara lo" jelas Caitlin dengan ekspresi heboh.

"Asli lo?" Laras masih tidak percaya dan menghentikan langkahnya.

Caitlin memutar bola matanya dan mengacak rambut Laras, "Menurut lo? Gue ada tampang boong gitu?" tanya Caitlin menautkan sebelah alisnya.

"Et et, diem-diem jangan gerak" ucap Laras menahan lengan Caitlin, Caitlin yang bingung menjambak rambut Laras.

"Heh kupret, apaan si lo"

Laras menempelkan jari telunjuk di bibir nya, "Lo bisa diem ga si? Liat tuh" ucap Laras pelan, tangan kirinya menunjuk kearah lorong kelas duabelas.

Caitlin tidak mengerti apa maksud Laras, "Apa?" bisik Caitlin, tiba-tiba Laras menarik tangan Caitlin, mereka kini jongkok dengan lutut sebagai tumpuan.

Laras terus memperhatikan percakapan dua orang itu, ka Amel -sekretaris OSIS- dan bang Hanafi -kakak Laras-

"Jujur deh Mel, ga usah bohongin perasaan lo. Tau kan Eldy suka sama lo?" Suara bang Hanafi samar-samar terdengar.

"Emang ada ap--" ucapan Caitlin terpotong saat tangan Laras menutup mulutnya.

"Bisa diem ga sih kampret" ucap Laras menjitak kepala Caitlin.

"Lo kenapa sih" Caitlin memutar bola matanya malas, dan melihat titik perhatian Laras.

"Itu kan ba--" Laras dengan cepat menutup mulut Caitlin, takut-takut sahabatnya ini berbicara dengan volume diatas rata-rata.

"Diem, liat aja" ancam Laras tajam dan kembali melihat objek di lorong kelas dua belas.

"Tapi sori banget Mel, gue udah janji sama Eldy. Lo tau kan Eldy sohib gue? Ngga mungkin kan gue tusuk sohib gue sendiri? Gue ngga maksa cuma gue mau lo fikir baik-baik. Udah itu aja" ucap seseorang samar-samar.

Laras hanya manggut-manggut dan semakin serius memperhatikan percakapan dua orang itu. Mereka berdua sudah tidak asing lagi bagi Laras.

"Amel ngerti kak. Tapi seengganya kan? Ka Afi juga hargain perasaan Amel? Kenapa harus kak Eldy?" tanya lawan bicara cowok itu, -Amel-

Cowok itu -Hanafi- hanya diam. Sebenarnya ia ingin mengungkapkan namun tertahan dan memilih untuk diam agar ucapannya tidak menyakiti telinga yang mendengar.

"I know, jalanin aja dulu. Gue udah sama Wafa. Kita saling hargai aja ya, gue ga mau masalah ini makin ruwet. Gue mau ke kelas, mau bareng?" tawar Hanafi dengan ekspresi wajah sulit ditebak.

Amel hanya mengangguk, bukan mengiyakan tawaran Hanafi, gadis itu membenarkan almamater OSIS nya dan pergi meninggalkan Hanafi di koridor.

Laras yang melihat kejadian dramatis ini bingung, harus tertawa atau ikut berduka. Jujur, Laras tidak pernah melihat abangnya, yang akrab disapa Afi galau kayak gini.

"Cait, lo ikutin ka Amel gue mau samperin bang Afi. ok?" ucap Laras dan hendak berjalan namun tangannya ditahan oleh Caitlin.

"Lah? mau ngapain?" tanya Caitlin kesal dengan tingkah sahabatnya.

"Nanti juga lo tau udah lo ikutin"

***
Adrian dan Adi sedang duduk di kantin, ngobrol seperti biasa hanya saja topik pembicaraan mereka kali ini lebih seru, "Lo yakin Yan ga tertarik sama Laras? mayan lah cakep" goda Ray, sohib Adrian juga.

Adrian & KenanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang