Tujuh Belas : Weird

197 21 0
                                    

   Laras diam mematung. Nafasnya tercekat, ulu hatinya terasa nyeri seketika. Adi dan Adrian, beberapa hari belakangan ini mereka sudah tak terlihat lagi akrab berdua. Bahkan, Adrian memutuskan untuk pindah kelas, ke kelas sebelas IPS tiga.

   Laras yang biasanya menjadi korban jahil Adi dan Adrian merasa semuanya hilang, ini bukan akhir tetapi ini awal yang menyakitkan. Laras duduk di kursi koridor sekolah, siswa-siswi SMA Nusa berlalu lalang dihadapannya. Gadis itu menatap kosong kearah depan.

   "Hey!" tegur seseorang lalu duduk disebelah Laras, Laras terkejut lalu berdecak kesal ketika tahu siapa orang yang mengejutkannya.

   Laras memutar bola matanya malas, "Kak Adriiii" ucap Laras malas kemudian menggembungkan pipinya dengan tangan dilipat diatas dada.

   "Kenapa ngelamun disini?" tanya seseorang itu–Adrian–sambil menautkan alisnya.

   "Mau tau aja" jawab Laras malas, kemudian beranjak dari kursi, tapi nihil Adrian menarik tangannya hingga gadis itu kembali duduk disebelahnya.

   "Siapa yang nyuruh pergi?" tanya Adrian dengan tampang cool nya, Laras yang terpikat langsung duduk tanpa menghiraukan niatnya tadi.

   "Pulang sekolah jalan yuk" ajak Adrian tersenyum, memamerkan lesung pipinya.

   Laras menggelengkan kepalanya, menghela nafas dan "Ngga, banyak pr" tolak Laras terang-terangan, "Kecuali kalo sama kak Adi" sambung Laras tersenyum menang ketika melihat Adrian membelalakan matanya.

   "Sama dia? Mending ga usah Ras" air muka Adrian berubah, tidak seceria tadi. Laras yang merasakan perubahan Adrian langsung menunduk.

   "Yaudah, gue ke kelas dulu ya" Adrian mengacak rambut Laras kemudian pergi menuju kelasnya, lebih tepatnya kelas barunya.

   Laras mendongakkan kepalanya, melihat punggung Adrian yang perlahan mengecil dan menghilang ditelan pintu.

   Gadis itu menghela nafasnya, lagi-lagi kesakitan itu datang tanpa izin. Semuanya sudah berubah, semua sudah tak sama lagi.

***
   "Udahlah Di, si Adrian aja ga pernah peduli dengan lo! Terus lo masih mau ngalah gitu? Nyerahin si Laras sama Adrian? Lo suka kan sama Laras? Kenapa ga lo tikung aja? Lo itu cowok Di, bukan banci taman lawang!" ucap seseorang, rahangnya mengeras.

   "Lo juga bisa bikin si Hanafi babak belur, persis dengan apa yang udah si Hanafi buat sama lo, gue memang temannya Hanafi, tapi bukan berarti Hanafi bisa bebas seenaknya sama gue. Hancurin aja mereka" sambung orang itu, otaknya mendidih karena emosi.

   Adi.
   Pria itu diam, kacamatanya masih setia bertengger ditelinganya, rahangnya mulai mengeras, tangannya mengepal keras.

   Merasa berhasil, pria itu tersenyum licik kemudian menepuk bahu Adi, "Ambil Laras sekarang atau nanti lo ga akan dapat apa-apa" ucap pria itu.

   Air muka Adi berubah, urat wajahnya menegang, "Diem Gav! Atau lo yang bakal babak belur!" sembur Adi dengan refleks memukul meja kantin dan pergi meninggalkan seseorang bernama Gav tersebut.

   "Gue harus kasih tau Laras" gumam seseorang kemudian pergi dari kantin.

***
   "Yan, cmon dude lo ga bisa kayak gini. Se-jahat apapun Adi, dia tetep sahabat lo, tetep sahabat kita" ujar Ray, Adrian masih sibuk dengan kegiatannya.

   "Tau apa lo soal sahabat" Adrian menjawab, dengan nada sedikit kesal.

   "Gue tau apa itu sahabat, semenjak gue kenal sama lo, Ray, dan Adi Yan" kini Jaka yang bersuara. Kesal dengan sikap Adrian yang sama sekali tidak memberikan respon apapun.

Adrian & KenanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang