OMBAK

281 12 0
                                    

"Lo mau ini gak Ae?" tawar Danar pada Ae saat melihat sepasang kuncitan berbandul bintang laut

"Ngga"

"Kalo ini?" tawar Danar lagi saat ia melihat jam tangan berwarna biru muda

"Ngga, Nar. Gue lagi ga pengen apa-apa. Udah jalan lagi aja yok."

Sudah 3 jam Danar dan Ae berada di pusat perbelanjaan di tengah kota. Sebenarnya ini usul danar karena ia sendiri bingung ingin mengajak Ae kemana. Seharusnya Ae senang, namun entah kini ia sedang sangat kesal. Jangan-jangan gue lagi pms. Ujar Ae dalam hati

Tiba-tiba matanya menangkap sepasang flat shoes berwarna biru muda dengan aksen mahkota. Persis seperti jepit yang ia temukan dikeranjang piknik yang pertama. Tiba-tiba ia teringat, mungkin dirinya hanya sedang kesal karena ia tak mendapatkan keranjang pikniknya yang ke empat hari ini, jadi moodnya kurang baik.

Mereka memutuskan untuk makan dahulu karena kebetulan Ae juga belum sarapan dari tadi pagi. Dengan cepat, seporsi kwetiaw goreng dan segelas milktea sudah hadir didepannya. Ia tersenyum pada danar dan mengucapkan terimakasih.

"Ae, lo capek gak?" tanya Danar disela-sela mereka makan

"Nggak, emang kenapa?"

"Gue mau ngajak lo ke suatu tempat. Mau ya?"

"Asal jangan yang aneh-aneh aja" Danar mengangguk dan kembali makan. Namun tak lama, Danar meminta izin ke toilet. Selang 15 menit, Danar kembali dan langsung mengajak Ae ke parkiran.

^^^

Sekitar 45 menit perjalanan, akhirnya mereka sampai di tempat tujuan. Pantai. Danar mengajaknya ke pantai. Ae menelan ludahnya.

'Inikan, pantai favoritnya Azka' gumam Ae

"Yuk turun. Gue jamin lo pasti suka" mereka berdua turun dari mobil dan langsung duduk di bawah pohon teduh

Batu-batu karang tersusun rapi nan indah seakan-akan sudah ditata sedemikian rupa. Berbagai bentuk dan ukuran menambah kecantikan pantai ini. Pohon-pohon bakau tertanam di beberapa tempat di pinggir laut. Suara deburan ombak dan suara kicauan burung berpadu menciptakan melodi yang pas di telinga. Pantai ini sepi, karena sekarang memang bukan musim liburan. Ae menarik nafas dan menghembuskannya pelan. Berusaha menikmati suasana dan menghirup banyak-banyak udara segar disini. Karena di pusat kota, ia tak bisa mendapatkan hal seperti ini.

Ae melinting celana panjangnya sampai sebatas lutut. Meninggalkan tas dan sepatunya di bawah pohon kemudian berjalan pelan mendekati laut. Danar tak melakukan apapun. Ia hanya memandangi punggung Ae yang semakin lama semakin jauh, semakin mendekati laut. Ae merasakan dinginnya air laut membuat kakinya kembali segar setelah 5 jam berlindung di balik sepatu. Ia mencari karang kering terdekat dan duduk diatasnya. Memandangi mentari yang sedang bersiap-siap tenggelam ke dasar laut yang paling dalam. Ia melirik jam tangan yang bertengger di pergelangan tangan kirinya. Pukul empat lebih lima puluh lima menit. Setelah 3 jam di mall dan perjalanan sekitar 1 setengah jam, seharusnya ia merasa letih sekarang. Tapi tidak, rasa letihnya langsung menguap begitu sampai disini. Ia jadi teringat Azka. Lagi-lagi Azka. Apa ini tanda-tandanya jika ia tak bisa move on alias gagal move on dari Azka? Oh Tuhan!

Azka pernah berkata 'Lupakan semua masalahmu saat sedang bersamaku. Karena diriku tak bisa jika harus melihat air matamu yang mengalir begitu deras didepanku. Berjanjilah kau tak akan menangis lagi didepanku' dan hal itu masih terngiang-ngiang di kepala Ae. Setetes air mata jatuh mengenai seekor ketam yang sedang berjalan dibawah Ae

"Ombak jahat ya. Dia terus-terusan nerjang karang, bikin karangnya jadi bolong seakan-akan karang itu rapuh" ujar Danar dari belakang Ae yang entah sejak kapan berada disana

"Ombak emang bikin karang jadi bolong. Tapi lihat, bolongan itu bisa dijadikan tempat tinggal untuk ketam dan ikan-ikan kecil yang hiidup di bawah karang itu. Di balik kekejamannya, ombak memiliki maksud tersendiri"

"Kalau gitu, manusia juga bisa jadi ombak kan? Manusia berlagak seperti orang yang jahat. Namun belum tentu maksud dan niatnya jahat juga. Iya kan?"

Ae tertegun mendengar penuturan Danar. Hatinya seperti baru saja di hantam sebuah godam berduri yang membuat hati itu merasakan perih dari luka lama yang ternyata belum mengering. Dirinya sadar, dia tahu apa maksud Danar barusan.

Jika ia bisa menjabarkan, Danar berkata bahwa Azka memang terlihat seperti orang jahat yang menyakiti dan melukai Ae. Tapi, dibalik semua itu Azka pasti punya alasan yang memang menjadi dasar akan keputusan Azka. Ah! Andaikan Azka ada disini. Ia ingin memeluk laki-laki itu dan mengucapkan beribu terimakasih yang belum sempat ia ucapkan semenjak ia dan Azka mengakhiri hubungan mereka, bahkan saat pertemuannya di toko buku tempo hari.

Ae menoleh kebelakang dan menatap Danar

"Thanks. Lo udah bantuin gue buat percaya kalo gue bisa dapet yang lebih baik dari Azka. Thanks juga lo udah buat mata hati gue kebuka, sekarang gue sadar. Kalo karang itu gak segera diisi, maka karang itu akan terus diterjang ombak 'sebenarnya' dan benar-benar menjadi rapuh. Dan artinya, gue juga harus move on dan cari pengganti Azka kan?"

Danar tersenyum dan menganggukan kepalanya. "Tapi bukannya lo udah move on ya? Katanya lo suka sama kak Ron. Bener gak tuh?"

"Ha? Ron? I-iya sih gue suka sama Ron. Tapi gue ragu, ini perasaan suka atau hanya sekadar kagum. Itu yang bikin gue bingung"

"Gini aja deh. Gue kasih lo clue buat nyelesain masalah lo. Kalo sekarang, lo lagi nyaman sama siapa?"

"Nyaman? Ngga ada sih. Cuman ya gak tau lagi"

"Itu aja cluenya, kalo kebanyakan batuk ntar"

"Ye, dikira lo ngasih gue permen apa, kalo kebanyakan batuk. Btw, ini beneran, makasih ya"

"Makasih mulu lo daritadi. Traktir kek, apaan kek. Jangan makasih doang"

"Ogah, makan aja tuh makasih"

Adik Kelasku, Ketua Osisku, PacarkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang