GADIS A

157 4 0
                                    

Minggu pagi ini, Trixie memiliki janji dengan mamanya untuk pergi berbelanja di pusat perbelanjaan di pusat kota. Awalnya Trixie menolak, karena minggu kemarin dia juga sudah ke sana. Tapi, mau bagaimana lagi, jika mamanya yang meminta ia tak mungkin bisa mencari alasan untuk menolaknya.

“Ma, ayo cepetan. Ntar parkirannya keburu penuh” teriak Trixie dari ruang keluarga. Mamanya langsung keluar kamar dan memandang putri semata wayangnya

“Bentar dong. Kan yang ngajak mama. Kenapa sekarang jadi kamu yang pingin buru-buru, sih?”

“Udah ayok, ah. Mama lama.” rengek Trixie tanpa menjawab pertanyaan mamanya.
30 menit kemudian mobil mereka terparkir rapi di basement mall yang rupanya masih sepi. Yang benar saja, sekarang masih pukul 11 siang. Jelas mall baru buka.

“Ma, ke toko buku dulu yuk. Trixie mau beli novel yang baru aja keluar kemaren.”

Mamanya menuruti dan masuk kedalam toko buku yang masih sepi. Mereka berpencar. Mamanya ke area buku wanita dan Trixie sendiri berjalan ke area novel.
Saat sedang memilih buku tak sengaja ia melihat Ron berjalan dengan perempuan disebelahnya. Ya, tak mungkin ia salah lihat. Tapi siapa perempuan itu? Saat akan menghampiri Ron, mama Trixie memanggil dari jauh. Terpaksa ia meninggalkan Ron dan perempuan yang belum ia ketahui siapa.

Setelah berkeliling berjam-jam. Akhirnya mereka memutuskan makan di sebuah restoran. Trixie mengedarkan pandangannya dan menemukan siluet Ron sedang duduk membelakanginya di meja nomor 12. Tetap bersama perempuan yang tadi. Ia menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri untuk melihat perempuan itu, tapi para pengunjung lainnya menghalangi pandangannya.

Trixie memutuskan untuk ke kamar mandi yang tak jauh dari tempat Ron dan perempuan itu duduk. Saat sudah dekat, seorang pelayan menyerahkan bill pada Ron. Badan pelayan itu menutupi wajah perempuan tersebut. Yang ia lihat hanyalah tangan kiri perempuan itu yang dihiasi gelang berwarna merah muda berbandul huruf A dan mickey sling bag putih yang tersampir di belakangnya. Ia berdiam diri di kamar mandi. Tak ingin berlama-lama, Trixie keluar dan tak menemukan siapapun yang duduk di meja nomer 12. Sial! Ia kehilangan jejak Ron dan perempuan itu.

^^^

“Guys, gue mau ke perpus dulu.”

“Tumben lo ke perpus? Bilang aja kalo mau ke kantin tapi gak ngajak-ngajak” ujar Ae bercanda.

“Lo mah kantin mulu. Ini beneran gue mau ke perpus. Bye” Abigail melambaikan kedua tangannya.

Bagi Trixie gelang yang dipakai Abigail benar-benar terasa familiar. Tapi dimana Trixie  melihatnya? setelah beberapa saat Trixie ingat dimana ia melihat gelang itu. Mall! Ingatan Trixie melayang pada kejadian seminggu yang lalu. Gelang itu sama persis seperti yang dipakai perempuan yang bersama Ron saat itu. Ia yakin bentuknya sama persis. Sama-sama merah muda, berbandul huruf A dan dipakai di tangan kiri. Jangan-jangan perempuan yang ia lihat itu adalah Abigail? Tapi sejak kapan mereka dekat? Melihat mereka bicara saja sepertinya tidak pernah. Kali ini Trixie memang harus memata-matai Abigail.

‘Maafkan Trixie Ya Tuhan, bukan maksud Trixie mau mata-matain Abigail. Tapi, ini juga demi kebaikan persahabatan kita. Maafin Trixie.’ batin trixie

“Ae, gue ke kamar mandi dulu ya, bentar doang. Ini udah di ujung, sumpah”

Trixie berlari keluar kelas. Alih-alih ke kamar mandi, ia malah ke perpustakaan. Ia ingin mencari tahu apa yang sedang Abigail lakukan disana. Apalagi setelah ia melihat gelang itu. Ia jadi sedikit curiga.
Kecurigaan Trixie menghilang dan digantikan oleh perassan terkejut. Benar saja, Abigail sedang duduk di ruang referensi dengan Ron disebelahnya. Mereka tertawa tanpa suara dan berbincang pelan seperti mereka sudah akrab sejak dulu. Walau Trixie bukan Ae yang memiliki perasaan pada Ron, ia juga merasa sakit hati. Melihat Abigail, sahabatnya sendiri menusuk Ae, sahabatnya juga dari belakang. Terkuak sudah rahasia Abigail selama ini. Trixie meninggalkan perpustakaan saat melihat Ron mengusap rambut Abigail dengan lembut dan menyelipkan poni panjangnya yang menutupi sebagian wajah Abigail.

“Lo ngapain aja di kamar mandi? tidur lo? Lama banget”

“Hehe, sorry. Tadi antri banget” Ae mengangguk mengerti. Lalu Ae membuka chatnya dengan Ron dan ia tunjukan pada Trixie.

“Trix, Ron makin lama, jadi kayak kurang peduli gitu. Dia jadi jarang bales chat gue, jarang nelpon gue, jarang ngabarin gue. Gue jadi takut. Tapi, nanti pulang sekolah dia ngajak gue jalan. Gue harus gimana?” seru Ae kesal sedangkan Trixie tersenyum prihatin di balik layar ponsel milik Ae.

“Kayaknya Ron mau ngasih lo kejutan deh, Ae.” ujar Trixie setelah membaca chat di ponsel Ae, ia berusaha agar raut mukanya tak tampak

“Bisa jadi. Soalnya hari ini 2 bulan gue jadian sama dia. Ya, semoga apa yang lo bilang itu beneran ya, Trix” Trixie tersenyum

‘Dan semoga yang gue liat itu salah ya, Ae’ batin Trixie

^^^

“Lo udah nunggu lama?” tanya Ron ketika dia sudah berdiri di depan Ae. Ae tersenyum kemudian menggeleng, “Hei, nggak kok”

“Kita langsung aja ya” Ae mengangguk dan masuk ke kursi depan.

Dalam mobil, suasana benar-benar hening. Ae tak bisa memulai pembicaraan. Sedangkan Ron sendiri tengah menyetir, namun sesaat pikirannya melayang entah kemana. Dan tanpa Ae tahu, Ron telah mengaktifkan program menyetir otomatis. Terbukti saat ponsel Ron membunyikan nada dering sebagai tanda ada panggilan masuk, tapi Ron tak mengangkat bahkan tak menoleh sedikit pun. Panggilan Ae pun tak didengar oleh Ron, sampai Ae menyentuh lengan Ron barulah kesadarannya kembali.

“Ada telfon, tuh. Diangkat aja. Berisik” ujar Ae kalem

Ron mengangkat telfonnya dan mengucapkan beberapa patah kata. Setelah itu, Ron mematikan panggilannya secara sepihak. Ae tak tahu siapa yang menelfon. Ia hanya mendengar kata-kata ‘habis ini’, ‘sabar dikit ya’ dan ‘aku juga’
Aku? Sejak kapan Ron memanggil dirinya sendiri dengan kata aku? Bahkan dia memanggil Ae yang notabene adalah pacarnya masih dengan sebutan ‘lo’. Ae menggerutu dalam hati. Apa yang sebenarnya sudah Ron sembunyikan darinya?

Adik Kelasku, Ketua Osisku, PacarkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang