MENEMBUS HUJAN

460 16 0
                                    

Bel pulang sekolah telah berbunyi sejak dua puluh menit yang lalu. Selama itu pula hujan mengguyur menemani Ae yang sedang menunggu Abigail dan Trixie yang membolos pelajaran Fisika di jam pelajaran terakhir. 

Karena kesal, Ae bangkit dari kursinya dan menggendong tasnya di satu bahu. Ia berjalan keluar kelas sambil membaca novel yang belum selesai ia baca tadi pagi.

Disisi lain sekolah, Danar baru saja keluar dari ruang kepala sekolah dengan membawa kertas berisi bahan debat caketos untuk besok. Ia habis di wawancarai oleh kepala sekolah langsung mengenai visi dan misinya tersebut.
Seharusnya wawancara selesai lima belas menit lagi. Namun, Danar meminta izin agar di pulangkan lebih cepat karena ia harus menghadiri bimbingan belajar yang ia ikuti.

Karena terlalu fokus dengan kertas-kertas yang ia bawa, Danar tak menyadari keberadaan perempuan yang ada didepannya. Danar menabrak bahu perempuan itu, menyebabkan buku yang ia bawa terlempar ke bawah guyuran hujan.

Mata Ae melebar dan mulutnya terbuka. Novel yang ia impi-impikan sejak sebulan yang lalu jatuh di bawah guyuran hujan. Ae berbalik dan menatap orang yang telah menabrak bahunya.

"Eh dek, kalo jalan bisa hati-hati gak sih? Lihat noh, novel gue jatoh kan gara-gara lo. Gue gak mau tau, lo harus ganti novel gue"

"Eh, mbak. Maaf ya, ini bukan sepenuhya salah saya. Mbak sendiri tadi kenapa baca novel sambil jalan? Inikan akibatnya"

"Nih bocah berani banget sama kakak kelas. Mana sopan santun lo? Ke kakak kelas aja gak sopan. Oh iya, lo caketos kan? Kayak gini, caketos? Mau jadi apa sekolah ini"

"Mbak, sekali lagi saya minta maaf. Saya nggak mau cari ribut. Sekarang saya harus pergi. Permisi" lalu Danar pergi begitu saja meninggalkan Ae dangan beribu kesal yang menghampiri dirinya.

Ia menatap novel tersebut dan kemudian mengambilnya. Beberapa kertasnya sobek karena terkena tangan Ae

'Awas lo ya! Dendam gue sama lo!' umpat Ae dalam hati lagi

^^^

Ae menghentakan langkahnya sepanjang jalan menuju halte. Moodnya sedang tidak baik hari ini. Tepatnya setelah kejadian novel itu. Berkali-kali ia menelpon supirnya, namun tak satupun panggilannya diangkat. Ia bertambah kesal karena hujan beretambah deras dan ia sendirian di halte. Ae mendengus dan sesekali bersin. Ia alergi dingin, dan sekarang ia hanya memakai cardigan tipis.

Tiba-tiba sebuah sedan hitam berhenti didepan halte. Ae melirik ke kanan dan ke kiri. Hanya ia sendirian. Tapi ia tak merasa mengenali mobil ini. Apa mungkin ini mobil teman ayah? Pikirnya.

Kaca mobil terbuka menunjukan si pemilik mobil yang tengah menunduk untuk melihat keluar. Jantung Ae berdetak kencang. Persis seperti tadi pagi. Ya, ini mobil milik Ron.

"Aerilyn! Lo gak pulang?" Tanya Ron sedikit berteriak

Dengan keberanian yang cukup, Ae menjawab "Gue belom di jemput"

"Ya udah bareng gue aja" ajak Ron.

Sebenarnya dengan senang hati Ae ingin menerima ajakan itu. Namun, sedikit jaim gapapa lah ya "Nggak usah deh, ntar ngerepotin lo lagi"

"Udah gak papa, ayo" paksa Ron

"Seriusan?" Tanya Ae meyakinkan

"Lima ribu rius neng. Udah, ayo" Ae tertawa kecil dan kemudian berlari ke mobil Ron

Ron menjalankan mobilnya dan keadaan kembali hening. Hanya suara hujan dan radio yang menemani.

Dengan keberanian yang cukup besar, Ae mencoba bertanya "Uhm, Ron. Lo-lo udah punya pacar belom?"

Ron tampak berpikir sesaat "Pacar ya? Sampai saat ini belom sih. Gue belom nemu yang pas aja"

Ae menganggukan kepalanya sekaligus bernafas lega. Kekhawatirannya tentang Ron yang sudah memiliki pacar menghilang entah kemana.

"Ron, depan belok kanan. Terus rumah warna abu-abu" jelas Ae kepada Ron. Ron menghentikan mobilnya

"Ron makasih ya udah mau nganter gue. Kalo lo nggak dateng tadi, mungkin sekarang gue udah jadi gembel disana" ujar Ae dengan sedikit tawa bindengnya. Suaranya berubah, karena alerginya kumat.

"Sama-sama. Lagian gue juga seneng bisa nganter lo pulang" ucap Ron meyakinkan

"Gue turun ya. Makasih Ron" Ron mengangguk dan tersenyum. Ae keluar dari mobil dan berlari kedepan gerbang rumahnya. Ia sudah tak tahan berada terlalu lama di dalam mobil itu. Rasanya ia ingin mati saja jika ia terus-terusan disitu.

Mobil Ron meninggalkan rumah Ae. Ae tersenyum sendiri sambil terus melihat mobil Ron yang semakin menjauh. Ia masih mencium sedikit bau vanilla khas milik Ron. Lamunannya di buyarkan oleh bi Randa yang tiba-tiba muncul dibelakangnya dengan payung ditangannya

"Aduh non, ngapain masih berdiri disini? Ayo masuk non. Nanti non malah masuk angin"

"Eh bi, iya ini juga mau masuk" ujar Ae sambil tetap menatap perempatan yang di lewati Ron tadi. Ae berlari meninggalkan bi Randa yang terbingung-bingung, karena percuma saja ia membawa payung. Toh, nonanya malah berlari menembus hujan

Adik Kelasku, Ketua Osisku, PacarkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang