Dengan perlahan Ae berjalan menuju taman. Niat awalnya, ia akan turun di rumah. Tapi, entah dorongan dari mana, ia minta turun di taman bermain dekat perumahannya.
Ia mendudukan dirinya di salah satu bangku taman yang kosong dan menghela nafas panjang. Sedetik kemudian ia tersenyum sambil memperhatikan beberapa anak yang sedang bermain di taman. Ia teringat akan masa kecilnya dulu. Ia rindu. Rindu masa kecilnya yang bahagia tanpa beban apapun. Tanpa pr. Tanpa ulangan. Tanpa ujian. Dan tanpa masalah cinta.
Omong-omong soal cinta, hanya Azka yang pernah benar-benar menghuni hati Ae. Ae sangat sulit untuk jatuh cinta. Azka tahu itu, namun Azka punya alasan tersendiri untuk meninggalkan Ae bukan? Azka bilang, mereka tak cocok. Entah pada dasar apa sampai Azka berkata seperti itu. tapi Ae juga menyadarinya. Sifat Ae yang cenderung cuek berbanding terbalik dengan sifat Azka yang humoris. Maka dari itu, Ae menyetujui untuk menyudahi hubungannya dengan Azka.
Ponsel Ae bergetar di saku roknya. Ae tak berniat untuk mengambilnya. Namun semakin lama, getaran itu membuat Ae geli. Terpaksa ia mengambilnya. Nama mama muncul di layar ponsel Ae. Tak ingin membuat mamanya menunggu lebih lama, Ae mengangkat telponnya.
“Kamu dari tadi kemana aja? Ditelponin kok baru diangkat? Mama udah telponin kamu berkali-kali loh” serobot Romi dari sebrang sana
“Maaf, maaf. Tadi handphonenya Ae taruh saku rok. Tumben, mama telpon. Ada apa, ma?”
“Oh iya, kamu ada dimana?” tanya Romi. Ae lupa bahwa tadi ia belum mengabari mamanya kalau ia sedang ditaman bermain dekat perumahannya.
Ae menepuk dahinya kemudian berkata, “Di taman deket perumahan, kenapa ma?”
“Loh, kenapa gak langsung pulang aja tadi? Ya udah, sekarang mama jemput kamu disitu. Jangan kemana-mana” lalu panggilan diputuskan sepihak seketika.
Ae menghela nafasnya lagi. Niatnya ingin tidur dan menangis di rumah pupus sudah.
^^^
Lima menit kemudian, mobil merah milik mamanya sudah nampak di parkiran depan taman. Ae tahu itu. Namun, ia masih tak beranjak dari duduknya. Karena gemas, Romi turun dari mobilnya dan menghampiri anaknya itu.
“Ae, udah tau mama di depan. Kenapa gak langsung masuk mobil sih, nak? Apa mama harus jemput kamu ke sini dulu baru kamu mau pulang?” tanya mamanya yang duduk tepat disebelah Ae
Ae diam tak berniat menjawab. Lagi pula, ia juga tak berani menjawab perkataan orang tuanya.
“Kamu kenapa Ae?” tanya mamanya lembut, tersirat nada khawatir disana. Ae hanya menggeleng kemudian menatap bagian lain dari taman ini.
Ia berusaha sekeras mungkin menahan agar air mata yang sudah menumpuk di pelupuk matanya ini tak jatuh lagi.
Romi menyadari ada yang salah dari anaknya. Sebisa mungkin ia mencoba berperan sebagai ibu sekaligus teman untuk tempat berbagi cerita bagi anaknya ini.Romi mengangkat dagu anak sulungnya untuk menatap kedua bola matanya. “Kalo ada apa-apa cerita dong ke mama. Siapa tahu mama bisa bantu?”
Gagal. Setetes air matanya terjatuh begitu saja ketika ia mengedipkan matanya. Tahu begini, ia tak usah mengedipkan matanya sama sekali. Semakin lama, semakin banyak tetesan air mata yang menyusul temannya yang sudah terlebih dulu meluncur dan menyerap ke dalam serat kain rok Ae, membentuk pola bundar.
Ae kesal. Entah pada siapa. Mungkin Ron dan Abigail.
Ae sedih. Tak tahu untuk siapa. Mungkin Ron dan Abigail juga.
Dan Ae marah. Lagi-lagi Mungkin Ron dan Abigail.
“Ae, mama ini bukan hanya sekedar mama kamu. Bukan sekedar yang ngelahirin kamu. Bukan juga sekedar yang ngerawat kamu. Mama juga bisa jadi teman kamu. Bisa jadi tempat curahan hati kamu. Jangan jadikan mama hanya sekedar ibu yang tak mengerti akan apa yang sedang terjadi pada anaknya. Jangan biarkan mama seperti itu. Memang, mama tak mengerti tentang anak muda jaman sekarang. Tapi mama bisa merasakan apa yang kamu rasakan Ae. Mama tahu kamu sekarang lagi galau, ‘kan?” ujar Romi sambil mendekap putri satu-satunya. Karena memang hanya Ae anak perempuan di keluarganya. Adiknya laki-laki. Jadi itulah kenapa Ae sedikit lebih dimanja ketimbang adiknya, Aaron.
Tangis Ae semakin pecah ketika mendengar apa yang barusan mamanya katakan. Sebegitu tertutupnya kah dirinya pada mamanya sendiri? Ae duduk dengan tegak sambil mengusap kedua matanya dengan tissue yang baru saja diberikan mamanya. Ia menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan
“Emang gak papa ya, kalo Ae curhat ke mama?” tanya Ae dengan suara seraknya dan sesekali berdeham untuk mengembalikan suaranya
“Gak papa dong. Memangnya Ae kenapa?”
“Jadi…” mengalirlah cerita panjang lebar Ae mulai dari ia putus dengan Ron namun ia tak mau Ron pergi dari hidupnya meskipun ia sudah tahu kedok laki-laki ini. Dan juga perasan aneh yang menggrayanginya saat ia berdekatan dengan Danar si adik kelas sekaligus calon ketua osis di sekolahnya.Romi tersenyum kecil. Sekarang, ia mengerti bagaimana perasaan putrinya.
Dasar anak jaman sekarang, cinta mulu. Batin Romi^^^
Setelah acara mewek-mewekan di taman tadi, Romi langsung mengajak Ae kepusat perbelanjaan. Ia ingin menghabiskan me time nya dengan anak sulungnya. Selama 2 jam mereka sudah menenteng kurang lebih 6 paperbag beragam ukuran. Dari dress, kaos, rok, celana, perhiasan, jam tangan hingga sepatu semuanya couple. Tak lupa mereka juga membelikan beberapa barang untuk papa dan Aaron yang sama couple nya
Merasa lelah, mereka mampir di salah satu restoran cina. Tentu saja Ae akan memesan kwetiaw goreng dan orange juice. Saat sedang makan, tiba-tiba Romi menanyakan suatu hal yang memang sedari tadi ia ingin tahu “Ae, nama lengkap Danar siapa sih?”
Ae mengingat-ingat dengan memutar kedua bola matanya ke atas seperti sedang mencari nama Danar di atas dahinya. “Kalo ga salah ya ma, nama lengkapnya tuh, Danar Aji Bhaswara. Kenapa ma?”
Sontak kedua mata Romi sukses membulat. Bhaswara. Nama yang selama ini ia hindari. Nama yang selama 18 tahun ini ia hindari dan tak pernah ia dengar lagi. Kini, disebut sendiri oleh putrinya.
“Kalo ayahnya kerja apa, kamu tau?” tanya Romi lagi
“Ae sih gak tau ma, tapi sempet denger dari Trixie sama Abigail kalo ayahnya itu punya perusahaan gitu.”
Mendadak nafsu makan Romi menguap hilang entah kemana. Ia menyilangkan sendok dan garpunya tanda sudah selesai makan
“Mama kenapa sih? Ada yang salah ya? Atau Ae salah ngomong? Ma?”
“Ae, kamu udah selesai makannya? Mama mendadak inget kalo sekarang ada meeting sama clien. Kalo udah, ayo mama anter pulang” Romi langsung bangkit menuju kasir tanpa menunggu jawaban Ae.
Ae hanya diam mengikuti langkah mamanya yang bisa dibilang terburu-buru. Jika Ae bukan anaknya, maka Ae akan mengira Romi benar-benar ada meeting dengan clien. Tapi, Ae anaknya. Seperti yang Romi katakan tadi, ibu dan anak punya ikatan batin, yang artinya, Ae tahu Romi sedang gelisah tak karuan. Tapi, Ae tak ingin mamanya terganggu. Jadi biarlah, mamanya juga butuh privasi. Tapi, tetap saja, Ae penasaran, apa hubungan mamanya dengan nama Bhaswara?
KAMU SEDANG MEMBACA
Adik Kelasku, Ketua Osisku, Pacarku
Novela Juvenil[SLOW UPDATE] "Ombak jahat ya. Dia terus-terusan nerjang karang, bikin karangnya jadi bolong seakan-akan karang itu rapuh" ujar Danar dari belakang Ae yang entah sejak kapan berada disana "Ombak emang bikin karang jadi bolong. Tapi lihat, bolongan i...