Sabtu pagi ini benar-benar cerah. Ae bangun lebih pagi dari biasanya. Lihat saja, tepat pukul 8 pagi, Ae sudah rapi dan duduk di meja makan bersama keluarganya.
Ae memperhatikan adiknya, Aaron yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya. Dengan cekatan, Ae merebut ponsel adiknya dan melihat isinya. Ae tertawa kencang sekali. Adiknya kini sudah memiliki pacar. Telihat ruang percakapan yang penuh dengan pesan serta emoticon hati merah muda.
“Balikin handphone gue, kak!”
“Kalau gamau gimana?”goda Ae yang masih seru menggulir ruang percakapan tersebut untuk melihat pesan-pesan sebelumnya.
“Kak! Ih, serius ini. Balikin! Ma, bantu Aaron dong” kini Aaron menatap mamanya meminta bantuan
“Ae, udah ah. Balikin handphonenya Aaron. Kamu juga Aaron, bukannya sarapan, malah main handphone.” Ae tertawa puas. Dia mengembalikan ponsel adiknya sambil memeletkan lidahnya, mengejek. Aaron hanya diam tak bisa membalas. Namun dilihat dari tatapannya, dia ingin menerkam Ae dan mencabik-cabik wajahnya sekarang.
Bi Randa berkari kecil mengahmpiri meja makan sambil membawa keranjang piknik. Misterious-man lagi! pikir Ae.
“Tuan, di depan ada teman tuan. Katanya, sudah janjian dengan tuan.” Papa berpikir sebentar, “Oh, iya. Suruh masuk ke ruang tamu. Saya akan kesana sebentar lagi” Papa dengan segera memakan sisa sarapannya kemudian berlari ke ruang kerjanya dan kembali sambil membawa beberapa berkas.
“ini, non. Ada titipan lagi” Ae langsung menyambar keranjang tersebut dan langsung naik ke atas, ke kamarnya.
Dengan tak sabar, Ae membukanya. Tampaklah tumpukan foto yang diikat dengan pita biru laut. Ia buka pita tersebut dan membolak-balik foto foto tersebut. Hampir semua kegiatan Ae ada disana. Baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah. Mulai dari Ae duduk di kursi belakang waktu kampanyenya Danar. Waktu Ae duduk di taman belakang saat bulan bahasa. Waktu Ae nunggu di halte. Waktu Ae nunggu makanan di food court sama Danar. Waktu Ae jalan sendirian di trotoar pas Ae marah sama Ron. Waktu Ae turun dari mobil Ron sebelum putus. Waktu Ae naik taxi setelah putus. Waktu Ae duduk di taman sendirian. Waktu Ae makan di restoran sama mama. Sampai waktu Ae milih ketua osis di bilik suara di sekolah. Jadi, sudah pasti ini adalah orang sekolahnya. Tak mungkin orang lain menyelinap ke sekolahnya kan?
Seketika ia merinding. Bagaimana bisa orang ini mengikutinya selama ini? Terbayang cerita dan film thriller yang sering ia baca dan tonton. Bagaimana kalau ternyata orang ini psikopat? Ae menggeleng sendiri kemudian baru menyadari bahwa ada secarik kertas di bawah tumpukan foto tersebut.
‘Dengan kilauan cahaya di selatan’
Baiklah, teka teki baru. Ae rasa, dia harus menjawab semua teka teki itu saat keranjang ini tak dikirim lagi.
Bersamaan dengan Ae yang sedang meletakkan keranjang itu di bawah tempat tidurnya, pintunya di ketuk oleh Bi Randa.
“Kenapa lagi, bi?”
“Ada teman non di bawah” teman? Ae turun ke bawah dan keluar lewat pintu samping, karena di ruang tamu masih ada rekan kerja papa.
“Danar?” Danar menoleh dan menyapa Ae dengan kikuk, “Eh, hai”
“Ngapain kesini?”
Terlihat Danar menimang-nimang jawaban. Kemudian ia berkata, “Gak boleh ya? Yaudah deh, gue pulang aja”
Dengan cepat Ae berucap,
“Eh, bukan gitu. Maksud gue, tumben aja lo kesini”Suasana benar-benar canggung. Ingatan tentang Charissa yang tiba-tiba memeluk Danar masih berputar secara terus menerus di pikiran Ae. “Yaudah, masuk yuk. Tapi lewat pintu samping ya? Di depan, ada teman papa” Danar mengangguk dan mengikuti Ae menuju taman belakang rumah Ae yang kebetulan sepi.
Ae duduk di bangku taman diikuti Danar yang duduk di sebelahnya. Ae mencoba mencairkan suasana, “Eh, Nar. clue ke 4, apaan?”
“Lo, nggebet banget ya minta clue dari gue” Danar tertawa kemudian berpikir lagi. diam-diam Ae memeperhatikan wajah Danar dengan seksama. Lekuk wajahnya sungguh sempurna. Ae langsung mengalihkan perhatiannya pada hal lain begitu Danar menoleh.
“Jawaban lo buat clue ke 3 kemarin apa?” Ae mengingat kemudian menjawab, “Gue nyaman sama dia, kadang deg-deg an juga sih” ujarnya dengan sedikit malu. Jujur saja. Dari clue pertama, danarlah yang menjadi jawabannya.
“Kalau gitu, apa alasan lo nyaman ke dia? Apa karena dia enak di ajak curhat atau apapun” jawabannya langsung otomatis keluar di pikiran Ae.
“Ga ada” bisik Ae.
Mereka diam terlarut dalam pikiran masing-masing. Bahkan Danar, dia juga menjawab semua clue yang dia buat sendiri. Dan, semua jawabannya, mengarah pada dua orang. Ae, dan Charissa. Mengingat Charissa, apakah itu alasannya sekarang Ae jadi diam dan tak banyak bicara?“Oh iya, Charissa, pacar lo, ya?” bingo! Danar tahu, Ae akan bertanya seperti ini. Dari nadanya, Danar tahu Ae tak ingin menanyakan hal ini. Tapi, rasa penasaran selalu mengalahkan segalanya.
“Bukan. Cuma sahabat” Danar diam setelahnya. Bingung apa yang harus dia katakan. Ae menghela nafas panjang. Ae memperhatikan Danar yang sedang melamun. Huh! Ae kini berharap bisa membaca pikiran orang.
Ae tahu, ia cemburu. Ia sadar. Ia mulai menaruh hati pada Danar entah sejak kapan. Mungkin saat ia masih bersama Ron. Entahlah. Tapi ia tahu, kali ini lagi-lagi cintanya tak terbalaskan. Ia tahu Danar juga menaruh hati pada Charissa dan begitu pula sebaliknya. Maka dari itu, lebih baik kini Ae mengikuti kata otaknya. Ia lelah jika harus mengikuti hatinya dan berakhir mengenaskan. Ia harus mulai bepikir logis. Jika sudah begini situasinya, maka ia tahu. Ia harus mundur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adik Kelasku, Ketua Osisku, Pacarku
Novela Juvenil[SLOW UPDATE] "Ombak jahat ya. Dia terus-terusan nerjang karang, bikin karangnya jadi bolong seakan-akan karang itu rapuh" ujar Danar dari belakang Ae yang entah sejak kapan berada disana "Ombak emang bikin karang jadi bolong. Tapi lihat, bolongan i...