Chapter 6

2.4K 165 69
                                    

"SAMPE KAPAN LO MAU BOHONGIN PERASAAN LO SENDIRI? HAH?!!"

Mata Raina membulat sempurna, perlahan dia menatap mata Kevin yang menggelap karena tersulut emosi. Tubuhnya bergetar hebat, jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Tangannya berkeringat dingin, entahlah volume residu dalam paru-parunya seolah-olah terampas habis.

"K..kevin..."

Raina tak tahu harus bagaimana. Ini pertama kalinya dia melihat Kevin dengan emosi yang memuncak. Dia menundukkan kepalanya, perlahan penyesalan itu datang. Seharusnya dia tidak memberontak ketika Kevin menahannya. Raina menunduk ketakutan, dia tak tahu harus melakukan apa dalam situasi seperti ini.

"K-kevin gu-"

"Maaf." Kevin memotong ucapan Raina. Dia memejamkan mata lantas menghela nafas berat untuk meredakan emosinya.

Perlahan, Raina memberanikan diri untuk menatap wajah Kevin.

Pemandangan yang dia lihat sudah berbeda, kini Kevin menatapnya dengan tatapan lembut. Lembut sekali, sehingga membuat desiran aneh itu muncul lagi dalam dirinya.

"Gue yang harus minta maaf, Vin."

Kevin menggeleng dengan senyum yang terukir diwajahnya, perlahan tangannya bergerak mengusap lembut pipi Raina yang lembab karena air mata. "Gue yang harus minta maaf. Maafin gue, gue nggak bermaksud bentak lo lagi. Gue cuma nggak mau lo kenapa-napa, Rain."

Raina mengangguk lemah. "Terus maksud lo bilang 'gue bohongin perasaan' itu, apa?"

Kevin tersenyum. Kini tangannya beralih menggenggam tangan Raina dan membuat jari-jarinya saling bertautan.

"Gue tau semuanya." Kevin tersenyum, menatap lamat-lamat ekspresi wajah Raina yang mendadak berubah menjadi pucat pasi.

"Kevin, gu-gue-"

"Sssttt." Kevin meletakkan jari telunjuknya di bibir ranum cewek di depannya itu. "Gue tau perasaan lo ke gue." Kevin menjeda kalimatnya. Menghembuskan nafas, lalu melanjutkannya. "Seharusnya gue lebih peka dari awal. Gue mulai sadar waktu lo nanyak keriteria cewek idaman gue, terus lo pergi ke club cuma buat nenangin diri lo aja kan? Lo ngerasa nggak pantes buat gue kan? Lo salah Rain.." Kevin tersenyum hangat, membuat Raina kaku di tempatnya.

Entah senang atau sedih, yang jelas perasaannya benar-benar ingin meledak malam ini. Emosi yang tadi menggebu-gebu hilang tanpa jejak. Degup jantungnya semakin kuat saat Kevin mengetahui maksud yang terselubung dari pertanyaannya beberapa minggu yang lalu.

Gue harus gimana sekarang? Teriak? Atau jungkir balik? Batin Raina.

"Awalnya gue nggak yakin kalo lo punya perasaan gitu ke gue, tapi setelah bang Kevan ngeyakinin gue, terus di tambah lagi ekpresi fake lo waktu gue kasi tau kalo gue suka sama Febby," Kevin terkekeh geli di tengah-tengah ucapannya. "Gue jadi yakin, kalo lo emang beneran punya perasaan lebih ke gue." Lanjutnya tersenyum.

"Jadi, lo-"

Kevin mengangguk. "Gue sengaja. Awalnya gue bawa lo keatap buat introgasi tentang perasaan lo. Tapi entahlah, kenapa kalimat 'gue suka Febby' itu tiba-tiba muncul di otak gue. Jadi, yaa... seenggaknya pernyataan itu bisa ngasi gue jawaban tentang perasaan lo ke gue."

Raina sudah kehabisan kata-kata untuk menghadapi cowok di depannya ini. Dia harus apa? Kevin benar-benar mempermainkannya.

"Rain..." Panggil Kevin, lalu mengangkat dagu Raina agar cewek itu menatap lekat matanya. Kevin menerbitkan senyum dibibirnya seiring dengan sebelah tangannya yang ia gunakan untuk mengusap rambut Raina yang terurai. " Menurut gue, wajar kalo di antara kita punya perasaan lebih. Kita manusia normal, Rain. Kadang juga nggak bisa ngatur kemana perasaan kita bakalan berlabuh, ya termasuk ke sahabat sendiri. Kayak perasaan lo ke gue. Gue sih nggak masalah karna gue udah siepin segala kemungkinan yang bakalan terjadi di antara kita dari awal."

Heart (If You Know) (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang