Chapter 21

1.5K 111 8
                                    


Jari Raina mengetuk-ngetuk gelisah di meja kantin. Entah ini sudah ketukan keberapa, yang pasti jika mejanya bisa ngomong, mungkin dia sudah beteriak kesakitan. Matanya menjelajah ke segala penjuru kantin.

Sepi.

Tentu saja sepi, jam masuk kelas di High School Elite ini, siapa sih yang mau berkeliaran?

Raina? Mungkin cuma dia saja,

Oh nggak, Yunita dan Yunira juga, kalo mereka di ajak sih.

Sudah tigapuluh menit berlalu, orang yang di tunggu tak kunjung datang. Raina menggigit bibir bawahnya, bersamaan dengan jari-jarinya yang menari di atas meja semakin cepat.

"Lo kok nggak dateng-dateng sih, Vin?" lirihnya, masih dengan pandangan yang tertuju pada pintu masuk kantin.

Pasalnya sebelum masuk kelas tadi, Raina sempat menemui Kevin di depan perpustakaan. Dan tanpa basa-basi ia langsung mengajak Kevin bertemu di kantin ketika jam pelajaran berlangsung. Awalnya ia sempat ragu mengingat Kevin adalah murid teladan. Masa iya, Kevin berkeliaran saat jam pelajaran? kan gak mungkin.

Terlalu lama menunggu membuatnya dehidrasi, "Pake haus segala lagi," gerutunya berjalan ke bibi kantin yang sedari tadi memperhatikan gerak geriknya.

"Bi, Minumannya satu ya.." pesannya yang di balas anggukan oleh bibi kantin.

Raina kembali duduk di tempatnya semula,

Ralat..

Dia baru saja membalik badannya dan dilihatnya Kevin yang sudah duduk manis di meja tempatnya tadi.

"Kevin?"

Kevin menoleh kearah Raina,

Datar.

Sialan, wajahnya flat banget lagi batin Raina.

"Hay" sapa Raina seiring kakinya melangkah, mengambil tempat duduk di depan Kevin.

"Lo ngapain ngajak gue ketemu disini?" Tanya Kevin datar.

Anjir, sejak kapan Kevin jadi sedingin ini sama gue?

Raina berdehem sejenak, "Gimana kondisi lo? Lo baik-baik aja kan?" Tanyanya tersenyum.

Kevin berdiri dari tempat duduknya, "Lo ngajak gue ketemu Cuma buat nanyain kondisi gue?" ia memutar jengah bola matanya, "Nggak Penting!" tutupnya dan berlalu dari hadapan Raina.

Kevin lo kenapa sih?

"Keviiinnnn!!!" teriak Raina berlari mendekati Kevin yang baru saja sampai di depan pintu masuk kantin. Ia menahan lengan Kevin yang spontan di tepis kasar oleh cowok bermata hitam itu.

"Lo kenapa kayak gini ke gue?"

Kevin menghela nafas berat, " Jangan pernah nyentuh gue! Gue nggak sudi di sentuh sama lo!" ucapnya tajam, dan meninggalkan Raina yang mematung di tempatnya.

Mata Raina mengerjap, berusaha mencerna apa yang baru saja di ucapkan Kevin.

Sakit, tapi kok nggak berdarah ya?

Raina tersenyum pilu, Segala pikiran buruk tentang Kevin berkecamuk di otaknya,

"KEVIN LO KENAPA SIH? HAH?!" Teriaknya yang membuat langkah Kevin terhenti. Cowok itu membalik badannya lantas berjalan kearah Raina.

Tepat di langkah ke sepuluh, Kevin berhenti dan menyisakan jaraknya dengan Raina hanya selebar pintu.

"Gue? Kenapa?" tanyanya.

Raina mengangguk, "Iya, lo kenapa kayak gini sama gue? Lo kenapa sampai-sampai semua orang nggak ngabarin gue kalo lo udah sadar. Lo kenapa-"

"Penting?" Ujar Kevin memotong ucapan Raina.

Dahi Raina mengkerut bingung, "Penting? Apa maksud lo bilang gitu? Lo jelas penting buat gue!"

Kevin terdiam, ia tersenyum seiring dengan sebelah alisnya terangkat.

"Lo kenapa sih Vin? Lo ada hubungan apa sama Lista?"

"Bukan urusan Lo!"

"Itu jelas urusan gue! Lo itu pacar gue!"

"Gue nggak pernah pacaran sama lo! Jangan ngimpi lo!"

Seperti ada bebatuan yang mendesak di dadanya, Sakit. Itu yang Raina rasakan. Bertatap muka dengan Kevin seperti ini membuatnya lemah, terlebih lagi sikap Kevin yang tiba-tiba berubah membuat dirinya tak tahu harus bersikap seperti apa.

Ini bukan Kevin yang dia kenal.

Raina menghela nafas berat, "Jadi selama ini lo anggep gue apa?" desisnya irih.

"Lo Cuma parasit. Dan satu lagi saran gue, lo jangan pernah gangguin Lista. Gue udah denger semua cerita tentang lo dari dia."

"Cerita tentang gue?" Alis Raina tertaut bingung, "Maksud lo?"

"NGGAK PENTING!" pungkas Kevin lalu pergi dari hadapan Raina.

Raina hanya terdiam di tempatnya, menatap punggung Kevin yang semakin menjauh dan di telan oleh lekukan tembok.

Sesak, sangat sesak mengetahui orang yang ia sayangi hanya menganggapnya sebagai parasit. Apa yang terjadi? Apakah semua orang bisa berubah secepat itu? Sekarang bagaimana dengan nasib perasaan Raina?

Kepala Raina tertunduk dalam, bahunya bergetar menandakan sebentar lagi air matanya akan terjatuh dari persembunyiannya.

"Ya tuhan, tolong bilang kalo ini hanya mimpi."

Haihai..

Pendek ya? :D

pemanasan buat UKK besok nih wkwk.

selamat menikmati ceritaku yang semakin gaje ini :v

-Wiyaala

Heart (If You Know) (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang