Chapter 22

1.8K 242 24
                                    

Waktu berganti waktu, hari berganti hari, minggu berganti minggu. Namun, Raina masih pada pendiriannya, Menyadarkan Kevin akan hal yang telah dilakukan kepada dirinya.

"Ini ada kesalahan, gue yakin Kevin lupa ingatan gara-gara tabrakan waktu itu. Tapi kenapa yang dilupain cuma gue?"

Raina sedang berada di cafe seberang sekolahnya, tempat yang biasa ia datangi beberapa hari terakhir ini. Ia kembali menyeruput secangkir kopi hangat yang tersaji di depannya sejak beberapa waktu lalu. Sudut bibirnya tertarik keatas ketika melihat rintik-rintik hujan mulai berjatuhan di luar sana.

"Terimakasih tuhan, Hujan menyadarkanku bahwa aku nggak jatuh sendirian."

Dentingan ponselnya membuat ia memalingkan pandangannya. Dilihatnya id caller di layar ponselnya yang bertuliskan "Rendi".

Sejenak ia memandang nama itu lantas tersenyum seiring tangannya mulai menempelkan ponsel pada telinganya.

"Iya, Ren?"

"Yaampun, Pake salam dulu kek,"

Raina cekikikan mendengar Rendi yang menggerutu di seberang sana.

"Iyaiya, Assalamualaikum Rendiiiii"

"Waalaikumussalam Rainaa.." Jawab Rendi yang Raina yakini sedang mengulum senyumnya.

"Lo lagi dimana, Rain?"

"Di cafe biasa, Kenapa?"

"Oke tunggu gue!"

Tuuutttttttt...

Rendi mematikan telfonnya sepihak. Selalu seperti itu, entah kenapa sejak kejadian dua minggu yang lalu dimana ketika ia bercerita kepada Rendi bahwa Kevin menyebutnya parasit, Rendi selalu ada untuknya. Dimanapun dan kapanpun.

Raina menopang dagunya dengan tangan kirinya sembari melihat rinai hujan diluar. Dahinya mengkerut ketika melihat seseorang yang tak asing memarkirkan motornya di parkiran.

Ia menegakkan badannya, seiring dengan matanya yang menyipit berusaha mengenali orang itu, dan ternyata--

"Rendi!" pekiknya langsung keluar dari cafe. Ia berlari keluar, dan dilihatnya rendi dengan seragam sekolah basah kuyup di depan cafe. Cowok berlesung pipit itu cengengesan dan sesekali menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Lo ngapain ujan-ujanan kayak gini sih?" omel Raina ala emak-emak reting kiri belok kanan.

Lagi-lagi Rendi hanya memamerkan deretan gigi putihnya, tak lupa lesung pipitnya juga.

Menghela nafas panjang, Raina akhirnya menarik telinga Rendi yang membuat cowok itu meringis kesakitan.

"Aduh, aduh.. iyaiya gue khilaf main ujannya."

Raina melepaskan tangannya dari telinga Rendi, "Jangan main ujan Ren, entar kalo lo sakit, gue main sama siapa?"

Rendi tersenyum seiring tangannya mengacak gemas rambut Raina, "Dan seandainya gue sakit, obat gue paling ampuh itu, lo Rain.." ujarnya tersenyum.

"Udah ah, gue bawa jaket di tas, lo pake itu dulu ya. Baju lu basah semua njir."

"Oke tuan putriii.."

***

"Lo kenapa gak bawa mobil?" tanya Raina yang sedang berada di belakang Rendi. Pasalnya saat ini mereka sedang berada di atas motor. Beberapa saat lalu ketika hujan mulai reda, raina meminta Rendi untuk mengantarnya ke toko Kevan.

"Iya, tadi pagi gue telat. Masa iya gue bawa mobil, yang ada gue tambah telat kali Rain. Tadi aja pake nyogok si bangsat dulu biar dikasi masuk."

Raina mengulum senyumnya mendengar Rendi menyebut satpam sekolahnya dengan sebutan Bangsat. ternyata aliran sesatnya mempengaruhi seorang Rendi yang pengen jadi murid teladan.

Heart (If You Know) (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang