sad&move? (EDITED)

1.6K 66 8
                                    

1 bulan kemudian.

Sudah sebulan hubungan antara Raffa dan Billa merenggang. Mereka juga tidak
saling bertegur sapa. Entah siapa yang memulai seperti ini duluan, tetapi kejadian ini membuat siswa-siswi di sekolah mereka heran. Biasanya, Raffa dan Billa akan terlihat selalu bersama-sama. Tapi sekarang? Billa selalu berangkat dan pulang sendirian sementara Raffa bersama Cindy yang semakin hari semakin dekat.

Rindu? Tentu saja. Orang yang ia sayangi dan cintai, orang yang sudah bersamanya 11 tahun ini, orang yang menariknya dari keterpurukan, orang yang ia selalu percayai dan ia jadikan prioritasnya. Kini, menjauh. Sangatlah jauh. Sulit untuk digapai kembali.

Billa berpikir, sebelum kita sejauh matahari seperti sekarang, kita pernah sedekat nadi. Katanya dalam hati. Billa memejamkan mata, setetes air mata jatuh di pipinya yang sering dicubit oleh Raffa karena gemas. Sedih. Apakah Raffa tidak mengingatnya? Apakah Raffa sama sekali tidak mengkhawatirkannya? Apakah dia tidak merasa bahwa diantara dirinya dan Billa seperti ada dinding yang menghalangi kedekatan mereka? Apakah dia tidak merasa kehilangan? Apakah-....

Oh, tentu saja tidak. Billa baru sadar sekarang. Raffa ngga akan pernah ngerasa kehilangan gue. Karena gue adalah pengganggu di hidup dia. Gue cuma cewek yang bisanya ngerepotin dia. Gue cuma cewek yang-

Air matanya turun lebih deras mengalir di pipinya, Billa menutup wajahnya dengan bantal. Ia tidak tahan lagi, semua ini terlalu menyakitkan. Mengapa hanya dia yang merasa tersakiti disini? Jika memang Raffa ingin bahagia, Billa rela. Tapi tidak harus mengorbankan kebahagiaan orang lain kan?

Bohong jika ia bilang, "gue bakal bahagia kalo dia bahagia." Mana bisa ia bahagia sementara sumber kebahagiaannya menyakitinya? Apakah ini adil?

Billa tidak menyadari pintu kamarnya terbuka dan memperlihatkan kepala abangnya.

"Bill, makan yuk," ajak Ald,  Ald belum mengetahui ini.

"Duluan aja, Billa enggak laper." Jawab Billa, ia berusaha menghentikan isakannya dan berusaha agar nada bicaranya tidak bergetar seperti orang menangis.

Meski posisi Billa membelakangi Ald, tetapi Ald mengetahui bahwa adiknya kini sedang menangis. Terlihat jelas dari bahunya yang bergerak naik-turun. Ald menghampiri adik kesayangannya itu lalu ikut berbaring di sebelahnya dan melingkarkan tangannya pada pinggang Billa. Ald memeluk Billa. Ia ingin menenangkan adiknya.

"Billa kenapa hm?" Tanya Ald lembut sambil tangannya terangkat lalu mengelus rambut Billa yang halus dan lembut.

Billa berbalik menghadap Ald, ia langsung memeluk abangnya dan menenggelamkan kepalanya di dada bidang abangnya. Ia menangis kencang, ia hanya ingin mengeluarkan sesak yang ada di hatinya. Sementara Ald masih mengelus surai hitam adiknya.

"Mau cerita sama abang?" 

Belum ada jawaban, hanya ada suara isak tangis dari mulutnya. Mungkin, Billa belum siap untuk bercerita kepada Ald.

"Ya udah kalo Billa belum siap cerita juga enggak apa-apa. Abang enggak maksa kok."

Belum ada respon dari adiknya. Beberapa menit kemudian semuanya hening. Tak ada isak tangis lagi.

"Bang," panggil Billa memecahkan keheningan.

"Iya kenapa?"

"Biarin kayak gini dulu bentar aja, Billa kangen abang. Abis ini Billa mau makan, janji."

"Enggak mau cerita?"

"Nanti."

"Oke."

Keheningan kembali tercipta, sebenarnya Ald ingin memberi info bahwa dirinya mendapatkan beasiswa S2 kuliah di Inggris. Saat Ald ingin memberi tahu kepada Billa, Ald malah melihat Billa dalam kondisi seperti ini.

"Bill," panggil Ald.

"Hm."

"Abang mau kasih tau sesuatu," ujar Ald misterius.

"Apa?" Tanya Billa tanpa melihat abangnya, ia masih betah di pelukan abangnya.

"Abang dapet beasiswa S2 di Inggris." Ujar Ald lagi.

Mendengar itu, Billa memundurkan tubuhnya dan menatap abangnya terkejut.

"Abang serius?"

"Serius."

"Otak Abang kok pinter banget sih?" Tanya bidan heran, Ald kok bisa pintar begini? Sampai dapat S2 di Inggris, pula.

"Emang-emang."

"Kok S2 sih, emang yang di sini Abang udah lulus?" Tanya Billa lagi.

"Udah sayangkuuu, Abang tinggal sidang terus wisuda deh." Jawab Ald sambil memainkan pipi Billa dengan gemas.

"Masa? Kok cepet banget?"

"Iya lah cepet, Abang kan harus cepet kerja juga."

"Oh gitu.." Billa bergumam, "terus abang terima beasiswanya?"

Ald mengangguk cepat, "iyalah abang terima. Selagi ada kesempatan emas, kenapa enggak diambil, ya kan?"

Kepala Billa mengangguk-angguk, Billa bertanya lagi. "Udah kasih tau papa?"

Ald mengangguk sebagai jawaban, tangannya masih sibuk di pipi Billa yang tembam. Pipi Billa adalah objek favorit Ald, sedari dulu Ald sering mencubiti dan mencium pipi Billa.

"Terus berangkatnya kapan?" Billa bertanya tanpa mempedulikan tangan Ald yang berada di pipinya.

"Nanti pas liburan semester, kamu mau ikut?"

"Ikut?" tanya Billa bingung.

"Iya mau ikut enggak? Kalo kamu enggak ikut, di sininya sama siapa?" Tanya Ald membuat Billa terdiam.

"..."

"Bill?" Panggil Ald karena tidak mendapat respon dari tadi.

"Billa ngga tau, bang.." jawab Billa dengan suara pelan, "pengen ikut sih tapi ngga tega ninggalin dia di sini.."

"Siapa? Raffa? Dia aja ninggalin kamu tega, masa kamu enggak?" Sela Ald cepat. "Bill, dengerin abang. Kamu itu perjuangin apa yang pantas buat kamu perjuangin. Perjuangin yang pasti, bukan yang kayak gini." Ald berujar sambil memegang bahu Billa dan menatap mata Billa.

Billa menangkap nada khawatir namun tegas dari perkataan Ald dan ia bisa melihat dari sorot mata Ald, bahwa Ald ingin yang terbaik untuk adiknya.

Dengan mantap, Billa menjawab. "Ya udah, Billa ikut."

"Bener?" Tanya Ald kegirangan.

Billa mengangguk lalu Ald memeluk adiknya dan mencium pucuk kepala Billa. Lalu Billa tersenyum menatap abangnya. Baginya, laki-laki yang baik di dunia ini hanya papah dan abangnya.

Dan ia memutuskan kan untuk pergi dari kehidupan Raffa dan akan memulai hidup baru di Inggris nanti.

Bismillahirrahmanirrahim, semoga keputusan ini yang terbaik.

R&B [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang