pahlawan kesiangan (EDITED)

1.4K 60 3
                                    

Vino tidak bisa tenang. Semenjak Sisil dan yang lainnya pulang tanpa Billa dan mereka menceritakan semuanya Vino menjadi khawatir.

Syifa, Sarah, Kevin, dan Raffa sedang melapor ke Pak Tito dan menceritakan apa yang terjadi. Sisil beberapa kali mencoba menelpon Billa, tapi tidak diangkat. Kekhawatiran Vino semakin menjadi, pikiran negatif bermunculan.

Vino mondar-mandir, udah dibilang kan tadi? Vino enggak bisa tenang. Daffa menjadi risih melihat Vino yang seperti itu.

"Lo diem dikit kek, Vin!" Kata Daffa kesal.

Vino melirik Daffa judes, Vino tidak akan pernah bisa tenang jika hal apapun yang menyangkut Billa. "Gue enggak bisa Daff, Billa pasti dalam bahaya."

Daffa memutar matanya malas, "tapi tenang dikit aja, bisa kan Vin? Kalo kita semua enggak tenang, Billa juga bakal susah ketemunya."

Daffa benar. Vino harus tenang agar pikirannya bisa terbuka. Vino menarik nafas lalu mengeluarkannya. Tiba-tiba ia kepikiran tentang hutan.

"Gimana, Sil? Diangkat enggak?" Tanya Raffa, rupanya ia telah kembali dari Pak Tito.

Sisil menggeleng, matanya sudah berkaca-kaca. "Gue nyesel banget enggak nemenin dia jalan di paling belakang."

Dicky mendekati Sisil, "udah, udah, Billa pasti ketemu kok."

Raffa terdiam, entah mengapa pikirannya tertuju pada hutan. Apakah Billa ada di sana? Sejak tadi, Raffa tidak bisa berpikir jernih. Pikirannya hanya tertuju pada Billa.

Saat tadi Syifa memberitahu Billa tidak ada di belakang mereka, Raffa dan yang lainnya segera berlari menuju villa untuk memberitahu guru pembimbing. Dan saat itu juga, Raffa panik. Ia sama tak tenangnya dengan Vino, namun badannya diam tak seperti Vino yang mondar-mandir.

"Gimana kalo kita pergi ke hutan aja?" Usul Raffa membuat teman-temannya menoleh ke arah Raffa. Mereka terdiam, menatap Raffa penuh keheranan. Raffa menggaruk tengkuknya karena gugup ditatap seperti itu oleh teman-temannya. "Feeling gue sih Billa ada di sana."

"Hutan mana?" Tanya Daffa kembaran Raffa, eh enggak bukan, jangan percaya. Nama mereka emang mirip tapi bukan kembaran kok. Oke, ini enggak penting. Abaikan.

"Hutan deket sini aja," jawab Raffa. Yang lain mengangguk-angguk ragu.

Semuanya terdiam, sibuk dengan pemikiran masing-masing. Sisil terus mencoba untuk menelpon Billa, tapi hasilnya nihil. Billa tidak mengangkat telpon dari Sisil.

Semua siswa diminta untuk ikut mencari Billa, kebanyakan, mereka mencari masih di sekitar villa. Tapi anak-anak yang anggota OSIS mencari keluar villa.

Sisil nampak frustasi, "kita lapor polisi aja deh. Gue takut Billa kenapa-kenapa." Memang terlihat dari raut wajah Sisil betapa takut dan khawatirnya Sisil.

"Ini belum 24 jam, kita enggak bisa lapor. Jadi kita harus cari sendiri dulu," jawab Kevin. Ia melirik arlojinya. "Udah deh, kita ke hutan aja, yuk. Siapa tau Billa emang bener ada di sana."

Dicky mengernyit, "emangnya boleh? Anak OSIS aja boleh keluar, tapi enggak boleh sampe ke hutan."

"Kita izin aja dulu, kalo boleh kita langsung berangkat. Kalo enggak, ya terpaksa kayaknya kita harus pergi sembunyi-sembunyi," Raffa berujar sambil mengecek ponselnya. Ia mencoba untuk menghubungi Billa, tapi sama seperti Sisil, tidak diangkat.

"Gue setuju," kata Vino yang sedari tadi terdiam menyimak percapakan mereka.

Kevin mengangguk, menatap teman-temannya. "Ya udah, tunggu apa lagi? Ayok buruan."

R&B [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang