My beloved Joan

695 48 11
                                    

Dia berkulit putih pucat dan halus seperti porselein, surai emas indahnya yang terbang bebas dengan indah tertiup angin siang, melelehkan hati setiap hawa yang memandang. Berbaju kebesaran pangeran dan duduk di bangku dengan tegapnya. 

Indah, memang indah. Terutama rambut emasnya itu. Joannes, begitu nama laki-laki berambut emas itu. Ia duduk di atas kursi yang senada dengan rambut emasnya. Aku mengamatinya sedari matahari terbit hingga matahari condong ke ufuk barat dan menyilaukan cahaya oranye yang menyilaukan.

"Nugu?" (Siapa?) suaranya mengagetkanku, ternyata ia menyadari keberadaanku di belakang tong sampah ini. Padahal aku rasa ukurannya cukup besar untuk menyembunyikan tubuhku.
"Ah..aku hanya mencari udara segar." Jawabku gugup sambil keluar dari tempat persembunyianku dengan tersandung-sandung kecil.
"Mencari udara segar dibalik baunya sampah-sampah ini?" Dia mengernyitkan dahinya.
"Ne." kataku sambil memaksa untuk tersenyum. (Iya)

Tiba-tiba ia mendekatkan wajahnya padaku, aku mundur beberapa langkah lagi karena gugup,
"Ottokhae? Apa yang akan dia lakukan?" (Bagiamana?) Batinku sambil menutup mata, tapi ia mendekat..mendekat..dan mendekat, hingga aku bisa mendengar hembusan nafas yang keluar dari hidungnya.

Ku mundurkan langkahku karena ia mulai menepis jarak antara dia denganku. Kini, wajahnya berada tepat di hadapanku, kulihat ia memincingkan hidungnya sejenak dan dengan cepat menjauh. "Huh.." Aku menghembuskan nafas lega. Tapi baru beberapa detik, ia kembali mendekat dan berkata, "Tubuhmu bau sampah." Seketika rasanya jantungku berhenti berdetak, ia membuat jantungku berdetak kencang lalu menghentikannya tiba-tiba, rasanya, rasanya,

"Ah.....menyebalkan" gerutuku dalam hati.
"Apa yang kau lakukan di sini, Alera?"
"Aku bilang aku hanya mencari udara segar!!." Jawabku sambil sedikit meninggikan oktaf.
"Bilang saja kau mengamatiku." Jawabnya dengan seringai puas lalu pergi meninggalkanku di samping tong sampah bau ini.

Meskipun ia adalah seorang pangeran, tak pernah sedikit pun ia membiarkanku memanggilnya dengan nama gelar tinggi tersebut. Rendah hati, tampan, bertanggung jawab, juga cerdas. Begitulah sosok Pangeran Joan di benakku juga di benak kaum hawa lain di istana ini.

_From Lukover to Seoul_

"Apa yang kau lakukan, Nak? Kenapa kau bau sampah?" Ibuku berlari mengejarku dengan pandangan herannya.
"Tidak Bu, aku hanya mengikuti kerja bakti sedikit."

Aku berjalan lesu menuju kamar megahku, perlahan aku merebahkan tubuhku di ranjang yang empuk dengan seukir senyuman yang mengembang seperti cherry dari bibirku. Beberapa hari yang lalu, Joan mengajakku untuk makan malam di ruang pribadinya, entah lah aku merasa itu sangat istimewa tapi dia bilang dia hanya berterima kasih karena sudah memberikan saran untuk mewakili Raja memilih penasehat raja yang baru, karena Petroas, penasehat raja yang lalu belum lama ini meninggal karena suatu misi yang diberikan oleh Raja Artigo, ayah Joannes. Aku memandangi langit-langit kamar tanpa memudarkan sedikitpun senyum,

"Apakah dia menyukaiku?" Pikirku.

Ahhh...aku terlalu sensitif sehingga cara berterimakasihnya saja ku anggap berlebihan,

"Dia tidak mungkin menyukaiku, dia pasti akan menikah dengan putri dari kerajaan sekutu." Aku berbicara sendiri, mungkin aku tampak seperti orang gila, aku sedikit menyesali nasibku yang hanya menjadi putri bawahan raja. Meskipun keluargaku masih dibilang kaum bangsawan, tapi tetap saja aku bukanlah putri dari seorang raja.

_From Lukover to Seoul_

"Bledaaaammmmmm....." Suara dentuman itu membuyarkan lamunanku.
"Suara apa itu?" Aku meloncat dengan sigap dari atas ranjangku menuju jendela untuk melihat apa yang terjadi.
"Ayah..Ibu" lirihku.

From Lukover to SeoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang