Distance

119 17 3
                                        

“Mungkin aku bisa mendapatkan jiwa elf itu sekarang.” Bapak kepala sekolah itu menunjukkan smirk nya yang seram.
“Tapi bagaimana anda yakin, Tuan Hwang Seong?” salah seorang pengawal di rumah kepala sekolah bertanya dengan ragu.
“Karena Voya sendiri yang menjauhkan dia dari mate nya, itu akan membuat kita mudah mendapatkan elf lugu seperti dia, hahaha.”

Mendengar itu, pengawal yang awalnya ragu tersenyum bangga pada tuannya yang tak lain adalah bawahan iblis yang telah mati di tangan Raja Artigo.

Malam itu, di kediaman suram Hwang Seong, ia beserta pengawal dan juga kedua anaknya yang juga merupakan teman sekolah Alera, menyusun rencana untuk bisa membawa elf cantik yang tak lain adalah Alera.

______________________________________
-----------------------------------------------------------

Sinar matahari menembus tirai putih yang menutupi jendela kaca kamar Alera, memancarkan cahaya menyilaukan yang memaksanya untuk bangun. Alera mendudukkan dirinya sambil mengusap wajahnya dengan pelan, ia tersenyum dan bersyukur karena masih bisa membuka matanya saat pagi tiba, ia meneguk segelas air lalu mengambil ponselnya dari atas nakas dan memeriksanya. Belum sempat ia memencet tombol lock, ponsel itu menyala yang menunjukkan sebuah pesan telah mendarat,
Jangan sedih, kita pasti bisa melewati semua ini. Kita masih bisa bertemu di sekolah, jadi jangan biarkan matamu menghitam karena menangis semalaman. Oh iya, saat kau pindah nanti jangan lupa hubungi aku jika sudah sampai. Fighting!”
Pesan dari Joannes yang mengingatkannya bahwa hari ini ia harus berpisah dengannya membuat senyumnya perlahan memudar. Dengan lemas ia berusaha membalas pesan Joan dan berusaha menutupi kesedihannya,
Arasseo.”(Baiklah) lengkap dengan emoticon hati berwarna pink yang ia harap memebawa keceriaan baginya dan juga Joan.
“Alera, cepat kemasi barangmu.” Teriak bibi dari luar kamar terdengar tak bersemangat.
______________________________________
-----------------------------------------------------------

Hari yang berbeda. Joan berangkat ke sekolah seorang diri tanpa Alera yang masih sibuk mengurus kepindahan rumah. Sesekali ia menghembuskan nafasnya kasar pertanda bahwa suasana hatinya sangat buruk bahkan lebih buruk di banding keburukan lainnya.
“Ah, aku bisa gila.” Joan mengacak rambutnya lalu mengeluarkan ponsel dari sakunya dan dengan cepat menghubungi Alera, meskipun ia tak di perbolehkan oleh Raja Artigo, ia tetap menghubungi gadis yang di cintainya itu.
“Nomer yang anda tuju tidak dapat menjawab panggilan anda..”
“Ah, sial. Kenapa tidak di jawab, ayolah Alera, aku merindukanmu.” Runtuknya dalam hati.
Tanpa sadar, banyak perempuan menatapnya dengan tatapan kagum juga heran dengan tingkah laki-laki tampan ini.

______________________________________
-----------------------------------------------------------

Setibanya bibi dan Alera di Gangdong-gu, mereka memutuskan untuk langsung berbenah dan menyiapkan segala hal.
I need you girl, wae honja saranghago...” Suara ponsel Alera yang terdengar cukup nyaring mengalihkan fokus bibi yang semula berbenah. Tertera nama “Joannes” dengan aksara hangeul di ponsel itu, menandakan panggilan dari pangeran tampan pujaan Alera, tapi dengan cepat, bibi mematikan telepon dan tak memberitahu Alera.
“Maafkan aku Alera, aku tidak ingin kalian mempermalukan aku dan raja.” Batinnya sedikit merasa bersalah, tapi akan jadi masalah besar apalagi jika orang-orang di Lukover mendengar bahwa pangeran mereka melakukan hal yang tidak pantas.

______________________________________
-----------------------------------------------------------

“Bibi, tadi aku mendengar ponselku berdering, tapi kenapa sekarang tidak ada apa-apa?” Suara Alera mengagetkan bibi, membuat Bibi Estrada semakin merasa bersalah.
“Mungkin hanya perasaanmu saja.” Jawab bibi berusaha acuh.
“Ah...Ne.” (Iya) Alera berlari menuju kamar barunya sambil memutar-mutar kemoceng berusaha menghibur dirinya yang mungkin sedikit bersedih.
“Huh, lelah sekali.” Alera menghela napas berat sambil sesekali menyeka peluh yang membasahi dahinya.
“Apa yang sedang di lakukan Joan sekarang?” Alera membuka ponselnya dan berbaring di ranjangnya yang jauh lebih nyaman di banding ranjang di rumahnya yang lama.
Annyeong.”(Hai)  Sapa Alera melalui aplikasi Chat LINE.
Ia tak megharap Joan segera membalas karena pasti sekarang sedang berlangsung pelajaran. Tapi dengan cepat ponsel berwarna peach yang ia genggam itu berdering
“Hah, Dia menelpon?” Alera segera mengangkat telpon itu dengan girang.
Eoh?” (Ya??) Ucapnya berlagak cuek.
“Kau tidak merindukanku, Alera?”
Ani.” (Tidak) Jawab Alera sambil terkekeh geli.
“Jahat sekali, kalau begitu aku tutup ya.”
Andwe! Bogoshippo, jeongmal bogoshipposeo.”(Tidak! Aku merindukanmu, sungguh.)
Joan hanya tersenyum mendengar jawaban Alera yang menyejukkan hatinya,
“Ah, geunde.. kau bolos pelajaran?” (Tapi) Tanya Alera yang seketika membuat telinga Joannes memerah.
Tak ada jawaban, Alera sedikit panik, khawatir Joan akan marah padanya,
“Joan, mianhae.”(Maaf) Ucap Alera menyesal.
“Halo..” Ucap Joan
“Kau tidak dengar apa yang kukatakan tadi?" Alera meninggikan suaranya
Eoh, mianhae. (Iya, maaf) Tadi ada yang memanggilku.”
“Oh..” Jawab Alera singkat.
“Alera cepat mandi setelah itu kita beli makanan.” Teriak bibi dari luar kamar.
Ne...” (Iya)
“Bibi ya?” Sahut Joannes.
Eoh, aku tutup ya, annyeong.” (Iya/bye)

From Lukover to SeoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang