Who Is He?

168 28 5
                                    

Joannes Pov

Aku mendengar pembicaraan Alera dengan Bibi Estrada diluar kamar Alera.
"Aku malu sekali kenapa tadi aku berbohong, padahal bibi sudah memberitahuku bahwa ingatannya akan kembali." Gerutuku.
"Kalau begitu, kalian menikah saja daripada berbuat hal yang macam-macam." Aku mendengar Bibi Estrada mengucapkan itu, aku tidak bisa menyembunyikan wajah merahku. Dan saat itu juga, tiba-tiba bibi keluar dari kamar dan tahu bahwa aku menguping.
"Sssttt..." Kataku sambil menutup bibirku dengan jari telunjukku.
"Masuklah!" Suruh bibi dengan senyum mengejek.
"Apa? Bagaimana bisa bibi menyuruhku masuk ke kamar seorang perempuan?" Tanyaku kaget setengah berbisik.
"Itu hal yang biasa disini. Haha." Bibi meninggalkanku dengan senyum yang puas dan lebar. Aku segera berlari menuju kamarku karena takut Alera akan mengetahui bahwa aku menguping.

Aku mendengar suara Alera tengah bernyanyi dan ingin mengambil sebuah buku dari rak.
"Uh...Aduh..Ternyata aku pendek sekali." Gerutunya yang terdengar keras dari ruanganku. Sontak aku berlari untuk membantunya. Tapi aku takut jika ia melihat wajahku yang memerah sehingga aku menunduk menyembunyikannya,
"Buku yang mana?"
"Itu, disana." Katanya sambil menunjuk sebuah buku tebal dengan sampul berwarna Kuning.
"Terima Kasih, Pangeran." Dia berlalu pergi dan menundukan kepalanya. Mendengar itu, jantungku berdegup kencang dan terasa darah mengalir cepat menuju kepalaku.
"Apa ini? Apa wajahku jadi seperti terbakar?"
.
.
.
.
Alera POV

Aku membaca buku cerita fiksi yang dibalut dengan kisah percintaan dari keluarga kerajaan, entah kenapa aku membacanya sambil membayangkan ini terjadi padaku dan Pangeran Joannes. Aku tersenyum mengedarkan pandanganku kesetiap sudut ruangan. Dan..
"Apa?" Pangeran sedang melihatku? Aku dengan cepat memalingkan wajahku karena malu dan pergi ke kamar karena sudah larut.
.
.
.
Esok harinya, Bibi Estrada mengumpulkan kami di meja makan sambil sarapan dengan santai karena hari ini bibi libur bekerja.
"Bagaimana kalau.." belum sempat bibi melanjutkan bicaranya. Aku dan pangeran kompak berteriak
"Jangan terburu-buru!!" Bibi terkekeh mendengar kami.
"Apa maksud kalian? Aku hanya ingin kalian bekerja dan memiliki uang sendiri, aku sudah menyiapkan satu mobil untuk kalian berdua." Jelas Bibi Estrada.
"Apa itu mobil?" Tanyaku penasaran. Bibi mengajak kami keluar rumah dan menuju ruangan disebelah rumah bibi yang jarang dibuka.
"Ini Garasi." Kami (Aku dan Pangeran Joannes) mengangguk mengerti, lalu bibi menekan remot (kau tahu kan apa itu remot??) untuk membukanya. Dan sebuah mobil berwarna hitam mengkilap pun menyambut kami.
"Wah...Jadi ini kereta yang berjalan sendiri yang kulihat ditaman waktu itu." Kata pangeran dengan takjub. Bibi terkekeh pelan mendengarnya
"Aku akan membuatmu bisa mengendarai ini tanpa belajar." Jelas bibi, kemudian melafalkan sesuatu dari mulutnya sambil mengarahkan jarinya ke Pangeran Joannes. Dan.. tidak ada hal yang terjadi.
"Coba kau kendarai mobil itu Pangeran." Perintah Bibi pada pangeran Joannes.
Akhirnya pangeran pun menumpanginya dan berhasil mengendarainya keluar dari garasi.

Esoknya, kami bekerja di perusahaan Bibi Estrada menjadi.. entahlah yang jelas aku dan pangeran membantu bibi mengurus surat-surat yang sangat banyak juga kami dibantu dengan sebuah Televisi yang bisa di lipat juga bentuknya lebih kecil dan bisa di bawa kemana kita mau, jika tidak salah, bibi menyebutnya sebagai Laptop.

Ini sudah menjadi hal biasa karena di Lukover dulu ayahku juga menjadi sepertiku saat ini dan aku banyak membantu, begitu juga dengan pangeran yang meneruskan ayahnya yang sedang sakit keras. Ngomong-ngomong Lukover. "Bagaimana keadaan Lukover?" Batinku. Tapi aku tak menanyakan apapun pada Pangeran Joannes takut ia akan merasa bersalah.

Saat jam istirahat, ada seorang laki-laki menghampiriku
"Anda orang baru disini?" Seorang pria dengan setelan jas rapi dan berdasi oranye bertanya padaku, dia terlihat seumuran dengan bibi tapi terkesan muda dengan gayanya yang praktis
"Ne, saya baru bekerja disini." (iya) Jawabku sopan. Tiba-tiba Joannes memanggilku dari kejauhan mengajakku untuk makan siang.
"Alera, ayo makan." Sambil menggerakan tangannya seperti gerakan sedang makan.
"Siapa itu? Orang baru juga?" Tanya laki-laki asing itu dihadapanku.
"Iya, saya permisi dulu." Kataku sambil membungkukkan badan lalu pergi meninggalkan laki-laki asing itu.

From Lukover to SeoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang