Am I Wrong?

107 21 4
                                    

Senyum Alera jauh terkesan sangat manis untuk Joan, senyum yang menenangkan hati dan sejuk di pandang mata hazel itu. Tapi bukan hanya pemilik mata hazel itu yang akan jatuh pada senyum cantik Alera, melainkan siapa saja yang melihat senyum itu akan jatuh cinta saat itu juga.
Ia menggenggam tangan mungil gadis di depannya itu dengan lembut juga penuh cinta.

 Ia menggenggam tangan mungil gadis di depannya itu dengan lembut juga penuh cinta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

#Flashbackmodeon
“Ah..”
“Tahan ya, ini akan terasa pedih.”
“Sudah siap, sekarang pasti sudah jauh lebih nyaman.”
“Terimakasih Joan.”
#Flashbackoff
“Apa aku tidak salah dengar, apa yang mereka lakukan?” Yoo Na mengintip mereka yang tengah duduk di tepi danau dengan kursi yang di kelilingi 3 pohon besar. Yoo Na melihat Joan tengah menggenggam tangan Alera dengan senyum tulus yang mengembang. Ia geram, dendam dan sangat marah. Ia mengambil ponselnya untuk menyuruh seorang melukai Alera, tapi ponsel yang sedari tadi ia gunakan untuk merekam aktivitasnya, merekam suara Joan dan Alera saat Joan mengobati luka Alera. Siapa saja yang mendengar suara Alera dan Joannes, pasti akan salah paham saat itu juga.
“Jika aku tidak bisa memilikimu, kau dan gadis itu harus keluar dari sini.”
.
.
.
.
.
Yoo Na dengan tergesa menuju ke ruang kepala sekolah.
“Maafkan aku Joan, aku tidak rela melihatmu bahagia dengannya.”
“Ada apa Yoo Na-ah?” Tanya seorang laki-laki yang tak lain adalah kepala sekolah.
“Ada siswa baru yang melakukan hal tak pantas, Pak.”
“Siapa mereka?”
“Mereka adalah murid baru di kelas saya. Namanya Joannes dan Alera, saya tak sengaja merekam suara mereka.” Yoo Na menunjukkan rekaman suara itu pada Pak Hwang Seong.
“Joannes, Alera..seperti tidak asing.”
“Bisa kau beri aku foto mereka?” Pintanya pada Yoo Na
“Baik.” Yoo Na lalu menggeser geser ponselnya mencari foto mereka.
“Ini mereka Pak.”
Bapak itu menyeringai seram, menunjukkan giginya yang tak bersih lagi. Entah apa yang di pikirkan laki-laki itu hingga terasa hawa dingin yang menyelimutinya.
.
.
.
.
.
"Joan, boleh aku bertanya satu hal?"
"Euh? Tanyakan saja."
"Apa makhluk yang ada dalam dirimu itu?" Alera sedikit ragu menyuarakan hatinya, ia menatap Joan dengan raut wajah takut.
"Entahlah, aku benar-benar tidak tahu. Kau tahu? Dulu ada panglima perang yang sangat di banggakan Ayah. Orang itu bukan hanya pandai dalam berperang, tetapi juga memiliki sihir. Aku sering berlatih dengan panglima itu. Berlatih pedang, berkuda, memanah dan sihir. Aku bisa berteleport dengan baik dulu tapi tidak sekarang. Bahkan kemarin saja aku sangat payah."
Alera menganggukkan kepalanya beberapa kali.
"Tapi aku benar-benar tidak tahu apa yang ada dalam diriku." Joan menutup ceritanya dengan hembusan nafas lega.
“Kita harus segera pulang Alera.” Joan menarik lembut tangan Alera menuntunnya ke kelas dan mengambil tas mereka.
“Eum...Terimakasih.” Alera tersenyum manis pada Joan. Joan hanya tersenyum kecil dan menggandeng tangan Alera sepanjang perjalanan pulang.

Setibanya di rumah, dengan wajah bahagia mereka mengucapkan salam pada Bibi. Tapi entah kenapa Bibi Estrada yang biasanya menyambut mereka dengan senang, sore hari itu mengabaikan kedua pemuda itu.
“Ada apa dengan bibi?” Joan bertanya pada Alera yang juga tampak kebingungan,
Molla.” (Tidak tahu) Jawab Alera acuh lalu bersiap untuk mandi.
.
.
.
.
.
“Apa yang kalian lakukan?” Tanya bibi dengan nada tingginya.
“Apa maksud Bibi?”
“Aku tahu Pangeran dan Alera, kalian saling mencintai, tapi tolong hargai posisiku di sini, jangan mempermalukan diriku.”
“Apa yang salah dengan kami Bi?”
“Sudahlah, kalian memang harus dipisahkan sementara waktu. Alera bersiaplah besok kita akan berangkat ke rumah ku di Gangdong-gu.”
“Tapi Bi, kenapa?” Alera menahan air mata yang sebentar lagi jatuh
“Sudahlah.” Bibi pergi meninggalkan Joan dan Alera yang tampak bingung juga sedih, mereka tidak tahu ada apa sebenarnya, apa kesalahan yang mereka lakukan, kenapa bibi memisahkan mereka padahal bibi pernah ingin menikahkan mereka.
.
.
.
.
.
Siang tadi, ketika Yoo Na melaporkan Joan dan Alera pada kepala sekolah, kepala sekolah itu segera menghubungi bibi untuk menjelaskan apa yang telah dikatakan oleh salah satu murid picik itu.
“Ibu Voya, bisakah anda datang ke sekolah hari ini juga?” Suara kepala sekolah via telepon yang membuat bibi segera menyanggupi,

Tuk..Tuk..Tuk..” Suara sepatu bibi terdengar mendekat ke ruang kepala sekolah, bibi membuka pintu ruangan itu lalu di sambut hangat oleh bapak kepala sekolah yang merupakan salah satu bawahannya.
“Ada apa, Pak?” Tanya bibi tanpa basa-basi
“Mungkin anda harus memisahkan kedua keponakan anda, Ibu Voya.” Kata bapak itu to the point.
“Kenapa dengan mereka? Bukankah mereka anak yang cerdas?”
“Begini, salah satu murid melapor bahwa mereka melakukan hal yang kurang pantas.”
“Benarkah?”
“Saya rasa anda harus memisahkan keduanya agar berita ini tidak segera tersebar di Lukover.”
“Anak itu, benar-benar.”
Bibi menahan amarahnya lalu berjalan dengan tergesa keluar dari ruangan itu.

To Be Continued..

Loves,
Iza

From Lukover to SeoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang