Tentang Kesendirian

116 10 1
                                    

Hari ini aku bangun tidur tanpa semangat. Aku lihat ke arah jendela kamarku yang merupakan jendela floor to ceiling yang dihalangi oleh tirai berwarna biru muda. Kamarku sangat dingin karena AC, dan sepertinya di luar masih gelap. Aku tebak ini masih sekitar jam 4 atau jam 5 dini hari. Wangi lavender memenuhi kamar ku yang luas dan kesepian ini. Yang terdengar hanya rintik-rintik hujan dan kicauan burung yang berada di luar rumah.

Mataku sembab. Aku kemudian melaksanakan doa pagi untuk bangun tidur, lalu segera mengenakan sandal ku. Sekarang pukul 5 kurang 23 menit. Aku membuka jendela dan mendapati pemandangan yang luar biasa. Aku dapat melihat sinar matahari yang mulai mucul pada langit oranye yang masih terhiasi oleh bintang dan sebuah bulan sabit. Aku menatapnya penuh kekaguman. Setidaknya hari ini langit berbahagia setelah semalam menemaniku menangisi kebodohanku. Kebodohanku yang malah berakhir seperti bencana.

Seraya menatap kapas-kapas putih pada langit yang mulai muncul, aku teringat kata-kata mama. Katanya aku harus menjaga sang bintang. Entah apa maksudnya. Aku memang bodoh, bahkan perkataan sependek itu saja aku tidak mengerti.

Hari ini tidak ada tenaga sama sekali yang dapat kurasakan pada tubuhku. Rasanya berat sekali untuk pergi ke sekolah dan bertemu dengan manusia-manusia yang menikamku bersama-sama itu. Aku ingin lebih lama merasakan kehangatan selimut dan kelembutan yang diberikan tempat tidurku.

Selain membaca buku, aku juga gemar dengan musik. Hanya saja, tidak sebanyak aku mencintai buku. Aku mengambil gitarku, tapi tidak untuk dimainkan. Hanya aku bawa dan kuletakkan di samping ku. Aku menyalakan radio di kamarku dan mulai membaringkan diriku kembali. Suara instrumental saxophone yang dipadukan dengan alunan musik dari biola memenuhi kamarku. Nuansa nyaman pada pagi yang indah itu tidak selaras demgan suasana hati ku yang sedang sangat lelah menghadapi cobaan.

Memejamkan mata sebentar saja tidak akan berakibat buruk kan?

Aku pun memejamkan mataku, sambil menikmati alunan musik di kamarku. Perlahan-lahan aku mulai terhanyut dalam melodi musik itu, dan mulai meneteskan air mata lagi. Entah mengapa rasanya sakit sekali dihianati 2 orang yang penting dalam hidupku, seperti tertusuk jarum atau seperti dada ku ditekan begitu kerasnya.

Dapat aku dengar pintu kamar ku terbuka. Suara lembut yang ku kenal dengan suara mama ini mengatakan selamat pagi padaku. Dia membawakan segelas susu hangat dan beberapa biskuit. Mama tersenyum padaku saat melihatku berusaha untuk menghapus air mataku. Katanya aku tidak perlu menyembunyikannya karena mama sudah tahu kalau aku pasti menangis. Mama kemudian membelai rambut panjangku yang berwarna hitam agak coklat dari gen papa dengan sedikit highlight berwarna ungu.

Mama mengatakan bahwa papa minta maaf karena harus bekerja dan tidak bisa menghampiriku pagi ini. Mama juga bilang papa akan ada urusan kantor selama beberapa hari di luar kota, dan mama akan menemaninya. Mama memintaku untuk tinggal di rumah saja. Katanya takut aku kenapa-napa di sekolah. Aku meng iya kan. Memang ini yang aku mau.

Mama memberiku catatan untuk makan, dan dimana letak makanannya. Ia juga meletakkan beberapa buku-buku dan kaset instrumental baru di laci tempat tidurku. Mama lalu pamit sambil memelukku dan bilang padaku untuk jaga diri. Dan katanya tidak apa-apa bagiku untuk mengundang orang lain ke rumah, asalkan tidak macam-macam. Mama juga bilang kalau mama percaya padaku, dan bahwa dia menyayangiku. Aku membalas pelukannya dan mengatakan bahwa aku juga sangat menyayanginya.

Dapat ku dengar pintu di lantai bawah terbuka, lalu tertutup lagi. Aku dapat melihat lewat jendela bahwa mama sedang memesan taksi online di bawah, sambil sesekali melihat ke arahku dan tersenyum. Lalu mama melambaikan tangan dan masuk ke dalam taksi. Kemudian ia pergi, dan aku sendirian.

Aku memandangi langit-langit kamarku lagi, memikirkan apa yang harus aku lakukan sekarang. Suara detik pada jam dinding dapat ku dengar dengan jelas karena rumah ini begitu sepi. Mungkin aku akan mengajak salah satu temanku untuk menginap.

Saat aku menyalakan hp ku, tiba-tiba suara notifikasi muncul bertubi-tubi. Tidak seperti biasanya. Ada beberapa temanku yang menanyakan keadaanku, apa kah aku sakit, dan mengapa aku tidak sekolah hari ini. Ini pasti karena aku belum pernah absen sebelumnya. Tapi itu hanyalah seperempat dari semua pesan yang kuterima. Aku lihat ada pesan dari Astra. Ia menanyakan perasaanku, dan bagaimana keadaan ku. Dia bertanya apakah sudah baikan, dan apakah aku merasa kesepian. Dia juga menawarkan bantuan apapun bila aku membutuhkannya. Dan itu hanyalah inti dari pesan-pesan yang ia kirim. Ada 20 pesan datang hanya darinya.

Situasi ini sangat familiar. Ini mengingatkanku saat aku pertama kali gagal dalam mendapat nilai yang memadai pada ujian IPA. Sam datang padaku tapi aku menolak kedatangannya. Lalu aku mengurung diri di kamar. Tapi telepon rumahku terus berdering, dan mama papa sedang ada perjalanan bisnis. Aku terpaksa mengangkat teleponnya dan ternyata iu Sam, mengucapkan seribu kata motivasi mengenai nilaiku, dan bagaimana dia ingin aku belajar bersama dengannya agar menjadi pintar bersama. Andai dia tidak menghianati aku, mungkin sekarang hubungan kita masih seperti itu.

Aku sangat ingin membalas pesan Astra, tapi aku yakin benar bahwa aku akan sangat mengganggu proses belajarnya di sekolahnya. Tapi tiba-tiba notifikasi pesan pada hp ku berbunyi lagi. Pesan itu dari Astra. Kata-katanya cukup membuatku kaget dan sejenak berpikir dia menanamkan kamera CCTV kecil pada rumahku haha.

Via SMS
Pria itu: Bales dong. Tenang. Gw juga bolos kok!

Pesan ini membuatku tertawa kecil sesaat.

Aku kemudian memberitahukan keadaan ku. Bagaimana aku sangat kesepian, dan bagaimana aku sendirian. Aku juga bercerita tentang ketakutanku akan patah hati dua kali lipat bila aku bertemu dengan dua manusia itu lagi.

Astra selalu membalas dengan dukungan. Kadang juga dia selipkan sedikit ejekan akan betapa lemah dan cengeng nya aku. Tidak apa. Aku mengakui itu.

Astra kemudian bertanya padaku apakah aku yakin kalau aku benar-benar sendirian di rumahku. Itu benar-benar membuatku merinding. Baru saja aku merasa sangat takut, bel rumah berbunyi. Aku langsung melompat dari tempat tidurku karena takut. Aku kemudian langsung lari ke pintu depan. Aku mengintip dari kaca kecil pada pintu, namun tidak melihat siapapun. Aku takut. Tapi aku harus membuka pintunya.

Perlahan-lahan pintu tersebut aku tarik, dan mendapati seorang pria tinggi berbaju kuning pastel dan membawa bunga. Aku tersentak kaget. Rasanya ingin ku pukul manusia gila ini. Tapi tanpanya, sepertinya aku akan merasa sangat kesepian.

Aku mengijinkan Astra masuk dan memberikan es jeruk yang ku simpan di kulkas. Dia bilang bahwa dia sangat ingin menemuiku dan menghiburku se segera mungkin. Dia lalu datang ke rumahku, dan dalam perjalanan melihat setangkai bunga plastik yang memikat perhatiannya. Dia berniat memberikannya untukku.

"Bunga ini memang palsu, tapi tahan lama. Beda tapi sama gw. Gw tuh asli, dan pasti hubungan pertemanan kita bakal tahan lama." Katanya. Aku senang.

Setiap hari selama seminggu ia terus mengunjungi ku dan bermain denganku. Dia terus saja datang dengan hal-hal baru. Tapi pada hari terakhir, dia membawakanku sebuah bintang terbuat dari karton yang digunting sangat tidak rapi.

Tentangnya dan Para BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang