Kami masuk ke dalam sebuah toko buku yang besar. Aku ga pernah masuk sini sebelumnya. Kayaknya ini toko buku baru. Sambil berjalan di area buku komik dan ensiklopedia, Astra memanggilku lalu jalan kami terhenti.
"Anna."
"Yo?"
"Gw mau punya panggilan spesial buat lo."
"Alay lo."
"Hahah ayo dong! Boleh ya??" Wajahnya memelas.
"Euh fine. Lo mau panggil gw apa?"
"'Nat'."
"'Nat'? Gw ga biasa dipanggil kayak gitu Tra. Lagian cuma ditambahin huruf 't' doang Tra hahaha."
"Makanya itu. Gw mau gw jadi orang pertama yang manggil lo 'Nat'."
"Kenapa gitu?"
"Gw udah pernah bilang kan? Lo spesial."
"Spesial di mana nya sih?"
"Ya. Lo temen pertama gw selama gw hidup. Ga pertama sih. Ibu gw temen pertama gw. Tapi bisa dibilang lo temen pertama gw selain ibu gw."
"Apaan sih ribet banget haha. Yaudah terserah lo. Kalau gitu, gw jg mau punya panggilan buat lo."
"Udah tuh."
"Lah udah?"
"Yang pernah manggil gw 'Tra' cuma lo doang. Orang lain ga ada yang pernah manggil gw pakai nama itu. Dulu gw tinggal di Australia pas ibu gw masih kerja di sana. Mereka semua manggil gw pakai nama marga gw, 'Niles'."
"Ohh. Berarti dari awal panggilan gw buat lo udah spesial banget dong?"
"Hahaha kayaknya gitu."Suasana seketika menjadi hening. Aku memberanikan diri untuk mencoba membuka pembicaraan.
"Ehem. Kalau mama lo manggil lo apa?"
"Kenapa emang?"
"Ga apa-apa. Abisnya lo diem. Jadi daripada kita diem-dieman, mending gw mulai pembicaraan."
"Hmmm. Ibu gw panggil gw selalu dengan sebutan 'Nak' karena gw anaknya hahaha."
"Dih garing lo. Krenyes krenyes gitu."
"Hehe."Kami terdiam lagi. Aku kemudian berusaha mencairkan suasana lagi.
"Tra, gw-" aku baru aja mau cerita sesuatu sama Astra. Tiba-tiba seorang wanita menghampiri Astra. Ia memakai high heels dan dress pendek disertai juga dengan make up yang bisa disebut cukup classy.
"Niles?" Panggilnya. Menurut deskripsi Astra tadi, kemungkinan wanita ini adalah temannya dari Aussy.
"You remember me, don't you?" Katanya lagi. Sepertinya dia orang Indonesia. Terdengar dia sangat memaksa agar terdengar seperti sedang menggunakan aksen Australia.
"Niles?" Panggilnya untuk yang kedua kalinya. Astra ga meresponnya. Aneh.
"Tra, cewe itu manggil lo." Kataku pada Astra. Mungkin saja Astra ga denger panggilan cewe itu.
"Niles kamu denger aku kan? Kenapa kamu diem aja? Hey?" Kata wanita itu sambil mendekat.
Mataku tiba-tiba tertuju pada wajah Astra yang seperti ketakutan dicampur marah. Ia melirik ke wanita itu, dan keringatnya mulai membasahi wajahnya.
"Tra? Lo kenapa?"
"Kita pergi aja dari sini, Nat."
"Lah kenapa?"Wanita itu berjalan makin dekat sambil terus memanggil lembut nama belakang Astra. Kemudian saat wanita itu ada tepat disamping Astra, wanita itu memandangku dengan sinis.
"Niles, dia siapa?"
Lagi-lagi Astra ga menjawab pertanyaan wanita itu.
"Niles kamu dengar aku ngga sih? Kok kamu diemin aku?"
Setelah diam beberapa saat, Astra akhirnya meresponi pertanyaan wanita itu.
"Lo ngapain disini? Bukannya lo lagi siap-siap dijodohin sama calon cowo lo? Dia masih di Australia, kan? Ngapain lo disini? Mau curangin dia?"
Aku kaget dengan balasan Astra. Wanita itu lebih kaget lagi. Eh, ngga. Dia lebih ke bingung daripada kaget.
"Maksud kamu itu apa?" Katanya kebingungan.
"Eh bule kw, denger ya! Gausah lo cari-cari lagi 'cowo pribumi'. Udah dapet yang asli bule masih ga cukup buat lo?" Katanya dengan sedikit tekanan pada kata 'gausah' yang diucapkannya.
"Kamu kenapa sih, Niles? Aku cuma kebetulan aja lagi liburan ke sini. Dan tiba-tiba ketemu sama kamu. Mungkin takdir hehe." Balasnya.Tawanya membuatku geli. Terdengar sekali nada-nada genitnya.
"Tapi Niles, perempuan yang ada di samping kamu itu siapa?" Katanya lagi sambil melihat ke arahku.
"Bukan urusan lo!" Balasnya dengan ganas. Kemudian ia berkata lagi.
"Nat, yuk kita jauh-jauh aja dari sini. Gw cariin toko buku yang lebih murah, lebih besar, dan banyak diskon. Lo gaakan nolak kan?" Katanya sambil melihat padaku dengan tatapan yang cukup serius.
"Ng-ngga." Balasku.Wanita itu kemudian terus-menerus berpikir. Dapat kulihat dari ekspresi wajahnya. Mungkin memikirkan aku siapa. Tiba-tiba dia mengucapkan nama.
"Nat!" Katanya. Aku segera menoleh.
"Apa?"
"Oh! Bener 'Nat' ya? Hmm."Kemudian dia mulai mengucapkan nama-nama secara random.
"Natasya? Natusha? Natalie?" Katanya dengan senyum yang sangat jelas sedang ia buat-buat.
Astra menarik tanganku dan membawaku pergi. Wanita itu mengikuti kami tapi perlahan. Aku dapat mendengar dia terus meneriakkan nama-nama yang berkemungkinan dipanggil dengan panggilan 'Nat'.
"Aku tau! Nadine? Natalia? Nathanaela? Nata? Natania?" Katanya. Ia terlihat agak kesal tapi masih berusaha tersenyum.
Kemudian Astra berbalik dan melepas tanganku. Ia segera berjalan menghampiri wanita itu. Dan sambil tersenyum dia mengatakan "Annatie". Kemudian dia kembali berjalan ke arahku dan membawaku pergi.
Sungguh aku penasaran banget siapa wanita itu tadi.
Apa dia pacarnya Astra ya? Ah tapi bukan kayaknya. Tadi Astra bilang cewe itu mau dijodohin. Apa jangan-jangan dia mantannya Astra?
Pikiranku menjalar kemana-mana sampai kemudian Astra menepuk pundakku.
"Njir Traa! Gw kira ada yang mau hipnotis gw!"
"Jangan lebay deh."
"By the way, Tra."
"Lo gausah tau. Dia cuma kenalan gw di Australia waktu itu."
"Oh."
"Ya."Astra kembali menarik tanganku, dan memintaku naik ke motornya. Kami kemudian pergi ke toko buku lain yang cukup jauh dari toko itu. Aku masih belum bisa menceritakan apa yang ingin aku ceritakan pada Astra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentangnya dan Para Bintang
RomantikCerita ini memang bukanlah cerita yang sempurna. Bukanlah cerita yang dapat mengubah hidup seseorang. Kalau kamu pecinta sastra baku, maaf bukan di sini tempatnya. Ini balada ku, salam kenal.