Tentang Matilda

71 5 0
                                    

"Cakep parah Nat! Rambutnya panjang bergelombang dengan sentuhan warna merah setiap kena sinar matahari. Baik juga, walaupun dia kelihatan genit. Pokoknya gila gw takjub ngelihatnya." Ucap Astra padaku saat kami sedang duduk di taman.

"Mau dong liat fotonya," pintaku.
"Wait."
"Mana?"
"Nih, foto kemarin pas gw ketemu sama dia." Ujar Astra sambil memperlihatkan foto perempuan yang baru saja ia puja-puja.

Penampilannya seperti yang Astra deskripsikan. Kulitnya putih, tapi sepertinya orang Indonesia. Rambutnya di bawah bahu dan bergelombang. Terlihat sepertinya dia menggunakan highlight merah pada rambutnya, dan senyumnya terlihat dapat menarik perhatian para lelaki dengan sangat mudah. Matanya sipit tapi terlihat sangat indah. Hidungnya juga mancung. Definisi hampir kesempurnaan.

"Loh? Lo nga-"
"Cantik ya?"

Belum selesai aku bertanya tentang alasannya menemui wanita itu, Astra langsung memotong omonganku dengan pujian terhadap wanita itu. Wajahnya terlihat berbinar-binar, berbeda dari saat kami bertemu dengan Matilda di toko buku.

"Iya." Balasku.
"Tadi lo mau nanya apa?"
"Hah? Oh, lo ngapain ketemuan sama cewe itu?"
"Oh iya, gw belom ceritain ya?"
"Kalo lo udah ceritain, gw gabakal nanya ya, dodol."
"Dodol? Enak dong hahaha aduh ambigu nih."
"Mesum."
"Haha, yaudah sini, gw ceritain." Kata Astra sambil duduk mendekatiku.

"Matilda itu dulu teman pertama gw di Australia. Dia satu-satunya yang bisa gw ajak ngomong bahasa Indonesia dan juga sekalian ngerti culture Indonesia. Dia juga pinter dan baik banget."
"Wah, terus?"
"Terus, ofcourse gw suka sama dia seiring waktu. Dan dia juga bilang kalau dia suka sama gw. Katanya lucu aja gitu, mata gw sipit."

Tawaku langsung meledak, kencang.

"WOI HAHAHAHAHAH TRUE LO MINIMALIS BANGET!"
"Ya namanya juga keturunan. Lo juga tuh, pendek banget."
"Penghinaan! Eh sama si."
"Huahahaha lanjut ga nih?"
"Lanjut pak!"
"Baiklah nona, saya lanjutkan."
"Paansi haha."
"Hahaha. Jadi gini. Seperti yang gw ceritain waktu itu, Matilda dulu dijodohin sama gw, tapi kita ga jadian. Entah kenapa, dia selalu menunda saat gw tanya kapan dia mau jadian, toh kita saling suka. Tapi, beberapa bulan setelah pengakuan saling suka itu, Matilda tiba-tiba lost contact. Gw telpon, sms, bahkan gw datengin ke rumahnya, dia ga ada. Temen-temen gw yang ada di daerah Sydney juga bela-belain bantu gw cari dia, karena mereka tahu kalo gw sayang banget sama dia. Tapi akhirnya ga ketemu. Sebulan kemudian, ada telepon dari nomor ga dikenal. Saat gw angkat, dia bilang-"

Astra terdiam, kemudian melanjutkan ceritanya lagi.

"Bilang kalau dia udah ga butuh lagi sama gw. Mamanya bilang kalau dia cantik banget dan jodohnya juga harus tampan banget dan orang tuanya harus lengkap, jadi mamanya cariin pemuda Australia yang tampan dan mapan serta masa depannya udah terjamin. Dan saat itu gw cuma bisa ngunci diri di kamar, sendirian. Ga lama setelah itu, ibu pergi. Ga ada dan ga akan ada yang bisa tenangin gw sebaik ibu. Gw ga cerita ke siapa-siapa." Kata Astra sambil tersenyum.

"Woy woy apa-apaan tuh? Lo tuh ganteng banget loh! Idung lo emang ga mancung, tapi lucu. Bibir lo juga manis. Badan lo gagah, suara lo adem. Lo juga mapan toh? Kurang apa woy??" Kataku sambil tak sengaja mengucapkan pujian-pujian.

"Kurang orang tua, hehe." Katanya tampak sedih.
"Tra?"
"Gapapa, makasih ya. Ngefly gw hahahaha."
"Oh gabisa dipuji dikit."
"Hehe oke gw lanjut lagi."
"Oke."
"Matilda bilang dia seneng karena dijodohin sama orang yang mapan. Gw selalu liat kalau dia bahagia banget sama calon cowo barunya itu, dan gw yakin cowo itu juga sangat menikmati pemandangan indah di depan matanya. Semakin lama, semakin jauh jarak antara gw dan Matilda. Lalu gw balik ke Indonesia, sendiri lagi. Beberapa hari yang lalu kita ketemu sama Matilda, dan jujur gw kaget banget. Gw ngerasa gw marah banget sama dia, dan gamau ketemu dia lagi karena itu cuma bakal nambah rasa sakit hati gw. Dia masih secantik dulu, bahkan mungkin lebih cantik. Lalu kemarin gw ngobrol sama dia dan dia bilang perjodohan itu dibatalin karena perusahaan milik keluarga cowo itu bangkrut, dan ternyata berdampak besar bagi status cowo itu. Ibunya Matilda kemudian langsung membatalkan perjodohan dan membiarkan Matilda mencari pria yang tampan dan mapan sendiri."
"Dan orang itu lo?"
"Sepertinya begitu, dia bilang dia masih suka sama gw."
"Tapi dia cuma suka lo karena penampilan lo dan finansial lo kan Tra?"
"Tapi gw sayang sama dia karena seluruh hal dari dirinya, dan gw ga masalah dia suka gw dengan alasan apapun." Katanya sambil tersenyum manis.

Aku terpesona, sekaligus merasa iba. Aku harap hubungan mereka lancar.

"Lo gimana?" Celetuknya.
"Gimana apanya?"
"Sama si Merewood itu, lo gimana hubungannya?"
"Oh, baik aja. Cuma gw becandain dia karena dia panggil gw 'princess' terus. Dan kayaknya dia marah banget, Tra."
"Becandain gimana?"
"Kayak gw ketawain aja dia manggil gw 'princess' terus."
"Mungkin dia marah karena dia serius. Lo bagaikan putri yang berharga bagi dia, dan dia kira lo hanya anggap kalau dia itu bercanda. Coba lo minta maaf aja Nat."
"Oh, gitu ya? Oke yaudah, nanti gw telepon."
"Anjing pintar."
"Gw anjing lu ampasnya"
"Idih jorok lu!"
"Hahahahahaha"
"Yaudah gih, angkat dulu itu telepon lu bunyi."
"Loh iya? OH IYA!"

Aku langsung mengangkat saat melihat tampilan nama di layar hp ku, "Merewood❤".

Via Telepon:

"Ha-halo?"
"Pri- uhm, Anna, maafin aku ya. Aku terlalu baperan."
"Ng-ngga kok. Aku yang terlalu ga menghargai. Maaf juga, ya?"
"Makasih ya, Na. Besok jalan yuk? Mau cari kado buat mama aku yang besok ultah."
"Wah, oke."
"Sip, makasih ya."
"Iya."

Kemudian teleponnya dimatikan. Astra tersenyum sambil mengacungkan jempolnya seolah mengatakan "well done". Aku tersenyum balik padanya.

"Oh iya, Tra. Matilda punya kerabat namanya Emilie?"
"Oh si pinter dari sekolah lo itu? Iya, dia itu sepupu dari sepupunya Matilda, makanya Emilie lebih terlihat seperti orang yang 100% pribumi."
"Oh, oke."

Astra kemudian berdiri dan mengulurkan tangannya padaku, memintaku ikut berdiri. Aku pun meraih tangannya.

"Sore ini melelahkan. Pulang yuk, nona?"
"Haha tuan ga perlu sok gentleman. Gentlemannya nanti pas ketemu sama nona Matilda aja."
"Loh memang apa bedanya?"
"Dia kan orang yang lo suka, belum lagi dia deket banget sama kata sempurna."
"Oh iya, gw baru inget lo itu kan cowo. Ga deh ga mau gw jadi gentleman deket lo, nanti gw disangka homo sama orang-orang."
"Dih gw cewe, dasar kardus!"
"Hahaha! Pendek!"

Astra kemudian merangkulku dan mengajakku ke planetarium. Tentu saja seperti biasa, aku tak bisa menolak ajakan dari pria manis ini.

Tentangnya dan Para BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang