Tentang Emilie Lyv

63 5 1
                                    

Via SMS [4.30 AM]
Merewood❤: Morning, princess.
Merewood❤: Lyv bilang ke aku untuk ingetin kamu kalau hari ini ada pemilihan anggota band untuk festival sekolah.
Merewood❤: Dia bilang kamu punya suara yang bagus dan dia juga bilang pernah liat kamu tampil pakai gitar.
Merewood❤: kalau udah bangun kabarin aku ya😘

Aku terbangun pukul 5 pagi karena alarm pada hp ku. Aku melihat ke arah jendela dan melihat embun pagi yang membasahinya. Kemudian aku mengarahkan pandanganku pada gitarku yang berwarna biru di pojok kamar.

"Pagi, Ao. Hari ini kamu ikut aku ke sekolah, aku bakal main sebagus yang aku bisa di audisi nanti." Kata ku pada gitarku yang jelas tidak bisa menjawab apapun.

Setelah mengenakan sepatu, aku mengambil ponsel ku. 4 pesan dari Rio. Aku mengeceknya dan kemudian membalasnya.

Via SMS [5.40 AM]
✅Me: Okay, thanks.
✅Me: Aku baru mau berangkat.
✅Me: 😊

Merewood❤: Good luck😍

Astra hari ini sibuk lagi. Menemui seseorang lagi katanya. Astra bilang dia akan menghubungiku nanti.

Aku jalan kaki ke sekolah hari ini. Astra tidak bisa mengantar, papa sedang beristirahat dan mama juga bekerja. Aku memandang langit yang masih labil ingin menunjukan langit pagi atau langit malam. Aku masih dapat melihat bintang-bintang bertaburan menghiasi langit bersama bulan.

Melihat bintang sekilas mengingatkanku akan pemandangan di atas Gunung Gede malam itu. Indah seperti pemandangan pagi ini dan tenang seperti tenangnya jalan raya pada pagi ini.

Aku sampai di sekolah pukul 7 kurang 5. Dame mengantarku pada Rio karena aku masih malu untuk berjalan sendiri ke kelas lain. Rio sedang berdiskusi dengan teman-temannya mengenai festival. Rio termasuk anggota OSIS dan anggota OSIS paling banyak juga berasal dari kelasnya.

"Lo Annatie?" Suara perempuan yang manis ini menanyakan namaku.
"Iya." Balasku.
"Jangan lupa audisi siang ini di aula ya. Gw harap lo berhasil." Katanya sambil tersenyum ceria.
"Makasih." Balasku yang saat ini salting karena jarang berinteraksi dengan perempuan yang lain.

Gadis tadi kemudian pergi. Sepertinya dia dari kelas yang sama dengan Rio, dan sepertinya juga anggota OSIS. Kali ini Rio yang datang menghampiriku.

"Pagi." Sapa nya.
"Pagi, Ri." Balasku.
"Kamu kenal sama nona Lyv?" Tanya nya sambil menunjuk gadis yang baru saja berbincang singkat denganku.
"Lyv? Itu namanya?"
"Ya, nama keluarganya. Namanya Emilie, tapi aku ga biasa panggil dia pakai nama itu."
"Oh. Dia yang minta kamu ingetin aku soal audisi?"
"Iya. Kamu pernah ketemu dia?"
"Belum. Tapi mungkin dia pernah mampir ke cafe punya sepupu aku. Aku pernah diminta nyanyi disana."
"Wow, jackpot!"
"Jackpot?"
"Iya. Kamu cantik, bisa nyanyi dan main musik, baik, kamu bener-bener pacar idaman and i'm lucky to have you. So lucky!" Katanya dengan wajah sangat senang.
"Bisa aja kamu. Aku ga ngerasa kalau aku sesempurna itu. Tapi makasih udah anggap aku begitu."

Rio lalu mengacak-acak rambutku sambil tertawa.
"Andai kamu bisa liat diri kamu dari mata aku. Kamu bisa langsung lihat betapa kamu bersinar." Katanya.

Ucapannya itu membuatku sedikit malu dan senang. Ramiro sangat baik padaku, tidak seperti sebagian besar perempuan di sekolahku. Mereka hanya membicarakanku di belakang dengan diberikan tambahan bumbu pada setiap pembicaraannya. Aku memang tidak ada di antara mereka, tapi aku juga dikaruniai 2 buah telinga yang gunanya untuk mendengar.

Pembicaraan gadis-gadis belakangan ini adalah bagaimana aku meninggalkan Oliver begitu saja lalu kemudian datang memborong Ramiro, Damian, dan pria yang mereka lihat di gerbang sekolah waku itu sekaligus. Mereka pasti hanya mendengar dari Oliver bahwa aku meninggalkannya dan Sam lah yang menyelamatkannya. Andai mereka tahu cerita sebenarnya. Aku juga hanya sering berbicara dengan Damian, dan bersahabat dengan Astra.

Sering sekali aku dengar celaan dari mulut perempuan sekolah ini tentang bagaimana aku sering mendekati kaum pria. Kalau mereka bisa berpikir jernih, mereka pasti bisa mengerti bahwa karena sikap merekalah aku tidak berani bertegur sapa dengan perempuan lain.

Gadis yang kulihat tadi juga sepertinya berbeda. Ramiro juga bercerita bahwa Emilie terpilih menjadi wakil ketua OSIS karena kepintarannya dan tanggung jawabnya yang melebihi siswa lain. Dia bahkan bisa dijadikan ketua kalau saja dia bukan anak kelas 10. Wajahnya juga sangat manis dan menurut cerita Ramiro, dia sangat baik hati. Harusnya dialah yang dibilang sempurna.

Ini sudah pukul 12 siang. Waktunya audisi. Entah bagaimana aku ada di urutan pertama. Aku menyanyikan lagu "Overjoyed" sambil memainkan gitar. Ini pertama kalinya aku memperlihatkan hobi ku ini. Aku dapat merasakan pandangan kesal banyak perempuan mengarah kepadaku. Tidak apa-apa, tidak apa-apa, hanya itulah kata-kata yang mengitari pikiranku untuk meredakan kegugupanku.

Pengumuman menyatakan bahwa aku akan bernyanyi untuk band ini. Emilie yang bermain piano atau keyboard. Walau aku tidak tahu siapa yang akan menjadi gitaris, aku tahu seorang gadis bernama Callista Brown yang akan bermain bass, dan seorang pria bernama David Williams yang akan bermain drum.

Emilie menghampiriku dan memberikan selamat.
"Hai, Anatie. Congratz for joining the band. Mohon kerja samanya ya." Katanya sambil tersenyum manis lagi.
"Thank you, Em. You too." Balasku.
"Lo tahu nama gw?"
"Tahu dong. Ramiro cerita sama gw."
"Really? Wow that's great! Gw harap kita bisa jadi deket hehe. Gw ke temen-temen gw dulu ya"
"Yup! Have a nice day, Em!"
"Lo juga."

Emilie kemudian melambaikan tangan lalu meninggalkanku dan pergi berkumpul dengan beberapa temannya.

Aku menceritakan hasilnya kepada Astra dan Rio. Astra belum membalas pesanku, sementara Rio langsung merangkulku sambil mengucapkan selamat.

"Pacarku memang paling hebat. Ya ga?"
"Ga gitu juga kali."
"Ah, itu buktinya jadi penyanyi."
"Cuma untuk festival. Aku cuma kurang nyaman sama keberadaan Callista Brown pada band itu. Dia salah satu perempuan penggosip yang ada di kelasku. Dia sering sekali membicarakanku pada teman-teman yang lain."
"Dia juga temannya Sam?"
"Lebih buruk. Dia saudaranya Sam."
"Really? Tapi bukannya Sam ga punya marga?"
"Yea, tapi Callista adalah anak dari Terry Brown, pemilik perusahaan gaun ternama. Ibunya lah yang berhubungan darah dengan ayah Sam yang tidak bermarga."
"Oh, begitu. Rumit ya?"
"Banget."
"Hmm aku doain putri kesayanganku ini bertahan sampai tampil nanti. Good luck, princess!"

Princess lagi.

"Diem kamu hahaha. Apaan sih, princess terus." Tawaku dengan niat bercanda.
"Kenapa? Kamu ga suka aku panggil princess ya? Okay then." Balasnya, terlihat sedikit kesal.
"Kok kamu jadi bete gitu sih? Aku cuma bercanda."
"Oh bercanda." Katanya sambil pergi tanpa pamit.

Aku bingung dengan sikap Ramiro tadi, tapi ga apa-apa. Astra membalas pesanku dan mengucapkan selamat. Dia bilang dia baru saja bertemu dengan wanita yang berpapasan dengan kita di toko buku. Namanya Matilda Lyv, dan Astra berjanji akan menceritakan tentangnya besok.

Lyv?

Tentangnya dan Para BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang