Olivia pikir, hari minggu yang dinanti selama beberapa hari ini akan menjadi hari minggu yang menyenangkan. Ia mendengus kesal karena waktu santainya dihabiskan untuk menemani Daffa latihan basket di dekat kawasan sekolah. Untung saja ia membawa kamera dari rumah untuk menjaga-jaga kalau tiba-tiba ia merasa bosan.
Dan seperti yang diduga sejak awal, Olivia merasa bosan sekali ketika melihat sekumpulan cowok yang sejak tadi saling berebut bola berwarna oren itu. Kamera yang tergantung di lehernya langsung ia lepas, lalu beralih untuk memegangnya.
Ia mengamati seluruh sisi penjuru lapangan untuk mencari tempat yang pas untuk memotret. Kamera yang saat ini sudah siap untuk membidik, ia arahkan kepada sosok pria yang tengah men-ddrible bola dengan sangat mahir.
Daffa berlari menuju ring diikuti oleh para pemain yang lain. Olivia segera fokus pada kamera yang berada ditangannya. Berharap bola tersebut berhasil masuk ke dalam ring setelah Daffa lempar.
Ckrekkk...
Bidikan yang sangat tepat, Olivia sangat senang dengan hasil foto yang didapat ketika Daffa berhasil memasukan bola tersebut ke dalam ring, lalu suara teriakan dan tepuk tangan langsung terdengar.
Disisi lain, Olivia justru mendadak kaku saat menyadari Daffa memberi kedipan sebelah mata sambil tersenyum kearahnya. Memberi efek yang besar bagi cara kerja jantungnya. Tangannya bergetar, beriringan dengan napas yang sulit untuk dikendalikan.
Olivia langsung mengalihkan pandangan kearah lain. Kalau bisa, ia ingin pulang sekarang juga untuk menormalkan kembali debaran jantungnya yang terus-terusan mengusik pikirannya. Ia mundur beberapa langkah tanpa menyadari ada seseorang cowok di belakangnya.
Tubuhnya hampir saja terjatuh kalau saja tidak cepat-cepat ditangkap oleh cowok itu. Debaran rasa salah tingkah yang semula disebabkan oleh Daffa langsung berganti dengan rasa kaget karena kameranya hampir saja terjatuh bersama dengan tubuhnya.
"Lo ternyata berat juga ya Liv?"
Suara itu membuat Olivia sadar bahwa tubuhnya masih ditahan olehnya. Ia buru-buru berdiri untuk mengetahui siapa orang yang sudah menangkap tubuhnya hingga tidak terjatuh.
Namun sebelum mengetahuinya, Olivia memeriksa kondisi kamera yang barusan hampir terjatuh jika orang itu tidak cepat-cepat menahannya, setelah tahu bahwa kameranya baik-baik saja. Ia langsung berbalik badan karena penasaran siapa yang sudah menolongnya.
Cowok itu memberi senyuman disaat Olivia bertanya-tanya dalam hati. Ia memakai seragam basket yang sama persis dengan yang di pakai Daffa. Namun cowok yang saat ini berhadapan dengannya sama sekali tidak ia kenali. Eh, Tapi kenapa orang itu bisa mengetahui namanya?
"Kenapa? Baru pertama kali liat cogan ya?" ucap cowok itu disaat Olivia masih menatap wajahnya bingung.
"Lo kenal gue?" tanya Olivia, bingung.
Cowok itu terkekeh, menampilkan sederet gigi putihnya setelah mendengar pertanyaan Olivia. Rambut hitamnya tampak sempurna dengan posisi yang tertata rapih, bola mata yang sedikit kecoklatan seakan melengkapi wajahnya yang masuk dalam kategori tampan.
"Enggak sih... gue juga baru ketemu lo hari ini," ucapnya santai.
Olivia mengernyitkan Dahi. "Tapi lo tahu nama gue dari mana?"
"Gue tahu nama lo dari Daffa. Dia sering cerita tentang lo. Daffa juga pernah pamer kalau dia itu punya sahabat yang cantik tapi..." cowok itu menggantungkan perkataannya.
"Tapi apa?" Tanya Olivia, mengundang rasa penasaran yang semakin bertambah.
"Emm---tapi sering ngambek," jawabnya jujur. Sedikit adanya keraguan saat ia mengatakannya. Jawaban itu membuat Olivia malu karena sifatnya diketahui oleh cowok yang saat ini berada dihadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
OLIVIANO
RomanceLeonard Alviano. Atau yang sering di panggil Vino adalah seorang murid baru yang berpenampilan sederhana. Hari-harinya tidak terlepas dari buku-buku tebal yang selalu ia bawa. Dia memiliki tatapan yang tajam dan memiliki sifat dingin yang membuat si...