□14. Es krim.

2.5K 145 0
                                    

Bagian empat belas

ARGA!!

-
-
-
-
-

Apa yang kalian pikirkan tentang sekolah?

Menurut sebagian orang, sekolah tentu untuk mencari ilmu dan ya, pintar. Namun, bagi sebagian kaum hawa, sekolah adalah tempat yang bisa sekalian cuci mata. Pria-pria tampan warisan sekolah, sudah pasti jadi incaran para wanita. Banyak wanita yang selalu mencari cara agar bisa bertemu pria-pria itu. Dari yang ijin ke toilet padahal ingin melihat do'i di dalam kelas, sampai melihat pria idaman dari dalam kelas lewat jendela. Semua itu sudah biasa bahkan jadi rutinitas kaum pencari yang segar-segar disaat pelajaran sekolah membuat kepala seakan dibelah dua.

Termasuk Livia. Kali ini, bu Mega sedang mengajar pelajaran sejarah. Pelajaran membosankan bagi Livia atau bagi sebagian orang dikelas. Livia bisa melihat, hampir setengah dari penduduk kelas XI.5 tidak ada yang memperhatikan bu Mega yang sedang menjelaskan.

Apalagi Widya, cewek itu dengan santainya tertidur dengan tangan terlipat diatas meja. Livia meringis sekaligus bangga, betapa beraninya sahabatnya itu. Disaat yang lain mati-matian menahan kantuk, Widya sudah tertidur tanpa takut.

Namun, disaat seperti ini, Livia lebih memilih mengalihkan pandangan pada lapangan sekolah. Disana, kelas XI.4 sedang mengikuti pelajaran olahraga. Tentu, tidak lain tidak bukan, pandangan Livia sudah terkunci pada sosok Arga yang sedang bermain basket satu lawan satu bersama Rafa.

Bagaimana Arga sangat menyukai basket, tentu tidak perlu dipertanyakan siapa yang akan menang. Kadang, jika sedang melawan Radit pun, Arga biasanya selalu mengalahkan Kakaknya itu. Hal itu pun yang membuat Radit selalu menantang Arga bermain basket setiap waktu. Jika dihitung dari enam hari yang lalu, Radit bisa mengajak Arga bermain basket empat kali dalam seminggu. Dan ya, Arga selalu menerima ajakan Radit yang kadang memang memaksa.

Livia mengernyit heran. Sedang menikmati pemandangan luar biasa, tiba-tiba tidak jauh dari kelasnya, Ratna sudah berdiri menghalangi pandangannya. Memang tidak sepenuhnya menghalangi, namun bukankah menjadi sedikit repot saat objek bergerak itu tertutupi setengah oleh tubuh Ratna?

Livia mencebik sebal. Tatapannya masih bersama Arga, namun saat Arga sedang berdiri dibelakang Ratna, sungguh rasanya Livia ingin ke lapangan sekarang juga lalu menerjang tubuh Ratna hingga ke luar sekolah, kalau bisa. "Awas!" Ucap Livia tanpa suara. Sudah diancam dengan tatapan garang begitu, seharusnya Ratna cepat menyingkir lalu kembali duduk dipinggir lapangan dengan tenang. Namun, memang Ratna ini sudah keturunan batu yang kerasnya minta ampun, cewek itu tetap berdiri disana dengan wajah yang seratus persen mengejek.

Belum reda emosinya, tiba-tiba disamping Ratna sudah berdiri sosok Naura. Tersenyum tipis setengah mengejek. Benar-benar ya, mereka berdua memang tidak tau apa arti kesempatan. Jika sudah begini, apa yang akan dirinya lihat? Dua tubuh yang gagal diet menghalangi pandangannya dengan senyum penuh kemenangan. Nikmat sekali jika Livia mencekik kedua sahabatnya itu lalu menggantung tubuh mereka bersama ring basket. Jika dipikirkan, opsi seperti itu tidak buruk juga.

"Bangsat!" Umpatnya pelan. Sudah habis stok kesabaran yang Livia punya. Semoga saja, opsi yang baru saja dipikirkan tidak terjadi pada jam istirahat.

Memilih untuk kembali pada pelajaran, Livia dibuat terkejut saat bu Mega sudah terdiam dengan tatapan jatuh padanya. Ah, ralat, pada Widya. Dengan senyum kaku, Livia ingin membangunkan Widya, namun sebuah penghapus papan tulis sudah mendarat tepat mengenai kepala sahabatnya itu.

IMPOSSIBLE✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang