□15. Aneila.

2.6K 143 0
                                    

Bagian lima belas

Ya gampang, Arga nggak cinta sama lo.

-
-
-
-
-

Tidak terasa, sudah enam bulan Livia menjalin hubungan dengan Arga. Selama itu pula, tidak ada hal serius yang mereka debatkan. Mungkin beberapa perdebatkan kecil memang sering kali menghiasi hubungan mereka.

Seperti saat ini, Livia baru saja mendebatkan hal yang tidak penting. Hari ini, di kafe langganan Livia dan Arga, ada potongan harga es krim satu rasa. Namun, Arga menginginkan es krim rasa matcha sedangkan Livia ingin sekali rasa cokelat. Setelah lima belas menit berdebat, akhirnya Arga mengalah dan Livia, menang lagi. Haha.

Sambil menunggu, rasanya melihat kendaraan-kendaraan roda empat maupun roda dua berlalu lalang, sedikit menghiburnya. Livia memang memilih menunggu di luar karena kafe ini menyediakan meja dan kursi di halaman kafe. Tentu sangat memudahkan pelanggan seperti dirinya yang ingin menikmati semangkuk es krim atau segelas cokelat panas dengan pemandangan jalanan yang cukup indah ini. Namun, saat dirasa kursi dihadapannya telah diisi orang yang tidak dirinya kenal, tentu lain kali Livia akan pikir dua kali untuk menikmati hidangannya diluar.

"Maaf, itu tempat pacar saya." Bukan apa-apa ya, Livia rasa dengan meminta ijin terlebih dahulu atau menanyakan dulu pada dirinya, terasa lebih sopan dan ya, tidak mengganggu. Kalau sudah begini, rasanya Livia ingin masuk saja kedalam dan meminta Arga untuk membawa es krim itu ketempat lain.

"Ini tempat Arga, kan?"

Livia mengernyit. Melebihi keanehan dari perempuan yang duduk ditempat Arga, apa yang baru saja cewek itu ucapkan adalah suatu keanehan baru yang lebih membuatnya terkejut. "Lo siapa ya?"

Cewek itu tersenyum tipis. "Gue Aneila, mantan pacar Arga."

Oh. Livia tersenyum tipis. Apakah, perempuan dihadapannya ini bisa dikatakan ancaman? "Ohya?"

"Arga masih sama ya." Aneila menatap ke dalam kafe. "Masih tampan dan perhatian."

Livia tersenyum kecut. Hal seperti ini tidak perlu dijawab bukan?

"Waktu gue pacaran sama dia, semua yang gue mau pasti dia turutin. Dia adalah orang paling perhatian yang gue punya," Aneila kini menatap Livia. Tersenyum kecil pun tatapannya sama sekali tidak terbaca. "Gue harap, dia masih milik gue."

"Semoga cuma harapan, ya." Entah kenapa, sekarang dirinya merasa Arga terlalu lama berada didalam. Mengambil es krim diskon bukan hal yang rumit bukan?

"Tapi, Livia..."

Kali ini, Livia tiga kali lipat lebih terkejut. Aneila ini, seberapa banyak yang cewek itu tau? Bahkan, namanya yang Livia saja tidak tau siapa Aneila sebelumnya.

"Selama ini, harapan gue adalah kejadian yang akan datang," Aneila berdiri, melangkah mendekat hingga beberapa senti dari Livia. "Arga akan menjadi milik gue, ingat itu, Livia Renata Greyndara."

Livia menghela napas saat mendapati Aneila tak lagi berada dihadapannya. Entah kenapa rasanya tadi itu adalah sebuah detik-detik menakutkan saat bersama Aneila. Bukan apa yang dia ucapkan, melainkan sosok Aneila yang sepertinya tidak main-main dengan apa yang dia ucapkan. "Gila!"

Tak lama, Arga sudah datang dan duduk di kursi yang sama yang baru saja Aneila tempati. Menatap Livia khawatir saat mendapati cewek itu berkeringat dingin dengan pandangan kosong. "Liv,"

"Ga,"

"Iya? Lo kenapa?"

"Jelasin sama gue siapa Aneila."

"Kenapa lo tiba-tiba nanya tentang Aneila? Dia ada disini? Dimana?"

Livia menghela napas. Berusaha menahan emosinya. Jangan sampai, hal seperti ini malah menjadi boomerang untuknya. "Tadi gue ketemu sama Aneila. Sekarang kasih tau gue siapa Aneila!"

"Aneila? Dia cuma tetangga gue waktu itu. Pas gue kelas satu SMA, dia pindah ke Surabaya. Kenapa sih? Aneila bilang apa aja sama lo?"

"Lo nggak bohong kan?"

"Kenapa gue harus bohong?"

"Aneila bilang dia itu mantan pacar lo."

"Mantan pacar? Gue nggak pernah pacaran sama dia."

Livia terdiam sesaat. Jelas, dia percaya pada Arga. Namun, ancaman Aneila tadi benar-benar mengganggu pikirannya. Bagaimana jika Aneila benar-benar bisa merebut Arga darinya? Bagaimana kalau Aneila bisa saja mencelakakan Arga demi mendapatkan cowok itu kembali?

"Arga ... lo nggak akan tinggalin gue, kan?"

Arga menggeleng pelan. Pria itu melangkah, menarik Livia kedalam pelukannya. Rasanya, Livia sangat ketakutan. Apa yang Aneila katakan pada Livia? Semoga saja semuanya akan baik-baik saja.

-
-
-
-
-

💦💦💦

"Serius?!"

Livia mengangguk. Setelah kejadian tadi siang, Livia memilih untuk diantarkan ke  rumah Ratna. Rasanya, untuk melanjutkan kegiatan mereka akan sia-sia saja. Bagaimanapun pikiran Livia masih berputar pada satu titik. Ancaman Aneila. Untung saja saat itu Arga tidak bertanya lebih.

"Terus gue harus gimana, nek?"

"Kalau bisa sih jangan takut. Siapa tau dia cuma ngegertak doang, ya kan?" Menurut Ratna, hal seperti itu sudah bukan hal yang aneh. Karena, bagi Ratna yang memiliki Kakak perempuan tiga, ancaman seperti itu sudah jadi makanan sehari-hari Kakak-kakaknya. Bahkan ada yang sampai pada ancaman pembunuhan. Lagian, menurut Ratna, orang yang sudah menjadi masa lalu dan tak menerima takdir adalah orang yang tak berpendidikan dan kurang ilmu agamanya. Ditambah dengan ancaman-ancaman seperti itu, sepertinya orang itu harus diperiksa kejiwaannya.

"Tapi kalau beneran gimana?"

"Gini aja deh, sekarang kuncinya lo percaya sama Arga. Walaupun si Anel-Anel itu mau rebut Arga dari lo, kalo Arga-nya nggak mau ya, nggak bakal bisa. Ya nggak sih?"

"Iya sih? Tapi kalo Arga mau, gimana?"

"Ya gampang, Arga nggak cinta sama lo."

-
-
-
-
-

💦💦💦

Edit : 241020

IMPOSSIBLE✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang