10'-KADO ISTIMEWA

70 8 1
                                    

Memang tidak mudah untuk mengungkapkan perasaan itu, tetapi pasti akan lebih menyakitkan ketika melihat ia bersamanya tanpa sadar akan keberadaan mu sama sekali
🌹🌹🌹

"Hiks." Tetes demi tetes air mata Nada kini mulai bergulir membahasi baju yang Asa kenakan. Asa mendekap gadis itu lebih erat lagi, membiarkan dada bidangnya kini sebagai tumpuan untuk Nada. Anehnya Nada sama sekali tidak menolak perlakuan yang Asa berikan, ia justru membalas pelukan yang tadi diberikan kepadanya.

"Makasih, udah nunjukin kalo dia itu brengsek. Harusnya gue percaya sama lo, bukannya malah marah-marah." Nada menatap mata Asa penuh arti, seperti anak kecil yang baru saja dibelikan permen oleh ibunya.

"Semua orang pernah berbuat salah, jadi jangan pernah nyalahin diri lo sendiri atas kesalahan yang lo lakuin." Asa tersenyum, lantas menghapus sisa air mata Nada dengan ibu jarinya.

"Yaudah, yuk pulang. Gue kan gak boleh pulang malem-malem sama nyokap." Ajak Nada mengingat akan pesan dari ibunya agar ia tidak pulang terlalu malam.

"Oke, apasih yang nggak buat orang yang gue sayang." Kata Asa spontan, matanya membelak lebar ketika menyadari kesalahan apa yang baru saja ia lakukan.

"Tadi, lo ngomong apa Sa? Sayang?" Tanya Nada kikuk, takut-takut salah mendengar yang diucapkan Asa.

"Engh, gue..." Asa menggantungkan kalimatnya, menimbang-nimbang kata yang akan ia ucapkan. Sedangkan Nada justru sebal karena yang ditanya justru malah diam saja.

"Lama jasa!!" Nada mengalihkan pandangannya, berusah tidak peduli dan melupakan apa yang akan Asa katakan selanjutnya.

"Gue suka sama lo Nad, mungkin ini aneh. Tapi ini beneran nyata, gue bener-bener suka lo." Asa menghela nafas lega, seperti baru saja mengeluarkan sesuatu yang mengganjal di hatinya. Sedangkan Nada, ia justru termanggu kaku setelah kata-kata yang diucapkannya barusan.

"Gue gak minta lo jawab sekarang, tapi yang penting jangan gantungin gue lama-lama. Karena nunggu itu gak enak Nad, kalo emang gak mau mending langsung jawab aja." Asa menggenggam tangan Nada, lalu mengecup punggung tangannya. Membuat pipi gadis tersebut berubah merah semu.

"Please, anterin gue pulang sekarang juga." Asa terkekeh beberapa saat, lalu mulai menyalakan mesin mobilnya. Membawa kendaraan tersebut membelah jalanan ibu kota yang kian padat.

Selama perjalanan, tidak ada satu pun kata yang keluar dari mulut mereka masing-masing. Keduanya bungkam, sibuk dengan perasaan mereka masing-masing. Mereka tidak tahu bahwa perasaan aneh ini justru akan membuat jarak diantara mereka.

Asa menghentikan mobilnya tepat di pintu gerbang rumah Nada, sebelum pergi ia juga menyempatkan diri untuk pamit kepada ibu gadis tersebut.

"Saya duluan ya tante, maaf kalo saya ngenterin Nadanya terlalu malem." Asa mengecup punggung tangan wanita separuh baya itu sebagai tanda hormatnya, lantas kembali masuk ke mobil dan melajukannya menuju jalan utama.

Asa merebahkan tubuhnya setelah mandi dan berganti pakaian, mengambil ponselnya di meja dan menggeser-geser layarnya tidak jelas. Asa mengusap peluh di dahi, berusaha menahan gejolak rindu yang tiba-tiba saja muncul. Padahal, baru beberapa jam yang lalu ia mengantar gadis tersebut pulang.

Asa Arfiyansah: Selamat malam Nada, jangan tidur malem-malem ya!^_^

Asa terkekeh sendiri melihat pesan yang baru saja ia buat untuk Nada, merasa bodoh akan kata-kata yang belum pernah ia buat untuk seorang wanita selain ibunya.

*****

Nada berangkat dengan papanya hari ini akibat tubuhnya yang terasa kurang sehat. Sejak tadi malam, ia hanya membalik-balikan tubuhnya tanpa terpejam sedikit pun.

"Nanti pulang sekolah langsung pulang ya! Jangan main dulu, udah tau lagi sakit!" Kurang lebih begitulah pesan papanya sebelum ia turun dari mobil dan masuk ke dalam gerbang sekolah.

"Dah Nada!!" Kata papanya sambil melambaikan tangan dari dalam mobil, dan disambut oleh seulas senyum manis dari Nada.

Nada berjalan melewati koridor kelas dua belas yang masih sangat sepi, lantas membawa kakinya menaiki anak tangga menuju lantai dua dimana kelasnya itu berada.

Nada mengernyit bingung ketika menemukan sepucuk surat beserta sebuah bunga bertengger di meja miliknya, lalu melirik Wisnu orang satu-satunya yang ada di kelas saat ia datang.

"Nu, ini bunga sama surat dari siapa deh?" Wisnu yang merasa dipanggil menoleh, lantas mengangkat bahunya tanda ia tidak tahu.

"Serius bangsul!!" Kata Nada kesal, lalu melemparkan air mineral miliknya yang alhasil membuat Wisnu meringis kesakitan.

"Astaga, kan gue bilang gak tau. Ya kalo gue tau juga gue kasih tau, gak percayaan banget deh jadi orang!" Perdebatan mereka tentang kado istimewa tersebut terus berlangsung hingga jam istirahat. Hal itu juga berimbas kepada Eka dan Silvia yang terus-terusan kena semprot dari Nada.

"Nada, tunggu woy!!!" Teriak Eka setengah berlari hendak menyamai langkah Nada yang telah berjalan di depannya.

"Tinggal kejar aja sih, emang harus banget teriak-teriak?!" Cetus Nada kesal tanpa memberhentikan langkahnya.

"Lo tuh kenapa sih?!" Tanya Silvia ketika berhasil menyamai langkahnya dengan Nada.

"Gak gapapa, gue cuma masih kesel aja sama Wisnu." Jawab Nada datar.

"Emang Wisnu kenapa?" Kali ini Eka yang justru sibuk bertanya, membuat Nada bertambah kesal. Akhirnya ia pun menceritakan kronologis kejadian yang terjadi pagi tadi setelah memesan makanan di kantin, dan di jawab oleh anggukan paham dari teman-temannya.

"Tapi menurut gue Wisnu belum tentu salah, siapa tau emang pas dia dateng kadonya itu udah ada." Kali ini Eka menanggapi, berusaha memberikan penjelasan agar Nada tidak langsung menuduh orang sembarangan.

"Gini ya Nad, saran gue mending lupain aja. Lagi pula dia itu ngirimnya bunga kan? Bukan benda-benda aneh atau semacamnya, suatu saat lo juga bakal tau. Wisnu juga belum tentu yang salah, jadi jangan langsung marah- marah gak jelas ke semua orang." Penjelasan dari Silvia barusan sukses membuat Nada menjadi lebih bersahabat.

"Yaudahlah, gue juga kali ya yang suka marah-marah. Mending gue ngabisin nasi goreng aja deh." Dengan santainya ia mengambil nasi goreng yang baru saja diantarkan, menelan tiap suapannya dengan lahap.

*****

Nada untuk AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang