"Lo yang nyupir." Kata Silvia seraya memberikan kunci mobilnya kepada Nada, dan tanpa ba-bi-bu lagi ia langsung masuk ke bangku penumpang paling depan.
"Sial lo, emang gue supir apa!" Gerutu Nada sebal setelah ia duduk di bangku kemudi, membuat kedua temannya terkekeh.
"Sekali-kali boleh kali Nad, jarang-jarang lagi lo nyupirin kita." Nada mendengus sebal karena Eka yang justru membela Silvia.
"Parah lo semua, awas aja."
Sekitar 30 menit kemudian mereka pun tiba disekolah, melangkah masuk kedalam lobby utama yang akan membawa mereka masuk ke dalam area sekolah.
Saat ketiga sahabat karib itu hendak menaiki tangga, ada pemandangan aneh yang menyulusup di mata Nada. Disitu, dikoridor kelas dua belas ada Farras yang sedang menggandeng tangan Rima menuju ke kelas mereka.
Sakit, ini yang sekarang sedang dirasakan oleh Nada, ia mengusap matanya kala sebulir air meluncur mulus membasahi pipinya.
"Kalo sedih tunjukin aja, kita kan temen." Ia menoleh ke arah Eka dan Silvia kala merasakan sentuhan hangat dipunggungnya.
"Gue sedih, tapi gue kuat." Nada berusaha tersenyum walaupun terlihat dipaksakan, ia enggan membawa kedua sahabatnya ikut masuk ke dalam jurang kesedihan yang ia rasakan.
Nada memilih untuk mendekap diri di bangkunya saat mereka sampai di kelas, sedangkan Wisnu yang melihat kedatangan Nada dengan wajah masam mengernyit bingung.
Karena rasa penasaran yang besar ia pun menarik lengan Eka tanpa persetujuannya. Membawa gadis tersebut pergi menuju taman sekolah, tempat dimana tidak akan banyak orang yang mendengar percakapan mereka.
"Kenapa sih Nu?!" Tukas Eka saat Wisnu telah melepas cengkraman tangannya.
"Mau nanya aja, si Nada kenapa sedih gitu?" Eka mengangguk paham atas pertanyaan yang Wisnu lontarkan barusan.
"Biasalah, masih gamon sama farras." Jelas Eka sembari mencari posisi ternyaman di bangku besi ber cat putih itu.
"Dasar cewek, lebay. Udah disakitin juga, masih aja susah move on." Gumam Wisnu yang dibalas tatapan tajam dari Eka.
"Lo enak banget ngomong, tapikan yang ngejalanin dia."
"Hidup itu keras Ka, kayak hujan es balok. Jadi mau gak mau dia harus bertahan, atau kalo dia gak sanggup bangun aja benteng pertahanan." Eka menatap Wisnu dengan bingung, tidak mengerti maksud perkataannya yang terkesan misterius.
"Maksud gue kenapa Nada harus sedih karena masa lalunya, padahal jelas-jelas ada Asa yang bakal gantiin Farras." Kata Wisnu lebih memperdetail.
"Lo juga harus tau, ngebuka hati buat orang baru itu gak gampang. Apalagi setelah punya pengalaman disakiti." Eka mendengus sebal karena pernyataan Wisnu yang seakan-akan menggampangkan masalah ini.
"Tapi buktinya lo mau gue ajak balikan." Lagi-lagi perkataan Wisnu tepat sasaran, membuat gadis tersebut jadi salah tingkah sendiri.
"Ya kalo kita kan beda, yaudah ah yuk ke kelas!" Eka yang sudah terlajur malu bergegas meninggalkan Wisnu dibelakangnya, sedangkan Wisnu malah tertawa geli melihat tingkah pacarnya itu.
Nada memilih untuk pulang bersama supir yang sebelumnya telah ia suruh menunggu di depan gerbang sekolah saat bel pulang selesai berdenting.
"Dah, gue duluan!" Katanya seceria mungkin sambil berjalan menjauh meninggalkan Eka, Silvia dan Wisnu yang entah sedang menunggu apa di depan kelas.
"Huft, untung aja Nada gak pulang bareng kalian." Wisnu menghela nafas lega, sedangkan Eka dan Silvia justru saling tatap kebingungan.
"Sebenernya lo mau ngomong apa sih, sampe-sampe ngajak gue juga?" Tanya Silvia akhirnya.
"Biar gue yang ngejelasin." Entah darimana datang sosok pria misterius mendekat ke arah mereka, mengajak ketiga muda mudi itu untuk ikut membahas rencananya di suatu tempat.
*****
Jam telah menunjukan pukul setengah tujuh malam, dan di kamar yang bisa dibilang nyaman ini Nada sedang merapihkan tiap detail dari dirinya agar terlihat sempurna."Ma, Nada mau pergi ketemuan sama Eka, Silvia di cafe." Nada menghampiri Indah yang tengah menonton serial India kesukaannya, yaitu Utarran.
"Lho, ketemuan sama mereka atau sama yang lain?" Tanya Indah yang lebih mendekati ke arah menggoda. Pasalnya ia sangat tahu, bahwa Eka dan Silvia akan mampir jika akan mengajak anak perempuannya ini pergi.
"Ish mama, orang aku serius juga." Nada cemberut membuat Indah akhirnya tidak bisa menahan tawa.
"Ah kamu baperan banget jadi orang, mama kan cuma bercanda." Nada membelalak kaget kala mendengar kalimat ibunya yang terkesan kekinian.
"Sejak kapan mama tau baper?!" Nada heboh sendiri, membuat Indah lagi-lagi tidak dapat menahan tawanya.
"Suka-suka mama dong, emangnya mama gak boleh gaul." Celetuk Indah angkuh.
"Udah sana berangkat bareng abangmu, Robi adek kamu mau nebeng tuh!" Robi yang baru saja keluar dari kamarnya kaget saat mendengar perintah ibunya.
"Ngeribetin banget sih lo, manja tau gak!!" Cecar Robi ketika ia dan Nada telah masuk ke dalam mobilnya.
"Ya kalo gak mau nganterin kenapa tadi gak bilang aja sama mama? Kenapa harus lo yang marah ke gue? Gak jelas banget tau gak hidup lo!" Nada yang sudah terlanjur naik pitam memilih untuk menyumpal telinganya dengan earphone yang ia bawa. "Buruan jalan, kapan nyampe kalo diem gini."
Nada turun dari mobil Robi tiga puluh menit kemudian, membawa langkahnya memasuki cafe tersebut. Pandangannya menyapu ke seluruh arah mencari Eka dan Silvia, dilambaikanlah tangannya saat tatapan mereka saling bertemu.
"Hai semua." Sapa Nada saat ia telah duduk disamping Eka, Silvia, dan Wisnu. Yup Wisnu, tidak heran jika dia ikut berkumpul karena status yang dipegangnya adalah pacar dari seorang Firginia Eka.
Tidak berbeda dengan kegiatan remaja lainnya di cafe, Nada, Eka, Silvia dan Wisnu menikmati makanan mereka masing-masing dengan hikmad. Walaupun dibeberapa waktu diselingi oleh tawa yang disebabkan oleh banyak hal.
"Ih parah banget, mas-masnya masa salah ngerangkul orang." Kata Silvia saat mengingat kejadian memalukan yang terjadi dihadapannya barusan.
Persi saat tawa mereka mereda, lampu-lampu yang ada di dalam cafe ini seketika meredup. Menciptakan suasana yang semula santai menjadi romantis, dipertambah dengan alunan-alunan biola yang dimainkan oleh seseorang dipangung.
Disana, seseorang naik ke atas panggung sembari membawa se bucket bunga di tangannya. Nada menatap pria itu tidak percaya, jantungnya pun kini mulai berdetak lebih cepat. Ia menatap Eka, Silvia dan Wisnu yang ternyata juga sedang tersenyum ke arahnya bergantian.
"Hmm, minta perhatian kalian sebentar dong guys." Pinta pria akhirnya. "Buat gadis yang duduk disana, lo mau gak jadi pacar gue?" Nada tersentak, seketika ruangan ini terasa hampa tanpa udara kala pria itu menunjuk ke arahnya.
*****
Dunia ini keras dan menyakitkan seperti hujan es balok
-Wisnu Arifianto.
-🌹-
KAMU SEDANG MEMBACA
Nada untuk Asa
Teen FictionMungkinkah cinta pandangan pertama itu benar-benar ada? Seorang Asa Arfiyansah yang menyukai teman satu sekolahnya hanya karna pertemuan singkat di toko musik, akankah akhirnya bahagia?