17'-MAKAN MALAM(2)

20 2 0
                                    

Tolong jangan berikan harapan terlalu banyak, karena itu hanya membuat ku semakin mencintaimu
🌹🌹🌹

"Hah." Desahnya setelah meneguk habis air dingin di gelas, ia sengaja membanting gelasnya kencang sebagai bentuk pelampiasan rasa kesal kepada Wisnu. Lagi-lagi masalah cinta yang tengah dihadapinya membuat Asa harus memutar otak agar tidak menjadi beban baginya, apalagi jika harus menyangkut tentang kesehatan yang saat ini harus sangat ia jaga.

"Yah, tuh kan. Bikin gue kumat aja itu orang, tai." Gerutunya saat menyadari ada cairan merah yang mengalir dari hidungnya, ia buru-buru mendekat ke wastafel lalu membersihkan cairan itu sampai dipastikan tidak mengalir lagi.

"Tante Ratna minta lo supaya siap-siap, kita ada acara makan malem sama kliennya om Bagas. Mereka berdua lagi di jalan, bentar lagi juga nyampe." Asa mendongak menatap Alfa yang berdiri di ambang pintu kamarnya. "Jangan sampe lupa, gue masuk lagi." Sambungnya sebelum benar-benar menutup pintu lagi.

Jam terus bergerak hingga ke angka setengah tujuh malam, Asa yang baru saja selesai berpakaian buru-buru menutup pintu kamarnya lalu melangkah menuju ruang utama yang berada di lantai satu.

"Ah, rapih sekali kamu nak. Terlihat makin gagah kalau sudah pakai kemeja kayak gini, mama suka ngeliatnya." Ratna menatap putra semata wayangnya itu dengan mata berbinar, dalam hati ia terus saja memuji bahwa anaknya inilah yang paling tampan.

"Biasa aja, mama jangan suka berlebihan deh." Gumam Asa mengomentari pujian yang diberikan mamanya barusan. "Alfa juga sama, sana-sama pake kemeja dan sama-sama ganteng." Sambungnya sambil melirik ke arah Alfa yang juga balik menatap karena namanya yang disebut-sebut barusan.

"Sudah, jangan buang-buang waktu lagi. Ayo, pokoknya kita gak boleh telat." Ucap Bagas memotong pembicaraan mereka, dari arah gerak jalannya Asa dapat menyadari bahwa ayahnya ini sedang sangat buru-buru.

"Tadi Wisnu kesini?" Tanya Alfa bermaksud agar suasana diantara mereka tidak terkesan awkward.

Entah kenapa, Asa jadi bingung sendiri harus menjawab apa. Ia berulangkali menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, sambil terus menampakan senyum kakunya kearah Alfa.

"Are you okay? Gue ngeri sendiri diliatin gitu sama lo, lo gak homo kan bro?" Gumam Alfa sambil menatap Asa dengan sorot ngerinya.

Asa terkekeh mendengar pertanyaan Alfa, namun saat ia hendak melayangkan jitakannya Alfa dengan cekatan menghindar. "Sial." Gerutunya sambil terus menatap sepupunya itu dengan tatapan mematikan.

"Tunggu pembalasannya nanti my bro." Ucap Asa penuh peringatan, mereka pun bergegas turun dari mobil saat ayahnya meminta untuk segera bergegas.

Asa berulang kali merubah posisi duduknya kurang dari kurun waktu satu jam, menandakan bahwa ia sudah tidak sabaran lagi.

"Lama!" Gerutu Asa sepelan mungkin, ia tidak henti-hentinya melirik jam yang terus bergerak di tangannya.

"Gak sabaran." Celetuk Alfa yang ternyata menyadari gerak-gerik Asa, lalu dengan seringaian penuh jail ia mengatupkan kedua tangannya di depan dada. "Sorry, sorry, gak maksud."

"Pa, ini kok temennya gak dateng-dateng sih?!" Pertanyaan yang terlontar itu seketika mampu membuat Bagas mengalihkan pandangannya sesaat, dan lima detik setelahnya ia kembali disibukkan dengan ponselnya.

"Memang waktu acaranya belum dimulai, papa buru-buru kesini sengaja mau tunjukin ke temen papa bahwa keluarga Ardiwinata mampu datang tepat waktu." Asa tercengang mendengar jawaban dari kepala di keluarga itu, tidak pernah terpikirkan bahwa ayahnya yang gila kerja juga memiliki sifat menyebalkan.

Nada untuk AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang