Wisnu melempar control game milik Asa asal tanpa merasa berdosa sedikitpun, melirik Asa sekilas lantas mengalihkan arah pandangannya ke telepon genggam yang baru ia beli seminggu lalu.
"Gak ada yang mau ngucapin trimakasih nih?" Tanya Wisnu yang terdengar seperti sindiran untuk Asa. Ia menjeda permainannya sesaat, berusaha berfikir maksud dari perkataan Wisnu barusan.
"Oh, makasih." Jawab Asa sedatar-datarnya, lantas melanjutkan game kesayangannya itu yang sempat tertunda.
"Udah gitu doang?! Gue rasa lo lupa deh, gue nih demi lo rela kena timpuk dari Nada! Dasar teman!" Kata Wisnu mendramatisir.
Asa menarik nafasnya sesaat, berusaha mengontrol rasa kesalnya kepada sahabatnya itu. "Yaudah, terus lo maunya apa?" Tanya Asa menyerah.
"Traktir gue pizza sama snack ya banyak!" Asa menatap Wisnu datar, di detik berikutnya ia beralih ke kantung yang berada dicelananya.
"Udah gitu doang?" Asa menganggap enteng permintaan Wisnu barusan, lalu mengeluarkan tiga lembar uang kertas berwarna merah dari dompetnya. Namun, saat ia memberikannya justru malah ditolak mentah-mentah oleh Wisnu.
"Gue gak mau beli sendiri, lo yang harus pergi ke mini market. Kalo pizza kan gampang, tinggal delivery order." Asa membelalakan matanya, ingin marah tapi tak bisa. Bagaimanapun ia membutuhkan bantuan Wisnu agar dapat meluluhkan hati dari Nada.
"Untung temen." Wisnu yang mendengar dumalan dari Asa tertawa.
Asa mengeluarkan motornya dari garasi, malas jika ia harus berjalan kaki. Walaupun jarak rumahnya dengan mini market terbilang cukup dekat, tetapi tetap ia tidak ingin jika harus bertemu dengan perempuan-perempuan alay yang menurutnya kurang belaian.
Ia masuk ke dalam mini market setelahnya, mengambil keranjang lantas menyusuri rak-rak makanan yang diperlukan oleh Wisnu. Tidak ada hal janggal baginya dari mini market ini hingga matanya menangkap sesosok manusia yang ia anggap sebagai bidadari.
"Nada!" Pekik Asa kaget bercampur bingung, sedangkan orang yang merasa namanya dipanggil hanya balas menatap Asa dalam diam.
"Lo kok disini? Rumah lo kan jauh dari sini, emang di deket rumah lo gak ada mini market?" Tanya Asa to the point.
"Eh, gue lagi nginep dirumah Silvia sekalian kerja kelompok. Emangnya lo gak tau ya rumah Silvia satu komplek sama lo?" Asa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, dia benar-benar tidak tahu tentang tempat tinggal Silvia. Lagipula, untuk apa ia tahu.
"Yaudah, gue mau bayar dulu. Nanti lo gue anter ke rumah Silvia, udah sore gak baik kalo pulang sendiri." Selama beberapa saat ia terenyuh oleh perhatian dari Asa, namun seketika ia menyadari bahwa ia dan Asa hanyalah sebatas teman dekat saja.
"Nih, pake." Asa menyodorkan helm miliknya ke arah Nada, membuat dahinya kini dipenuhi kerutan kecil.
"Buat apa?" Tanya Nada polos dan sukses membuat Asa tertawa dibuatnya.
"Ya buat dipake, masa buat diliatin."
"
Tapikan deket jaraknya." Tukas Nada tidak mau kalah."Jauh, deket bukan jaminan lo selamat diperjalanan. Udah sinilah gue pakein." Asa memakaikan helm miliknya dikepala Nada, mengatur ukuran pengait dan rambut Nada agar ia merasa nyaman.
"Makasih." Nada menunjukan sederet gigi putihnya ke arah Asa.
Asa menarik tuas gas motornya, membawa kendaraan roda dua itu melewati tiap blok perumahan menuju rumah Silvia.
Nada turun dari jok motor Asa ketika mereka telah berhenti di depan sebuah gerbang rumah bercat putih, melepas helm yang ia pakai dan mengembalikan kepada pemiliknya.
"Makasih." Nada lagi-lagi menunjukan senyum yang memperlihatkan gigi-gigi putihnya.
"Cuma sekedar mengantar, semua orang juga bisa ngelakuin itu. Gue harap suatu saat lo bakal ngucapin makasih karena gue bikin hidup lo bahagia." Asa menatap gadis itu penuh arti, lantas memalingkan wajahnya kemudian.
"Yaudah mending lo pulang, Wisnu pasti nyariin." Asa terkekeh beberapa saat, lalu tanpa berfikir panjang ia kembali melajukan kendaraan roda dua tersebut.
"Lama amat, emang mini market tempatnya udah gak ada disini terus pindah ke hongkong gitu?" Sindir Wisnu ketika Asa baru saja datang dengan pesanannya, sedangkan pizza yang telah ia order sudah datang sedari tadi.
"Bawel dasar kayak cewek, tadi gue abis nganterin Nada ke rumah Silvia dulu." Ia lalu menaruh makanan yang dibelinya tadi tepat di depan muka Wisnu.
"Kok ada Nada ngapain dia ke rumah Silvia? Ada Eka juga gak Sa?" Tanya Wisnu yang sepertinya mulai tertarik akan tentang topik pembicaraan mereka.
"Kerja kelompok katanya, kalo tentang Eka kurang tau deh gue." Mood Wisnu seketika berubah, ia tidak lagi tertarik akan topik pembicaraan mereka. Ia lebih memilih untuk menghabiskan makanan yang dibelikan Asa untuknya.
"Dasar rakus." Sindir Asa.
*****
Nada menghela nafasnya gusar, bingung akan perasaan yang bergejolak dihatinya. Ia melirik kedua temannya yang telah terlelap tidur dengan nyenyak, lantas merutuki dirinya sendiri karena tidak dapat melakukan hal yang sama.
Nada akhirnya menyerah, ia tidak tahu lagi apa yang harus diperbuatnya. Ia takut jika keputusan yang dipilihnya salah, lalu apakah ia harus sakit untuk kedua kalinya. Memang sebenarnya ia juga menyukai Asa, tetapi apa harus secepat ini ia membuka hatinya kembali. Ah, ini sangat menyebalkan bagi Nada. Mengapa harus ada dilema dalam cinta."Kenapa Nad, gak bisa tidur?" Nada menoleh ke sumber suara dan mendapati Eka yang tengah memperhatikannya.
"Eh, gak sama sekali kok." Nada menyeringai, sedangkan Eka kini menatapnya penuh selidik.
"Kenapa sih? Cerita dong sini, katanya temen." Nada menghela nafasnya berat, satu persatu kata mulai ia rangkai menjadi kalimat di otaknya.
"Asa nembak gue dihari gue putus sama Farras, dan dia itu terus aja ngasih harapan ke gue."
"Yaudah bagus dong, kan sekalian biar bisa move on. Terus kenapa?" Nada melongo atas jawaban dari Eka, ia pikir temannya akan memberikan saran atau nasehat yang mendukung dipihaknya.
"Membuka hati untuk seseorang yang baru itu sulit, apalagi saat kita baru aja patah hati." Nada menyerah, ia sudah sangat frustasi akan hal ini.
"Kalo lo belum siap, ya lo bilang sama dia. Walaupun status lo cuma temen, tapi kalo hatinya buat lo orang bisa apa." Nada menatap Eka penuh arti, belum pernah temannya menjadi sebijak itu.
"Yaudah, mending sekarang tidur." Entahlah, setelah mengobrol dengan Eka barusan perasaannya kini mulai sedikit lebih tenang.
Tak lama kantukpun berhasil menguasainya, ia akhirnya juga ikut terlelap disamping kedua temannya. Dilema yang sempat menghantuinya tadi seakan lenyap ketika ia memasuki alam mimpi.
*****
Bukan soal bagaimana memulainya kembali, tapi ini soal siap atau tidaknya kamu membuka hati yang baru dan mengubur semua kenangan lama.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Nada untuk Asa
Teen FictionMungkinkah cinta pandangan pertama itu benar-benar ada? Seorang Asa Arfiyansah yang menyukai teman satu sekolahnya hanya karna pertemuan singkat di toko musik, akankah akhirnya bahagia?