16. Good bye, past?

433 17 0
                                    

Setiap hati punya batasnya sendiri dan mungkin hanya sampai disini aku bertahan dan mengubur perih dihati.

Photograph - Ed Sheeran

Change My Mind - One Direction

High Hopes - The Vamps

☆☆☆

"Sorry Raf, aku ngga bisa. It's hard for me!" dengan nada tegasnya? Dianty menghentakkan genggaman tangan Rafa.

Sedangkan Rafa? Dia hanya bisa diam melihat perlakuan Dianty. Dadanya sesak. Seperti ada batu yang menimpanya ber-ton-ton. Terlihat jelas raut kecewa yang tercetak diwajahnya.

"Dant, please, give me a chance again. I promise, this is the last time." ucap Rafa, dia mencoba untuk meyakinkan Dianty.

Dianty menggelengkan pelan kepalanya. Dia berusaha menahan sesak didadanya. Butiran air menetes, membasahi pipinya, membuat pipi dan hidungnya memerah. Setelah itu, dia pergi meninggalkan Rafa. Meninggalkannya dalam keheningan yang mencekam, kekecewaan dan patah hati yang menyelimutinya. Bukan hanya sekedar patah hati, lebih tepatnya.

"Dengan lo ngelamun kayak gini, itu ngga akan ngerubah keadaan, bro!" suara Fauzan menginterupsi lamunan Rafa. Sudah hampir dua jam dia menemani Rafa dibalkon kamarnya.

Tampilannya sangat kacau. Rambut acak-acakan, mata yang sudah memerah dan pakaian yang terlihat lusuh. Sungguh, ini bukanlah seorang Rafa Mukti Prasetya. Everything Has Changed!

Kenapa cinta sesakit ini? Kenapa harus ada yang namanya patah hati karena cinta?

"Gue telat, Jan. Gue telat!" lirih Rafa, suara khas seraknya terdengar kentara ditelinga Ojan -Fauzan.

"Raf, ngga ada kata telat sebenernya kalo lo bisa berpikir lebih realistis dari dulu. Ya wajar aja kalo Dianty ngambil keputusan kayak gini, because it was you always hurt her, make her down repeatedly, and her's slumped. This is too hard for her, dan lo harus ngertiin itu." ucap Ojan, dia menepuk bahu Rafa, berusaha memberi semangat, setelah itu dia pergi dari ruangan itu.

Mungkin ini karma buat gue, batin Rafa.

☆☆☆

Pagi yang seharusnya cerah, penuh dengan harapan tapi tidak dengan Dianty. Gadis itu melangkah pelan menyusuri koridor sekolah. Belum banyak murid yang datang dan itu menimbulkan keheningan yang tercipta, cukup lama, sebelum ada suara hentakan sepatu dari arah berlawanan.

Lelaki itu berjalan menghampiri Dianty dengan tangan yang dimasukkan ke saku celananya, satu lagi menenteng tas yang disampirkan dibahunya.

Jarak mereka kini semakin dekat, hampir saja Dianty meneteskan air matanya melihat wajah lelaki ini. Namun sekuat tenaga dia menahan tangisannya dengan menggigit kuat bibir bawahnya.

"Good Morning, Nyonya Rafa." sapa lelaki itu dengan nada bercandanya. Terlihat dibuat-buat lebih tepatnya.

Dianty hanya diam, dia menatap dalam mata lelaki didepannya ini. Mencari sesuatu didalamnya.

"Jangan panggil gue kayak gitu, Ren." ucap Dianty, tatapannya masih terus menatap mata hitam legam Rendy.

Rendy mengernyitkan alisnya, "Kenapa, oh, gue tau nih. Malu kan lo pasti." Rendy tertawa sebentar, tawa yang terkesan dipaksakan. " Udah deh, hari ini harusnya gue minta PJ sama lo, kan lo ab--"

LovepediaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang