0.23 - Kangen

114K 14.4K 2K
                                    


"Rin udah? Tulisin punya gue dong," pinta Yogi memajukan bukunya lebih dekat, duduk berdua berdempetan bersama Erin di meja guru pagi itu.

"Yee enak aja, satu soal aja gue dah capek," tolak Erin sambil menggerak-gerakkan jari-jarinya setelah menyalin essay panjang milik Virgo.

"Ya elu satu, gue empat masih kosong!" keluh Yogi masih berusaha.

"Ya makanya PR tuh dikerjain di rumah, bambang!"

"Lah lu juga di sekolah nyalin!"

"Nggak yee gue cuma ngelengkapin yang bolong, "elah Erin membela diri.

Yogi menggerak-gerakkan bibir mengikuti cara bicara Erin dengan dibuat-buat. Dengan bibir manyun melanjutkan menyalin tugas.

Erin ingin kembali bicara, tapi pandangannya teralih. Melihat seseorang memasuki ruang kelas dengan gaya slengean seperti biasa. Kemeja seragam keluar dari celana dan ransel di pundak kiri. Terlihat luka lebam keunguan di tulang pipi kirinya. Orang-orang pasti mengira cowok ini anak STM, bukan sekolah internasional seperti Epik Highschool.

Erin menghela nafas. Sudah bisa menduga akan dapat panggilan lagi dari Pak Jay ataupun Miss Jessie, menanyakan padanya tentang hal ini. Erin sendiri bingung. Dia ketua kelas di sekolah. Dia mengendalikan keadaan kelas di sekolah. Tentu saja Erin tak tau menahu apa yang anak kelasnya lakukan di luar. Tapi kenapa tiap masalah anak kelas Pak Jay selalu minta penjelasan dari Erin? Selalu Erin yang kerepotan mengurusi mereka.

Seperti ini. Wajah lebam Aryan pasti menarik perhatian, membuat Erin kembali dipanggil. Diinterogasi apa yang terjadi.

"Tumben si Aming sekolah," celetuk Yogi yang ternyata memandang kedatangan Aryan membuat Erin menoleh padanya. "Dia biasanya kalau ribut pasti besoknya bolos."

Erin mengernyit, "ribut?"

"Hm," Yogi mengangguk tenang, lalu kembali pada buku di depan sambil menulis. "Tadi malam berantem di club dia. Mabok."

Erin tenganga mendengar itu. "Di hari sekolah dia juga clubbing?"

Yogi mengangguk, masih tenang tanpa beban.

"Ngapain?" tanya Erin mulai ingin tau.

"Ya minum lah Rin," jawab Yogi santai, "cari cewek juga. Ah lo kayak nggak tau Aming aja."

Erin tertegun. Ia mencoba menguasai diri, tidak terbakar mendengar itu.

"Tadi malam rame banget grup chat si Aming ribut. Kan bego, dia masih anak sekolah masuk situ hati-hati malah ngundang perhatian. Ck ck ck," kata Yogi geleng-geleng.

Erin menghembuskan nafas keras. Ya. Harusnya dia tidak kaget dengan kelakuan Aryan yang memang sudah sering keluar batas. Walau terlihat tenang dan dingin, nyatanya Aryan adalah si pembuat masalah dimanapun. Cowok itu kasar, keras kepala, dan berbuat semena-mena.

"Untung si Yuta gabut banget hidupnya jadi bisa nemenin. Biasanya Aming tidur di rumah cewek," kata Yogi masih melanjutkan sambil menyalin tugas.

Yogi menoleh sesaat, memandangi Erin yang diam. Lalu melanjutkan menulis, "padahal kan dia mau perjuangin satu cewek napa balik lagi dah. Untung si Hanin nggak ta—"

Ucapan Yogi terhenti. Seperti dikutuk jadi batu, gerakan cowok itu berhenti. Menahan nafas dan tersadar begitu saja.

Yogi rasanya ingin menembak mati diri sendiri.

Erin menghela nafas keras. Menutup buku dengan kasar, menahan untuk tidak meledak. Cewek itu berdiri, beranjak dari sana.

"R-rin," panggil Yogi langsung panik, "Eh gue becanda, boong. Eh gue ngarang kok. Erin!"

2A3: Attention ✔✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang