"Hayung?"
Bobi mengangkat alis, memandang Aryan di sampingnya yang membuka kaleng minuman soda.
"Hn. Si anjing galak," jawab Aryan santai, kemudian meneguk minumannya.
"Lah inceran Jeka, Nyet," kata Bobi menunjuk Jeka yang bermain basket di lapangan sementara keduanya duduk di pinggir lapangan.
Aryan tak menanggapi, meneguk minuman kalengnya tenang.
"Eh tapi emang tipenya Hayung macem elo sih," celetuk Bobi membuat Aryan melirik. "Kemaren aja dia deket sama si Nino."
Kalimat itu membuat Aryan kali ini tersedak, menyembur kecil dan terbatuk. Membuat Bobi menertawainya. Nino adalah kakak kelas mereka yang kini jadi alumni. Cowok ganteng berkarisma keren yang bikin semua adik kelas meleleh tak karuan walau Nino baru menolehkan kepala.
"Berat ya saingan lo? Lo pikir Jeka doang?" tanya Bobi meledek.
Aryan mengusap bibir basahnya, lalu menolehkan kepala. "Sebenarnya, kakaknya juga cantik," katanya membuat Bobi mengangkat sebelah alis. "Tapi gue ngerasa ketantang aja tu cewek judes banget."
"Beuh," sorak Bobi heboh. "Susah mah kalau Hayung. Misterius banget anaknya."
"Ck, elahh kan temen lo," protes Aryan kesal. "Bantuin, Njir."
"Setan. Bantuin tapi ngatain," balas Bobi melotot sebal. "Kalau lo pro, sono datengin sendiri. Manja banget ngegas cewek pake ditemenin."
Aryan mengumpat. Menabok kepala Boby dengan keras.
. . .
Hanin berjalan tenang, merunduk melewati parkiran memandangi hapenya. Gadis itu kemudian berhenti, berbalik memandang Erin yang masih asyik ngebanyol bersama Candra dan Jelo. Sejak jadi admin akun ig sekolah, Erin memang mainnya sama Candra dan Jelo.
Hanin melengos pelan, mau tak mau menunggu karena ia akan menebeng Erin pulang hari ini. Gadis itu berdiri tenang. Walau sudut matanya menangkap sesuatu, membuatnya melirik. Dan kemudian jadi menoleh sepenuhnya dengan mata melebar.
"Lo nggak denger pas gue bilang gue bakal jemput lo?" tanya cowok itu mendekat, berhenti di hadapan Hanin.
"Ha?"
Aryan melengos pelan, "lo pergi sama gue, pulang sama gue," tegas cowok itu seakan tak mau dibantah.
"Kok lo maksa?" protes Hanin mendelik. "Dengar ya. Sampai kapanpun gue nggak bakal biarin brondong gila kayak lo deketin kakak gue," ancamnya dengan serius.
Aryan mengangkat alis, memandang cewek ini tenang.
"Jadi lo nggak usah modus buat ketemu kakak gue," lanjut Hanin melipat kedua tangan di depan dada menatap cowok ini tajam.
Aryan tak berekspresi banyak. "Yaudah gue nggak bakal modusin kakak lo," katanya santai, "tunggu sini. Gue ambil motor," sambungnya membalikkan badan dan ingin beranjak.
"HEEE!" panggil Hanin langsung menarik lengan cowok itu menghentikannya. "Lo nggak denger ya!?"
Aryan melirik tangan cewek itu yang mengenggam lengannya, lalu memandang Hanin lagi. "Gue mau nganter lo pulang. Bukan modusin kakak lo," katanya tenang.
Hanin melengos keras, mencoba menyabarkan diri. "Terus kenapa lo masih mau nganter gue kalau bukan modus?!"
"Kenapa?" ulang Aryan mengernyit kecil.
"Gue pengennya elo, bukan kakak lo."
"Ha?"
"Kalau gue nggak ketemu kakak lo ya udah. Yang penting gue nganter lo pulang," sambung cowok itu tanpa beban.
Hanin tenganga kecil. Keningnya berkerut tak paham. "Why?"
Aryan tak langsung menjawab. Menatapi Hanin lekat. Membuat para murid yang melewati mereka diam-diam melirik dan berbisik-bisik kecil membicarakan keduanya. Dan kalimat jawaban Aryan membuat para adik kelas yang melintas terkena serangan jantung dengan kompak dan tanpa sadar menarik nafas kini benar-benar menoleh tak secara diam-diam melirik.
"Kalau gue liat-liat... Lo jauh lebih cantik dari kakak lo."
Hanin mengangkat alis, agak terkejut.
Walau berikutnya garis wajahnya kembali mengeruh. Gadis itu mendengus, seakan menelan emosi. Ia melipat kedua tangan di depan dada, lalu maju dengan tenang mendekati cowok itu.
"Lo mau pulang bareng gue, kan?" tanya Aryan percaya diri ketika Hanin kini berhenti dan berdiri tepat di depannya dengan jarak minim.
Hanin tersenyum tipis, "denger ya, pahlawan pagi gue hari ini," katanya dengan nada dipaksakan. "Gue bukan cewek gampang yang hanya karena ditolongin sekali langsung ngeiyain apa aja kemauan lo," katanya dingin.
Aryan mengangkat alis tenang, tak merespon banyak.
"Gampang banget lo belok ke gue saat tadi pagi lo mau modus ke kakak gue?" tanya Hanin tajam. "Elo tuh nggak ganteng. Jadi jangan sok ganteng."
Aryan memainkan lidah di dalam mulutnya, menegakkan tubuh mencoba menahan untuk tidak membalas ucapan pedas itu. Cowok itu menatap cewek ini dalam dan lurus.
Hanin dengan tenang agak memiringkan kepala, membalas tatapan cowok itu tajam. "Kalau mau ngegas cewek, liat-liat dulu. Yang lo hadepin bukan degem imut yang langsung setuju dengan modusnya elo," kata cewek itu dingin.
Hanin bertatapan dengan Aryan beberapa saat, kemudian dengan tenang beranjak. Melangkah melewati pemuda itu dan berjalan meninggalkannya begitu saja.
Aryan yang dibuat mati kutu menarik nafas dan menghembuskannya. Ia melirik, melihat para adik kelas di sekitarnya memandangi kejadian itu tak percaya.
Cowok itu agak merasa malu, tapi juga tak terima. Ia diam memikirkan sesuatu, merogoh ponsel dan segera menghubungi seseorang menempelkan hape ke samping telinga.
"Halo," sapa cowok itu pada si penelpon. "Na, gue minta id line Hanin. Sekarang."
a/n:
WKWKWKWK SORRY YA TEBAK-TEBAKKANNYA DISKIP SAMPE DULU PADA NEBAK YUTA YOGI JEKA TERUS AMING KELUAR LANGSUNG RUAME KAN MAEN SAMPE GUE DISERANG PAIRINGNYA CRACK ABESSSSSS
KAMU SEDANG MEMBACA
2A3: Attention ✔✔
Novela JuvenilKetika yang dijuluki Mean Girl idaman para cowok ketemu si Bad Boy pujaan hati para cewek. Pasti bakal rame banget ya? Apalagi yang satu kasar, yang satu galak. Seperti harimau ketemu macan. Si cowok arogan, sementara si cewek keras kepala. Mereka i...