Yera membuka mata perlahan, mengerjap pelan dan menemukan Hendery duduk disamping ranjang UKS dengan raut wajah cemas.
Gadis itu mengerang kecil, memegang kepalanya yang terasa pusing karena terjatuh tadi.
"Gue tidur lama banget ya?" katanya cemas sambil membenarkan posisi menjadi duduk, menurunkan kaki mencari sepatu akan beranjak pergi.
Hendery memegang pergelangan tangan Yera, menahan cewek itu. "Lo mau kemana?" kata Hendery galak.
"Gue harus bantuin anggota lain, Der. Ck, mereka pasti kekurangan anggota, lo juga ngapain di sini? Bantuin OSIS sana," sahut Yera masih sempat mengomel.
Hendery menggeleng cepat, menarik Yera agar kembali berbaring. "Nggak, nggak ada OSIS, lo harus istirahat yang baik. Bahu lo gak sakit apa kebentur gitu," balas Hendery tak bisa menyembunyikan raut wajah cemas.
"Gue gak mau cuman diem ngelamun dan overthinking, Der!"
Hening.
Hendery diam sesaat, merasa terpojok tak bisa membalas perkataan Yera yang sedikit bergetar menahan isak.
"Gue nggak buta. Gue lihat dengan jelas kalau dia malah gendong Ghea, Der. Padahal gue ada di depannya.... ada gue yang kesakitan....." kata Yera meninggikan suara.
Pemuda di hadapannya ini melebarkan mata, diam sejenak. Ya, Hendery mau. Hendery mau memperlihatkan pada Yera tentang kenyataannya. Tapi kalau begini, gimana Hendery bisa tega?
Hendery meneguk ludah, tak tahu harus menjawab apa. "Yer.... mungkin dia kaget liat lo jatuh kayak gitu," sahut Hendery mencoba menenangkan.
Yera tertawa sinis, "kaget lo bilang? Der, sekali lagi gue bilang kalau gue itu nggak buta. Sampai kapan lo nyuruh gue untuk tutup mata. Emang bener, dari awal ada yang nggak beres. Gue tau."
"Gue nggak pernah nyuruh lo buat tutup mata, Yer. Tapi lo harus tenang, kak Jeka juga cemas liat lo kayak gini," sahut Hendery dengan suara seraknya.
"Kalau emang dia cemas....... kenapa dia nggak jenguk gue?! Cuman ada lo di sini, Der. Nggak ada dia." sambung Yera tak mau kalah.
"Yer......" Hendery semakin kehilangan kata.
Yera mengubah posisi menjadi duduk menghadap Hendery, menatap pintu UKS dengan tatapan kosong. Banyak sekali pertanyaan yang melintas di pikirannya saat ini.
"Pasti sakit ya?" tanya Hendery meringis kecil memandangi jidat Yera yang diberi plester luka.
Suara lembut itu membuyarkan lamunannya. Hendery menjulurkan tangan, meraba pipi Yera yang sedikit tergores.
"Sakit banget, hm?" kata cowok itu mengelus pelan pipi bulatnya.
Yera yang mengerti kalimat itu mengangguk, "hm, sakit.... di sini....."
Gadis itu membasahi bibir, menunjuk ke arah jantungnya yang terasa sesak dengan tatapan terluka. Ia berusaha keras meneguk ludah, "sakit banget, Der. Sampai gue nggak bisa jelasin gimana sakitnya," kata Yera tak bisa menyembunyikan suaranya yang bergetar.
Dengan lembut Hendery melingkarkan kedua tangan di pinggang Yera, merengkuh gadis mungil itu ke dalam pelukannya.
Mata Yera memanas, ia meremas rok abu-abu miliknya. Cewek itu membiarkan air matanya jatuh mengalir, menumpahkan kesedihannya dibahu lebar Hendery.
Tangisan Yera semakin deras, seakan mengadu bahwa ia kesakitan. Bahunya semakin bergetar.
"Gue nggak tau harus bilang apa karena gue gak sepenuhnya ngerti perasaan lo kayak gimana, Yer. Tapi makasih karena lo bisa sekuat ini dan tetep baik sama mereka, itu nggak mudah."
Tak tahu apa-apa? Yera terlalu pintar memainkan peran itu.
Jeka yang baru saja berdiri di depan UKS langsung berhenti melangkah. Ia menegakkan tubuh meremas plastik bening berisi beberapa roti coklat dan susu kaleng kesukaan Yera.
Matanya jadi meredup memandangi Yera yang menangis tersendu di pelukan Hendery.
Dan Ghea yang berdiri di antara pilar sekolah, melihat bahu pemuda tampan itu yang semakin melemas. Yang membalikkan tubuh dan melangkah pergi dengan hati yang patah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Arah
Teen FictionSemua warga di sekolah tau kalau hubungan Yera sama Jeka itu definisi relationship goals. Mereka taunya kalau Yera itu adalah orang paling berharga buat Jeka. Yera itu cewek satu-satunya. Itu sih yang mereka tau. ©️ 2017, written by ssy-pie.