Enam Belas

3.5K 370 5
                                    

Jangan lupa vote + comments!

Bukannya Sarah tak merasakan apa-apa saat matanya dan Raja bertemu. Tentu, Sarah merasa dunia seakan terhenti. Tapi ia tak mau terlalu larut lagi dengan dunia asmaranya. Sehingga ia segera mengingatkan dirinya dan tersenyum tulus kepada Raja, tanda terimakasih karena lelaki itu sudah membuatkan tendanya.

"Lo udah siap, Sar?" Hana bertanya saat Sarah keluar tenda untuk ke basecamp.

"Udah sih harusnya," jawab Sarah sekenanya. Lalu ia mulai berjalan menuju basecamp untuk mencari Reza, salah satu panitia camping. Panitia camping sekolahnya memang bukan guru melainkan mahasiswa-mahasiswi yang kampusnya bekerja sama dengan sekolahnya. Sehingga, camping bisa berjalan lebih asik.

"Cari siapa, Sar?" tanya seorang perempuan yang menggunakan id card bernama Bianca.

Sarah mengerjap, darimana perempuan di hadapannya ini bisa tau namanya?

"Kak Reza ada?" tanya Sarah canggung.

Bianca tersenyum geli, "Reza, ayangnya nyari nih," teriak Bianca memutar kepalanya mencari Reza.

Sarah tak mengerti apa yang Bianca katakan. Ayang? Memangnya ayangnya Reza siapa?

"Apa, Bi?" Reza datang terburu-buru dengan tangan yang masih memakai kaosnya.

Bianca menoyor kepala Reza, "Jaga image sedikit kek di depan calon pacar," bisik Bianca namun Sarah masih dapat mendengar itu.

"Siapa?" Reza tak mengerti. Lelaki itu mengerjap lalu mengikuti arah pandang Bianca.

"Eh Sarah," Reza mengeluarkan cengiran khasnya lalu lelaki itu melirik Bianca tajam. Sarah tak mengerti arti lirikkan itu sehingga ia tak ambil pusing.

"Kenapa, Sar?" Reza bertanya.

"Duh, nyamuk," gumam Bianca lalu gadis itu pun berjalan pergi meninggalkan Reza juga Sarah.

"Bawel nih Bianca," balas Reza. Lalu tatapannya teralih kepada Sarah, "Kenapa, Sar?"

Sarah tertawa kecil melihat Reza dan Bianca yang begitu cocok. Seandainya dirinya dan Raja bisa sedekat itu.

"Sar?" Reza kembali memanggil saat Sarah terdiam.

"Oh, iya, Kak. Aku mau pinjem gitar," ujar Sarah.

"Mau latihan dulu ya sebelum tampil?" Reza mengulum senyum.

"Gitu deh," jawab Sarah dengan cengiran lebarnya.

"Bentar ya, gue ambilin dulu," Reza pun masuk ke dalam tenda.

Setelah Reza masuk, Sarah mengedarkan pandangannya dan menemukan Raja yang berdiri di sana. Lelaki itu sedang menatap dirinya dengan pandangan penuh kebencian. Sarah pun tak tau mengapa Raja begitu membencinya. Apa karena ia selalu mengalahkan Raja dalam hal nilai? Atau karena apa?

"Nih, Sar," pandangan Sarah teralih dari Raja saat Reza datang membawakan gitar.

"Makasih ya, Kak. Maaf ngerepotin," ujar Sarah tak enak.

Reza tertawa, "Nggak ngerepotin kok. Lo tampil pertama ya?"

Sarah meringis, "Iya," jawab Sarah kikuk.

"Sukses ya!" Reza mengacak pelan rambut Sarah, "gue duluan," pamit Reza langsung tanpa menunggu jawaban Sarah.

Sarah terdiam. Perlakuan Reza membuatnya kehabisan kata-kata. Bukan, bukan karena ia salah tingkah akibat Reza yang mengacak rambutnya. Gadis itu kehabisan kata-kata karena Reza mengingatkannya dengan Raja. Raja dulu begitu senang mengacak rambutnya. Bahkan Raja pernah bilang bahwa dari sekian keindahan dalam diri Sarah, ia paling menyukai rambut Sarah.

Tentu, Sarah masih mengingat itu sampai sekarang.

Dan saat Sarah memutar tubuhnya, Raja masih berada disitu. Lelaki itu masih memperhatikannya dengan tatapan yang tak Sarah mengerti. Apakah kebencian yang terpancar dari mata itu? Atau apa?

Tiba-tiba Raja memutar tubuhnya dan berjalan menjauhi Sarah.

"Raja!" Tanpa Sarah pikirkan terlebih dahulu, gadis itu memanggil Raja.

Mampus gue.

Raja kembali memutar tubuhnya dan menaikkan alisnya tanpa berniat membalas.

Lakuin atau engga sama sekali.

Sarah pun berlari kecil menghampiri Raja.

"Lo udah mandi?" tanya Sarah membuka topik pembicaraan.

"Udah. Lo?" tanya Raja balik.

"Udah juga," jawab Sarah canggung.

"Lo udah makan?" tanya Raja berjalan pelan.

Sarah yang di sebelahnya pun mengikuti, "Tadi 'kan kita makan bareng sama yang lain," jawab Sarah polos.

Benar 'kan? Mereka 'kan sudah diberi makan saat di bis?

"Iya ya," gumam Raja menahan malunya.

Keheningan menyapa. Mereka hanya berjalan sesuai dengan kemana langkah mereka membawa.

"Lo ngapain pinjem gitar?" tanya Raja saat duduk di atas kayu.

Sarah pun ikut duduk, "Buat tampil nanti," jawab Sarah.

"Lo ditunjuk buat tampil?" Raja terkejut.

"Gitu deh," jawab Sarah dengan cengiran lebarnya.

Raja tertawa, "Gue baru tau selain pinter dalam akademik, lo juga pinter di non-akademik juga," ujar Raja membuat Sarah terdiam menatap Raja lekat.

Tak ada jawaban dari Sarah, Raja pun menoleh dan menangkap Sarah yang sedang menatapnya, "Kenapa?"

Sarah memalingkan wajahnya dan tersenyum kecil, "Hidup lo nggak pernah menyakitkan ya, Ja."

"Maksudnya?" Raja mengerenyit bingung.

"Gue duluan ya," pamit Sarah lalu berlari kecil meninggalkan Raja sembari menenteng gitarnya.

Dulu, lo yang paling tau segala hal tentang gue, Ja.

a/n

Setelah lama ga update yaaa HAHHA

CahayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang