Dua Puluh

2.8K 358 8
                                    

jangan lupa menghargai karya orang lain dengan vote dan comment ketimbang menjadi siders. oh ya, jangan lupa bahagia juga.

"Emang gue pernah campakkin cewe ya?"

Raja?

Sarah terdiam kaku. Campakkin? Apa cewe yang Raja maksud adalah dirinya? Apa Raja sudah mulai mengingat tentang masa lalunya perlahan demi perlahan? Jika lelaki itu belum ingat, lantas, mengapa ia menanyakan hal macam itu?

"Gue salah ngomong ya?" Raja mengeluarkan cengirannya membuat Sarah ingin sekali memukul lelaki itu dan mencurahkan segala kejadian yang ia alami setelah Raja pergi.

Mata Sarah mulai memburam, "Kalo gue jawab pernah, lo bakal percaya?"

Raja menggeleng polos.

"Kalo gue jawab nggak pernah, lo juga nggak bakal percaya 'kan?"

Dan Raja mengangguk polos.

Sarah tersenyum kecil, "Jadi lo mau gue jawab apa?"

"Cukup jawab yang jujur," jawab Raja, "soalnya gue bener-bener nggak sadar kalo gue pernah campakkin cewe."

"Lebih tepatnya lo lupa," Sarah memperbaiki.

"Lupa gimana? Emang gue pikun atau amnesia? Gue 'kan nggak pikun dan nggak--"

"Lo amnesia," potong Sarah langsung.

"Kapan? Kapan gue amnesia?" Raja tak terima.

Sarah menatap Raja dengan pandangan pasrah, "Pas kenaikan kelas 2 SMP."

"Gila ya lo?" suara Raja meninggi. Lelaki itu tidak percaya dengan penuturan Sarah.

Sarah tertawa miris, "Lo pernah amnesia. Kalo lo nggak percaya, terserah."

"Ngaco lo," Raja masih keras kepala.

Sarah menatap Raja lekat, "Biar lo percaya, gue harus ngapain, Ja? Gue harus kasih semua foto kita--"

Ucapan Sarah terhenti saat tak sengaja gadis itu membeberkan rahasianya. Namun, Raja tak sebodoh itu sehingga ia bertanya, "Maksudnya? Foto kita? Emang kita pernah foto bareng?"

Sarah bungkam. Gadis itu tak bisa berkata apa-apa. Seolah kata-kata yang pernah ia pelajari hilang semua. Dan seolah-olah udara segar di sekitarnya berganti menjadi udara yang begitu pengap.

Hilang sudah. Seketika harapan kecilnya terhadap Raja sudah terjawab. Raja-nya hilang. Raja-nya takkan kembali mengingatnya. Raja-nya sudah bukan Raja yang pernah ia kenal dulu. Raja-nya sudah tak lagi mengenalinya sebagai seorang perempuan yang berharga.

"Gue harus bantuin Nolan dulu," Sarah bangkit berdiri dan berjalan meninggalkan Raja menuju Nolan yang tak jauh dari mereka.

"Udah ngomong sama Raja, Sar?" tanya Nolan sembari menyibak semak-semak.

Sarah terdiam. Gadis itu menatap lekat Nolan. Hingga Nolan pun memanggil, "Sar?"

"Gue tau ini nggak lucu. Tapi gue boleh peluk lo nggak, Lan?" tanya Sarah dengan wajah kusut.

"Hah?"

Belum sempat Nolan melanjutkan perkataannya, Sarah sudah memeluk lelaki itu erat. Dan perlahan, isakkan tangisnya terdengar.

"Sar? Kenapa?" Nolan mengusap pelan punggung Sarah yang bergetar.

Tak ada jawaban dari Sarah. Gadis itu tetap saja mengeluarkan isak tangisnya. Dan Nolan pun tak tau harus berkata apa sehingga lelaki itu lebih memilih diam.

***

"Saat lo mencintai seseorang secara diam-diam tapi akhirnya lo tau dia nggak cinta sama lo, lo pilih bertahan atau menyerah?" tanya Sarah saat regunya sudah berjalan kembali ke basecamp.

Pertanyaan mendadak itu membuat Nolan salah tingkah, "Bertahan dan memperjuangkannya," jawabnya jujur.

Bertahan? Berjuang?

Batin Sarah tertawa sinis. Memangnya tau apa lelaki itu tentang bertahan dan berjuang? Apakah lelaki itu tak tau sakitnya bertahan dan berjuang demi seseorang yang bahkan tak mencintainya? Memangnya lelaki itu pernah mengalaminya? Ngomong saja gampang, tapi melakukannya?

Kini, beragam pertanyaan mulai menghantui pikirannya. Apa ia harus lagi-lagi bertahan dan kembali berjuang? Apa ia harus kembali berharap kepada Raja? Atau ia harus menyerah dan melupakan segala kenangan yang pernah tercipta?

Tapi, bagaimana cara melupakan kenangan itu? Apa ia harus membenturkan kepala ke dinding agar amnesia? Atau apakah ada pil yang dapat membuatnya lupa ingatan?

Jika ada, Sarah ingin sekali membeli pil itu. Tapi kemana pun Sarah mencari, pil itu tak ada, bukan?

Sungguh, Raja membuatnya gila.

[a/n]

Prolog cerita ini:
Readers - 2.05k
Votes - 186

Sudah cukup menyindir belummmm? wkwkkwkwk.

Regards,
Dera

CahayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang