Tiga Puluh Dua

3.7K 312 13
                                    

"Raja dimana?"

Suara kesal Sarah terdengar dari luar ruangan Raja. Dia tahu hanya masalah waktu saja Sarah akan datang ke ruangannya dan protes karena telah dipecat dengan alasan yang tak masuk akal.

"Lagi ada meeting di perusahaan lain," jawab Fefe berbohong.

"Kalo dia meeting, kenapa lo ada disini?"

Raja tertawa kecil. Sarah memang tak pernah berubah, sifat berdebat tak mau kalahnya itu masih ada.

"Y-ya dia nggak mau gue ikut," suara Fefe kembali terdengar.

"Oke, bilang aja Raja lagi keluar tanpa lo. Berarti kalo Raja nggak ada, lo ngapain ngehalangin pintu Raja? Lo takut gue tiba-tiba masuk dan menemukan bahwa Raja ada di dalam?" Sarah tak henti-hentinya menyuduti Fefe.

"Gue takut lo tiba-tiba masuk terus berantakin ruangan Pak Raja."

"Lo kira gue sakit jiwa?"

Raja tak tahu apa yang terjadi selanjutnya. Namun tiba-tiba pintu ruangannya terbuka kasar dan Sarah langsung masuk ke dalam ruangannya.

"Sarah," Fefe hendak menarik tangan Sarah namun Raja mengisyaratkan Fefe untuk pergi.

Raja senang. Harapannya terkabul. Sarah datang ke ruangannya. Walaupun dengan emosi.

"Puas?" Sarah bertanya sinis kepada Raja.

Gadis itu menatap Raja kesal, "Kenapa sih lo nggak pernah profesional?!"

"Nggak profesional gimana? Alesannya 'kan udah jelas kalo lo itu dipecat gara-gara terlalu profesional, terlalu berprinsip," ujar Raja santai. Lelaki itu pura-pura menyibukkan dirinya dengan berkas-berkas. Padahal dirinya tidak bisa berkonsentrasi. Bagaimana mau berkonsentrasi jika di hadapannya terdapat gadis yang begitu ia cintai dan ia nantikan?

Sarah menarik kursi yang berada di hadapan meja Raja kemudian mendudukinya, "Bukannya orang berprinsip yang banyak dicari perusahaan?"

"Perusahaan lain iya. Perusahaan ini engga."

"Lo nggak profesional."

"Kenapa lagi sih?"

Sarah menatap Raja lekat, "Lo pecat gue gara-gara kemarin gue nolak lo 'kan?"

Kepala Raja terangkat menatap Sarah, "Emang kemarin lo nolak gue?"

"Emang--"

Perkataan Sarah terhenti saat matanya menatap sebuah bingkai foto yang berada di sudut meja kerja Raja. Di dalam bingkai itu terdapat foto dirinya dan Raja saat masih kecil. Mereka berdua sedang berpegangan sembari menggenggam seikat balon. Sarah ingat sekali. Foto itu diambil oleh mamanya saat mereka sedang bermain di Dufan.

Tubuh Sarah mematung. Gadis itu juga tak tahu harus berbuat apa hingga Raja membalikkan bingkai foto itu dan berdeham salah tingkah, "Mau ngomong apalagi? Saya punya banyak kerjaan."

Sarah mengerjap. Ia lupa. Raja adalah atasannya. Raja bukanlah temannya atau mantannya lagi. Lelaki itu adalah atasannya. Dan tidak berhak seorang bawahan yang walaupun sudah dipecat, bertindak tidak sopan kepada atasannya. Seketika ia sadar, disini bukanlah Raja yang tidak profesional. Tapi dialah. Sarah telah melanggar prinsipnya perihal profesionalitas.

CahayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang