Tiga Puluh Satu

3.2K 331 9
                                    

6 tahun kemudian...

"Lagi badmood nggak, Fe?" Wanita berambut sebahu itu berbisik kepada wanita yang sedang duduk di meja kerjanya.

"Kapan sih dia nggak badmood?" balas wanita bernama Fefe itu.

Bela, wanita berambut sebahu itu, menghela napas berat. Lalu mulai mengetuk pintu berlabel CEO.

"Permisi Pak," Bela berjalan masuk menghampiri seorang pria yang sedang bermain game di ponselnya.

"Ini data-data yang Bapak minta kemarin. Sudah dijadikan satu dan tinggal Bapak analisis," ujar Bela pelan.

"Taro aja di meja, besok saya kembaliin," balas pria itu. Ia sedang menatap layar ponselnya tanpa berniat menatap Bela.

Bela meletakkan kertas-kertas itu di atas meja lalu pamit, "Makasih Pak."

"Pak Raja selalu main game ya?" bisik Bela setelah pintu tertutup sempurna.

Fefe menaikkan satu alisnya, "Dia lagi kangen sama seseorang."

"Maksud lo?"

"Dia cari pelarian biar nggak kepikiran sama orang itu. Akhirnya main game deh," jawab Fefe santai.

"Lo tau darimana? Dia curhat ke lo?" tanya Bela penasaran.

Fefe memutar bola matanya, "Bel, gue udah dua tahun kerja di sini. Gue tau itu kebiasaan dia. Karena habis dia main game, dia bakal buka album foto. Nggak tau dah itu album foto apa."

Penjelasan tersebut membuat Bela mengangguk lalu pamit kembali ke meja kerjanya.

***

Mejanya berada di sudut ruangan. Kertas-kertas berserakkan di atas meja itu. Matanya juga tak henti menatap layar komputer lalu menuliskan beberapa angka di secarik kertas. Kacamata yang bertengger di hidung, berkali-kali harus dinaikkan agar tidak turun. Rambut hitam legam yang dicepol terlihat berantakan. Anak rambutnya seakan-akan meronta mencari kebebasan.

Perlahan, tangannya mengambil secangkir kopi dan meminumnya tanpa melepaskan pandangannya dari layar komputer. Setelah beberapa menit bertahan, ia menghela napas berat dan meregangkan tubuhnya.

"Makanya kalo kerja jangan terlalu serius," celetuk seorang pria yang mejanya berada di serong kanannya.

Wanita itu tersenyum geli, "Ini tuh namanya totalitas."

"Makan siang yuk," ajak pria bernama Jeff itu.

Wanita itu mengibaskan tangannya, "Gue nyusul deh. Tanggung nih. Tinggal kirim email ke Pak Abraham."

"Yaudah. Jangan lupa makan loh. Gue tau lo itu pegawai kebanggaan Pak Abraham, tapi jangan sesibuk itu lah--"

"Iya, Papa Jeff," potong wanita itu agar Jeff berhenti mengeluarkan wejangannya.

Jeff memutar bola matanya, "Dih, gue bilangin juga. Yaudah, entar nyusul ya."

Wanita itu mengangguk dan kembali menatap layar komputer hingga Pak Abraham datang.

CahayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang