Dua Puluh Dua

2.6K 305 4
                                    

jangan lupa menghargai karya orang lain dengan vote dan comment ketimbang menjadi siders. oh ya, jangan lupa bahagia juga.

Tuhan, bila waktuku telah habis dengannya biar cinta hidup sekali ini saja.

Tersadar, Sarah segera mengalihkan wajahnya. Mata Raja semakin lama, semakin menghanyutkan. Ingin sekali gadis itu memeluk Raja erat. Ingin sekali ia kembali berkeluh kesah. Ingin sekali ia menangis dengan bersender kepada Raja.

Tapi, hal itu sudah tidak mungkin, 'kan? Toh, Raja tak sekalipun ingat tentang 'mereka'.

Mungkin memang sudah saatnya untuk Sarah berhenti. Benar-benar berhenti. Bukan sekedar berhenti hanya untuk menyenangi logika. Tapi kali ini, ia mungkin akan benar-benar berhenti. Hatinya memang akan merasakan sakit, hanya saja, ia sudah muak dengan sakit yang tak pernah berujung ini.

"Ngomong apa sama Raja, Sar?" tanya Juni begitu Sarah mendekatinya.

"Menurut lo, Raja bisa inget lagi nggak?" tanya Sarah.

"Sar, gue tau lo cinta banget sama Raja. Tapi kadang, nggak semua cinta  itu harus kita milikin. Di luar sana, jodoh lo nungguin lo. Tapi lo malah sibuk sama masa--"

"Gimana kalo Raja jodoh gue?" potong Sarah.

"Kalo emang dia jodoh lo, dia juga bakal balik ke lo. Nggak usah khawatir, Sar. Tuhan nggak bakal bohong," jawab Juni dengan senyuman tulusnya.

"Cape gue, Sar, liat lo galau mulu," lanjut Juni tertawa kecil. Lalu tangan gadis itu terjulur memukul bahu sahabatnya pelan.

"Hidup itu terlalu spesial buat mikirin orang nggak guna dan nggak penting," sambungnya tertawa.

"Kok gue jadi kayak orang bijak gitu sih," gumam Juni menggelengkan kepalanya aneh.

Sarah pun tertawa namun tak ayal sebuah kalimat terucap dalam hatinya.

Raja berguna. Dan dia penting bagi gue, Jun.

***

"Bohong lo," ujar Gama setentah berteriak dan membuat Sarah menoleh.

Mata Sarah menatap Gama dan Rico bingung. Namun, karena bukan urusannya, Sarah kembali memainkan ponselnya sebelum panitia menyuruhnya berkumpul untuk acara penutupan.

"Suer, Gam. Gue kasian sama--"

"Wah, gila lo. Kalo Sarah tau gimana?" potong Gama horor.

Dan kali ini, Sarah sudah harus ikut campur jika mendengar namanya disebut.

"Apa? Gue kenapa?" Sarah menatap Gama bingung.

Kedua lelaki itu pun menatap Sarah horor dan bertanya secara bersamaan, "Sejak kapan lo disitu?"

"Daritadi?" jawab Sarah ragu. Memangnya mereka tak melihat dirinya berdiri di sini?

"Lo liat nggak, Ric?" tanya Gama.

"Kaga," jawab Rico polos. Tampangnya persis seperti orang bodoh.

"Jangan-jangan lo setan lagi, Sar," lanjut Rico bergidik ngeri. Lelaki itu lalu berlari menjauhi Sarah diikuti dengan Gama di belakangnya.

Hal itu tentu membuat Sarah tersenyum kecil. Gadis itu hanya memandangi kedua temannya berlari tanpa berniat untuk memanggil dan bertanya lebih perihal namanya yang disebut.

Dari dasarnya nggak mau kasih tau, ya susah.

Dan saat Sarah mengalihkan pandangannya, matanya bertemu dengan Raja yang terang-terangan sedang memperhatikannya. Wajah lelaki itu datar dan tak dapat Sarah artikan.

Apa maksud dari tatapan itu? Tatapan dengan arti benci kah? Atau apa?

Ja, kalo kata orang-orang, benci sama cinta itu cuman dibatasi sama benang tipis.

[a/n]

Ngevote itu sesusah itu yaaa? <3

Regards,
Dera

CahayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang