Dua Puluh Tujuh

2.7K 277 5
                                    

Ujian akhir semester sudah di depan mata --neraka sekolah sudah mulai meresahkan banyak warga sekolah. Begitu pula Raja. Jika bisa, ia ingin sekali berhibernasi selama ujian akhir semester berlangsung.

"Belajar bareng pas UAS dong, Ja. Ajarin gue. Gue takut nggak naik kelas," Rico menatap Raja sedih.

"Iya dong, Ja! Belajar bareng. Nilai gue juga udah mulai turun nih. Lo satu-satunya yang dapat menyelamatkan nyawa gue, Ja," timpal Gama memelas.

"Nggak bisa. Gue udah janji belajar bareng sama Sarah," jawab Raja masa bodo.

Rico dan Gama menghela napas kasar, "Ja, Sarah tuh udah pinter. Kenapa harus belajar bareng lagi, sih?" Gama kesal.

"Itu namanya kencan, Gam. Lo kayak jomblo ngenes banget sampe nggak peka dengan kencan," jawab Raja memutar bola matanya malas.

"Eh tapi Ja, lo emang udah inget sama Sarah?" tanya Rico.

"Hah? Selama ini lo nggak inget sama kenangan lo dengan Sarah?" Gama histeris.

"Gue inget dia," jawab Raja singkat.

"Terus?" Gama bingung.

"Hanya sebagai orang yang gue kenal," lanjut Raja seadanya.

"Terus selama ini? Semua gombalan lo ke Sarah itu palsu? Cuman buat nutupin fakta kalo lo sebenernya nggak inget tentang dia?" Gama memperjelas.

"Bisa dibilang gitu," jawab Raja mengangguk kecil.

"Gila lo. Sumpah. Jadi selama ini lo bohongin Sarah?" tanya Gama terkejut.

"Engga semuanya. Tapi sebagian besar mungkin iya," jawab Raja seadanya lagi.

Raja pun belum mengerti mengapa ia masih belum bisa mengingat semua tentang Sarah. Hingga Raja memutuskan untuk menyerah.

"Dan lo nggak cinta sama Sarah?" tanya Gama lagi.

"Engga sepertinya. Karena gue nggak tau harus menyikapi Sarah kayak gimana. Jadi, gue kayak air aja. Jalanin apa yang di depan mata tanpa berniat meluruskan atau merubah. Gue udah nyaman-nyaman aja kayak gini. Jadi, Gama, Rico, tolong jangan bahas-b suahas hal ini lagi ya. Gue udah cukup memikirkan hal ini matang-matang. Sampe gosong malah," ujar Raja dan berlalu pergi meninggalkan Rico dan Gama yang mati kutu.

***

Mata Raja bergerak mencari Sarah. Di kelas tidak ada. Di kantin juga tidak ada. Hingga matanya menangkap Sarah yang sedang membuka lokernya di sudut lorong. Perlahan, Raja menghampiri Sarah diam-diam. Lelaki itu berdiri di belakang pintu loker Sarah tanpa Sarah sadari.

"Eh," Sarah terkejut.

"Nih, buat lo," ujar Raja memberi Sarah permen durian yang tadi ia beli di kantin.

"Enak loh," lanjut Raja menyodorkan permen durian itu.

Lengang sejenak. Sarah belum menerima permen durian itu. Gadis itu terdiam mematung.

"Lo terharu ya gara-gara gue beliin permen?" tanya Raja tersenyum lebar.

Lalu tangan Sarah langsung terjulur menerima permen durian itu lantas tersenyum, "Makasih, Ja."

Raja menyetarakan langkahnya dengan Sarah yang sedang membawa beberapa buku, "Mau gue bantu nggak?"

"Nggak usah, Ja," jawab Sarah tersenyum sekilas.

"Lo buat apa bawa semua buku ini?" tanya Raja bingung.

Sarah terdiam sebentar hingga ia menjawab, "Bentar lagi UAS. Jadi, gue harus bawa pulang semuanya."

"Tapi 'kan lo bisa nyicil bawa pulangnya," ujar Raja.

"Males ngambilnya," balas Sarah sekenanya.

"Ke kafe, yuk, Ja," ajak Sarah.

"Yuk," balas Raja tersenyum.

Butuh 10 menit hingga Raja dan Sarah sampai di kafe yang dituju. Bunyi bel terdengar bersamaan dengan Raja yang membuka pintu kaca itu. Harum kopi langsung memenuhi indra penciuman Raja. Beberapa barista sibuk membuat pesanan dan beberapa lagi sibuk mengantarkan minuman.

Pengunjung kafe siang ini tidak begitu ramai --mengingat masih jam kerja. Salah satu tangan Sarah menarik tangan Raja menuju meja di sudut kafe. Sudut yang di temboknya terdapat lukisan besar.

"Hai, Nao," sapa Sarah dengan senyumnya.

"Hei, Sar. Tumben siang-siang ke kafe," balas Naomi.

Sarah terkekeh, "Gue mau pesen ya."

"Siap, Nona," canda Naomi lalu bergerak mengambil buku menu.

"Lo inget kafe ini 'kan, Ja?" tanya Sarah tersenyum lalu meletakkan buku-bukunya di atas meja.

Engga.

"Inget kok. Kita sering ke sini 'kan dulu. Ini juga tempat duduk favorit kita 'kan," jawab Raja tersenyum meyakinkan yang dibalas senyuman kecil oleh Sarah.

"Gue pesen kayak biasa ya, Nao. Lo pesen apa, Ja?" tanya Sarah menyodorkan buku menu kepada Raja.

Setelah melakukan pemesanan, Raja menatap Sarah lekat dan berkata, "Lo masih sering ke sini, Sar?"

"Iya," jawab Sarah sekenanya.

"Lo lagi kenapa sih, Sar, belakangan ini?" tanya Raja.

Lelaki itu memang merasa Sarah seperti lebih pendiam dan jarang tertawa lagi seperti dulu. Kini, gadis itu lebih sering mengeluarkan senyum tipis.

"Kenapa? Gue nggak tau kenapa. Biasa aja ah," jawab Sarah tertawa garing.

Raja menghembuskan napas pelan, "Gue ngerasa lo lebih sering murung."

"Perasaan lo doang," balas Sarah, "lo bener-bener udah inget tentang masa lalu lo, Ja? Masa lalu kita? Masa kecil kita?"

Belum, sih.

"Udah kok. Buktinya gue inget tempat ini," jawab Raja percaya diri.

Lalu Sarah mengangguk pelan dan tertawa kecil.

Maaf, Sar.

[a/n]

Jangan lupa vote dan comments!!

Regards,
Dera

CahayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang