Tiga Puluh

2.8K 294 7
                                    

Flashback

"Sarah," Salma --Ibunda Sarah-- masuk ke dalam kamar anaknya.

"Kenapa, Ma?" tanya Sarah memutar kursinya menghadap Salma yang kini duduk di kasur.

"Kita bakal pindah ke Amerika," ujar Salma.

Sarah sejenak membeku, "Maksud Mama?"

Hembusan napas berat terdengar dari ibu dua anak itu, "Setelah Mama dan Papa pikir-pikir, kita pindah ke Amerika jauh lebih mudah daripada Sena yang harus ke Indonesia."

"Sena? Aku nggak ngerti, Ma," ujar Sarah.

Salma tersenyum lembut lalu tangannya mengenggam tangan Sarah, "Sena nggak bisa jalan, Sar. Tulang kakinya patah dan tentu, kita harus berada di sisinya, ngebantu dia sampe dia sembuh total."

Sarah terdiam.

"Tadinya Mama berpikir biar Sena aja yang ke Indonesia. Tapi kata Papa, ngurusin perpindahan universitas Sena lebih susah daripada ngurusin perpindahan sekolah kamu. Jadi, Papa mutusin biar kita yang pindah ke Amerika," jelas Salma, "maafin, Mama, Sar. Mama emang nggak tega sama kamu karena kamu harus ninggalin temen-temen sekolah kamu, tapi tinggalin kamu sendiri di Indonesia, bukanlah pilihan yang baik, Sar. Maafin, Mama."

Mau seberapa keras Sarah menolak, ia takkan bisa mengutarakannya. Mamanya sudah lelah. Mata mamanya terlihat lelah dan sembab belakangan ini. Dan Sarah tentu tak mau menambah pikiran Mamanya.

"Sar, bisa 'kan? Kamu bisa balik ke Indonesia saat besar nanti kok. Mama janji. Setelah besar nanti, kamu boleh balik ke Indonesia, jika kamu mau," ujar Salma meremas tangan Sarah lembut.

Akhirnya, Sarah mengangguk.

***

Entah sudah berapa kali Sarah menghembuskan napas kasar. Kepindahannya ke Amerika bukanlah pilihan yang baik bagi dirinya. Begitu banyak masalah yang belum terselesaikan.

Mata Sarah terpejam. Tiga puluh menit lagi ia akan berangkat menuju Amerika, meninggalkan segalanya di Indonesia. Meninggalkan cinta pertamanya di Indonesia.

Sarah tak pernah berharap asramanya berakhir setragis ini. Gadis itu tak pernah tahu bahwa ialah yang harus meninggalkan cinta pertamanya. Dan ia tak pernah tahu meninggalkan seseorang yang begitu ia cintai akan seberat ini.

Jika sudah besar nanti, Sarah memang diperbolehkan untuk balik ke Indonesia. Tapi, apakah semuanya masih sama? Apakah ia masih memiliki kesempatan untuk memperjuangkan Raja? Apakah nantinya saat ia kembali, Raja sudah berkeluarga? Bahkan, apakah Raja masih mengingatnya?

Memikirkan hal itu saja sudah membuat Sarah ingin menangis. Nyatanya, Sarah tak mampu meninggalkan Raja.

"Semua akan baik-baik aja, Sar," ujar Salma melihat Sarah yang terus menerus menghembuskan napas kasar.

"Whatever will be, will be," lanjut Salma yang dibalas senyuman kecil oleh Sarah.

Waktu keberangkatan sudah tiba, Sarah dan Salma pun berjalan menuju lorong pesawat. Berkali-kali Sarah menoleh ke luar pintu ruang tunggu, namun tak ada siapa-siapa. Ada secercah harapan bahwa Raja berada di sana, mengantarkan kepergiannya. Tapi tidak mungkin. Raja saja tidak tahu bahwa Sarah akan pergi.

Setelah masuk ke pesawat, Sarah tersenyum tipis. Mungkin memang susah meninggalkan zona nyamannya, tapi hidup harus tetap berjalan, bukan? Kini, biarkan Sarah melanjutkan hidupnya dengan suasana dan kondisi yang baru dan berbeda.

Sampai jumpa lagi, Raja.

[a/n]
part selanjutnya di publish besok yaaa! bukan hari rabu WKWKWK, biar cepattt

Regards,
Dera

CahayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang