chapter 11::

152 30 0
                                    

"Yang boleh nangis nggak cuma cewek kok. Karena air mata yang punya nggak hanya cewek, cowok juga punya."

-Fia, Pythagoras
🔹🔹🔹

Jakarta, 14:34

"Jadi, lo kapan mau balik?" Tanya satu orang temannya saat pelatih mereka mempersilahkan istirahat sejenak. "Lo nggak kangen atau apa gitu?"

Orang itu menghela napasnya. Meletakkan raket badminton di sebelahnya. "Nggak tau. Belum kepikiran buat balik," jawabnya.

"Terus, lo mau nggak balik? Tetep di sini? Lo gila apa-"

"Untuk sekarang, gue belum ada niatan buat kembali."

"Gitu aja terus sampe gajah bertelur," sahut temannya kesal. "Ya udah, ayo ke lapangan lagi. Coach udah nunggu."

Gue nggak tau kapan harus balik. Gue nggak tau kapan harus bisa nerima kenyataan. Gue nggak tau harus apa kalau perasaannya udah berubah.

🔹🔹🔹

Malang, 15:03

Entah sudah berapa kali Radja mengetik nama Fia pada kolom pencarian di Instagram, Facebook, maupun Twitter. Masalahnya, cowok itu tidak tahu menahu nama panjang Fia. Yang ia tahu hanya Fia saja, tanpa embel-embel apapun.

Tapi Radja sempat membaca nama inisial Alifia M di sampul buku tulis Fia waktu mereka masih di kafe tadi. Sudah berkali-kali Radja mengetik nama Alifia M di kolom search, yang muncul nggak ada satupun yang Fia beneran.

Akhirnya Radja menyerah, tujuannya untuk mencari siapa Fia sudah hilang. Radja hanya ingin mencari akun sosial media Fia, kemudian mencari siapa yang menelponnya saat di kafe tadi. Yang jelas, Radja tahu kalau itu pasti mantan pacar Fia. Buktinya, Radja sempat mendengar orang itu memanggil Fia dengan sebutan By.

Mungkin orang itu pacar Fia yang menghilang tiba-tiba dan muncul dengan tiba-tiba juga. Hm, Radja sudah bisa menebaknya. Itu semacam kisah klise yang ada di novel-novel.

"Lo ngapain dari tadi mantengin laptop?" Kresna sudah berada di ambang pintu kamar Radja dengan wajahnya yang masih asam. "Terus lo ngapain tadi jemput Fia ke sekola-"

"Perasaan, itu bukan urusan lo." Radja menjawab tanpa menatap Kresna sedikitpun.

"Ya jelas urusan gue lah. Dia pacar gu-"

"Pacar dari mana? Dia aja nggak kenal sama lo," balas Radja sengit. "Udah sana, keluar lo!" Radja mengibaskan tangannya, menyuruh Kresna si perusak mood-nya ini pergi.

"Emang tau dari mana dia nggak kenal gue? Nih, chat gue sama di-"

"Nggak butuh gue. Emangnya, dengan gue liat chat lo, bisa bikin dia balik?" Ia menaikan satu alisnya. Tangannya mengepal kuat. Tiba-tiba saja dia masuk ke dalam pikirannya. Menancap.

Kresna masuk ke dalam kamar Radja. Berjalan mengitari kamar Abangnya, lalu berhenti tepat di depan meja belajar Radja. Menatap lekat-lekat foto berbingkai ukiran kayu yang indah. Namun satu orang yang berada di dalam foto itu, sungguh tidak indah menurut Kresna. "Emang, dengan lo nyimpen foto ini," Ia mengangkat foto dari atas meja. "Bikin dia balik?" Radja diam. Tidak tahu harus menjawab apa. "Enggak 'kan? Jadi lebih baik, nggak ada foto ini lagi."

PythagorasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang